Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 01 November 2021

Polda Lampung Amankan 10 Ribu Benur di Pesibar, Dirkrimsus: Rencananya Akan Dijual ke Jambi

Oleh Redaksi

Berita

Berdikari.co Pesisir Barat - Polda Lampung mengamankan sebanyak 10 ribu ekor lebih benih lobster atau benur dan satu orang pelaku di Kabupaten Pesisir Barat (Pesibar). Benur itu akan dijual ke Provinsi Jambi.

Pengiriman benur secara ilegal dari Kabupaten Pesisir Barat (Pesibar) Provinsi Lampung ke luar daerah hingga kini masih terus berlangsung.

Harga benur yang mencapai Rp150 ribu per ekor di luar negeri, menjadi daya tarik sejumlah oknum untuk tetap nekat mengirimkan benur keluar daerah meskipun sudah dilarang.

Pada Jumat (29/10) lalu sekitar pukul 17.00 WIB, masyarakat Kabupaten Pesisir Barat dihebohkan dengan adanya penangkapan warga yang diduga membawa benur hendak dijual ke luar daerah.

Penangkapan menyita perhatian warga karena berlangsung di tengah jalan tepatnya di Jalan Simpang Pahmung Lingkungan Pasar Ulu, Kelurahan Pasar Kota Krui, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.

Warga setempat menuturkan, penangkapan terjadi saat mobil jenis Avanza warna silver yang sedang melaju ke arah Bengkulu dihadang oleh empat mobil yang salah satunya menggunakan mobil jenis Pajero.  

"Tiba-tiba empat mobil itu langsung menghadang mobil Avanza warna silver. Lalu dari dalam mobil Avanza ditangkap warga berinisial B yang cukup dikenal warga sini. Diduga B ini terlibat penjualan benur ilegal maka ditangkap petugas Polda Lampung,” ungkap warga yang minta namanya tidak ditulis ini, Minggu (31/10).

Warga lainnya mengatakan, B selama ini memang dikenal warga di Pesisir Barat sebagai pembeli benur untuk dijual kembali keluar daerah. "Memang benar pelaku inisialnya B, dan barang bukti benurnya ada dalam mobil Avanza.

Kita tidak tahu berapa banyak barang bukti yang dibawa dalam mobil tersebut. Karena setelah penangkapan pelaku langsung dibawa oleh pihak kepolisian yang katanya langsung dari Polda beserta barang bukti," ungkap warga yang juga minta namanya jangan ditulis ini.

Kapolres Lampung Barat, AKBP Hadi Saepul Rahman melalui Kasat Reskrim, AKP M. Ari Satriawan saat dihubungi mengatakan, pihaknya tidak terlibat dalam penangkapan pelaku yang diduga hendak menjual benur ke luar daerah tersebut.

"Dari kita tidak tahu dan tidak melakukan penangkapan terhadap pelaku yang diduga membawa benur tersebut. Mungkin dari Polda langsung ya, nanti akan kami konfirmasi kembali ke Polda apakah benar adanya penangkapan tersebut," kata AKP Ari, Minggu (31/10).

Dirkrimsus Polda Lampung, Kombes Arie Rachman Nafarin saat dihubungi membenarkan adanya penangkapan benur di Kabupaten Pesisir Barat. “Namun penangkapannya bukan hari Jumat (29/10), tapi itu sudah seminggu yang lalu,” kata Arie, Minggu (31/10).

Arie mengatakan, benur yang diamankan sekitar 10 ribu ekor lebih dan ada satu pelaku yang ikut ditangkap.

“Benur dari Pesisir Barat itu rencananya akan dikirim ke Provinsi Jambi. Hingga kini polisi masih melakukan pendalaman,” ungkap Arie.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), menginstruksikan jajaran UPT di daerah melakukan pengawasan secara ketat guna mencegah terjadinya penyelundupan benih lobster di Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung.

Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan KKP, Drama Panca Putra mengatakan, PSDKP melalui unit kerja kerja di Provinsi Lampung terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk membasmi penyelundupan benih lobster.  

“Selain PSDKP, Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu juga menjadi garda depan mengidentifikasi secara progresif para pelaku penyelundupan benur,” kata Drama.

Koordinator Fungsional Pengawas Perikanan Direktorat PSDKP, Turman Hardianto Maha menambahkan, metode penyelundupan benih lobster dalam dua tahun belakangan mulai berkembang dengan memakai sistem cut off, yang hampir sama seperti jaringan narkoba.

“Antara si pelaku pertama dengan pelaku midle dan pelaku terakhir itu tidak saling kenal, cut off dia. Jadi saat satu mobil membawa benur jalan, bisa jadi perintahnya cuma menuju tempat A. Lalu ketemu di sana kemudian ganti mobil. Lalu saat dioper ke tempat lain dia beda lagi (orangnya),” beber Turman.

Turman menjelaskan, metode ini dipandang para pelaku sangat efektif. Sementara kalau dulu ketika ada penangkapan masih bisa ditelusuri dan bisa dilacak dari handphone, sehingga dapat diketahui siapa yang memerintahkan.

“Bisnis benur ilegal sangat menggiurkan, berharga tinggi, namun resikonya kecil dengan hukuman pidananya tidak begitu berat yakni hanya penjara satu tahun. Sehingga kemungkinan hal inilah yang menggoda berbagai pihak hingga kini melakukannya,” terangnya.

Ditanya kemungkinan ada oknum pejabat atau aparat yang ikut bermain dalam penyelundupan benur, Turman mengatakan tak memiliki data terkait hal tersebut.

“Tapi kalau dari sisi nilai ekonomis yang tinggi, ini kan bisa saja dikatakan semua bisa berpikiran ingin mendapatkan keuntungan. Tapi kalau untuk membackup, membekingi saya rasa sekarang sudah tidak zamannya lagi mungkin,” ucapnya.

Ia melanjutkan, pengiriman benur ilegal ke luar negeri umumnya melalui Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, yang selanjutnya dikirim ke Singapura.

“Jalur utama dari Lampung, Jambi, pergerakan benur ini tidak jauh-jauh. Kalau dia melalui darat larinya nanti ke daerah Batam. Pelaku ganti speedboat yang kecepatannya hampir mencapai 60 knots menuju Singapura,” kata dia.

Ia mengakui, banyaknya pelabuhan kecil di Kota Batam menyebabkan personel KKP kurang maksimal dalam melakukan pengawasan. Meskipun sudah dilakukan 24 jam non stop.

Selain itu, lanjut dia, benur yang dikirim ke Singapura tidak memerlukan dokumen surat keterangan asal dan sertifikat kesehatan serta tidak dikenakan pajak.

“Ini yang membedakan dengan negara lain. Kalau produk perikanan Indonesia masuk ke Malaysia wajib bayar pajak, ke Vietnam pun diperiksa dokumennya. Di Singapura itu everything for free, jadi produk perikanan tidak ada dokumennya pun tidak ada kendala,” papar dia.

Setelah barang sampai di Singapura baru dibuatkan suratnya, semacam fish laundry. “Jadi Singapura membuat sertifikat kesehatannya, baru dikirim ke Vietnam. Di Singapura ini yang memang menjadi kendala,” imbuhnya.

Masih kata Turman, selain memperkuat pengawasan di lapangan, KKP juga membangun hubungan antara Indonesia dengan Singapura. Meminta pemerintah Singapura agar memperhatikan dokumen perikanan asal Indonesia. Dan melalui jalur global trading, bagaimana pengakuan ketelusuran dijadikan patokan komoditas itu bisa masuk ke pasaran.

“Dari original country itu wajib. Jadi ada tekanan dari pasar global bahwa ketelusuran itu mengikat, sehingga Singapura mau tidak mau menerapkan sertifikat itu,” terangnya. (Sumber : Kupastuntas.co)



Editor