Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 13 Januari 2022

Sidang Korupsi Lampura, Tiga Rekanan Setor Fee Rp28,5 Miliar ke Akbar Tandaniria Mangkunegara

Oleh

Berita
Terdakwa Akbar Tandaniria Mangkunegara. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Terdakwa Akbar Tandaniria Mangkunegara, yang merupakan adik mantan Bupati Lampung Utara (Lampura), Agung Ilmu Mangkunegara, diduga menerima fee sebesar Rp28,5 miliar dari tiga rekanan, yakni Eka Saputra, Tohir Hasyim dan Feri Efendi.

Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi terkait suap fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lampura, di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Rabu (12/1/2022).

Ketiga rekanan tersebut dihadirkan sebagai saksi oleh JPU KPK Taufiq Ibnugroho.

Dalam keterangannya didepan majelis hakim diketuai Efiyanto, saksi Eka Saputra mengaku pernah menyerahkan sejumlah uang fee proyek kepada Taufik Hidayat yang akan diserahkan kepada terdakwa Akbar Tandaniria Mangkunegara

"Feenya 30 persen untuk Akbar. Tahun 2015 saya setor fee sebesar Rp3,9 miliar dari nilai proyek Rp13 miliar. Tahun 2016 Rp6 miliar dari nilai proyek Rp20 miliar, dan tahun 2017 Rp7,5 miliar dari nilai proyek Rp25 miliar. Ada juga tambahan fee Rp3,45 miliar, jadi untuk 2017 totalnya Rp10,95 miliar," kata Eka.

"Dapat keuntungan dari Taufik?" tanya JPU KPK, Taufiq Ibnugroho.

"Dapat, tahun 2015 tapi tidak sampai Rp100 juta, sekitar Rp75 juta. Untuk 2016 Rp100 juta dan 2017 ada Rp100 juta," jawab Eka.

Ia menambahkan, pihaknya menyerahkan apapun kepada Syahbudin, hanya melalui Taufik Hidayat.

"Tahu nggak uang itu sama Taufik disetor nggak kepada Akbar?" tanya Ketua Majelis Hakim, Efiyanto.

"Kurang tahu majelis mulia, karena saya tidak tanya," ujar Eka.  

Saksi lainnya, Tohir Hasyim, mengatakan pada tahun 2015 pernah mendapatkan proyek pribadi sebesar Rp700 juta dan mendapatkan proyek milik Taufik Hidayat.

"Dari orang lain atau relawan yang menyerahkan fee melalui saya sebesar Rp450 juta, lalu saya serahkan kepada Taufik,” ujar Tohir.

"Lalu tahun 2016 feenya disetor kemana?” tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho.

"Yang punya saya nilai proyek Rp1 miliar itu ke Syahbudin, dengan fee Rp 200 juta. Dan nilai proyek Rp5 miliar, fee Rp500 juta ke Akbar melalui Taufik," jawab Tohir.

Tohir melanjutkan, tahun 2017 mendapatkan dua macam pekerjaan.

"Untuk Pribadi dan juga yang sub nilainya Rp8 miliar fee Rp2,4 miliar dari 7 paket pekerjaan. Nilai proyek Rp3,2 miliar fee Rp250 juta milik pribadi itu nggak ada di BAP. Yang Rp250 juta itu yang disetor Taufik ke Pak Syahbudin di luar dari Rp2,4 miliar," ungkapnya.

"Mengerjakan paket proyek milik Taufik, dan menerima keuntungan?" tanya Hakim Efiyanto.

"Iya dapat tahum 2015 Rp100 juta. Untuk tahun 2016 Rp150 juta dan tahun 2017 Rp 200 juta. Keuntungan saya sendiri sama dengan Pak Taufik," lanjut Tohir.

Saksi ketiga, Feri Efendi mengatakan pernah menyetorkan sejumlah uang kepada Taufik yang akan disetorkan kepada terdakwa Akbar.

"Untuk tahun 2015 sebesar Rp200 juta, tahun 2016 Rp225 juta dan tahun 2017 sebesar Rp400 juga. Totalnya ada Rp825 juta," kata dia.

Usai persidangan, JPU KPK, Taufiq Ibnugroho, menjelaskan di dalam persidangan itu ketiga saksi yang hadir secara gamblang menyebut adanya pemberian setoran fee proyek ke terdakwa Akbar melalui Taufik Hidayat.

"Eka Saputra mulai tahun 2015 sampai 2017 setor fee Rp20 miliar 850 juta. Kemudian dari saksi Tohir ada Rp5 miliar 150 juta, namun jika digabungkan dengan anggota relawan jadi Rp6 miliar 830 juta," beber Taufiq Ibnugroho.

Ia melanjutkan, untuk saksi Feri Efendi menyetorkan fee proyek  sebesar Rp825 juta. Sehingga dari ketiga rekanan itu, terdakwa Akbar diduga menerima fee proyek sekitar Rp28,5 miliar lebih.  

"Jadi ini cukup besar feenya. Untuk saksi Eka disampaikan 30 persen fee yang diserahkan kepada Taufiq untuk Akbar Tandaniria. Ini memang permintaan Akbar 30 persen," tandasnya. (*)

Artikel ini sudah terbit di SKH Kupas Tuntas Edisi Cetak, Kamis (13/1/2022) dengan judul 'Tiga Rekanan Setor Fee Rp28,5 M ke Adik Agung'


Video KUPAS TV : MOTOR GOJEK ONLINE DICURI DI SEBUAH MASJID

Editor Didik Tri Putra Jaya