Berdikari.co, Bandar
Lampung - Akbar Tandaniria Mangkunegara menyebut Mantan Wakil Gubernur Lampung,
Bachtiar Basri, mendapat jatah proyek sebesar Rp10 miliar dari eks Bupati
Lampung Utara (Lampura), Agung Ilmu Mangkunegara.
Akbar yang berstatus
sebagai terdakwa, menyampaikan hal itu dalam sidang lanjutkan perkara dugaan
korupsi pemberian fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR)
Kabupaten Lampura, di Pengadilan Kelas IA Tanjung Karang, Rabu (2/3).
Menurutnya, saat itu
Bachtiar Basri menghubungi Agung Ilmu Mangkunegara melalui telepon.
“Pada percakapan itu,
Mantan Wagub Lampung Bachtiar Basri meminta kegiatan ke Bupati Agung Ilmu
Mangkunegara. Bachtiar meminta kegiatan di Pemkab Lampung Utara dengan pagu
anggaran Rp15 Miliar. Namun, Agung hanya memberikan jatah proyek ke Bachtiar
Basri senilai Rp10 miliar,” kata Akbar yang memberikan keterangan secara
virtual.
Keterangan itu
ditanggapi Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Ikhsan Fernandi. Ia menanyakan
pertimbangan Agung Ilmu Mangkunegara memberikan jatah proyek sebesar Rp10 miliar
ke Bachtiar Basri.
“Coba anda tahu tidak
pertimbangannya (Bachtiar Basri) mendapat jatah proyek?” tanya Jaksa Ikhsan.
Akbar menjelaskan,
yang menjadi pertimbangan kakaknya, Agung Ilmu, memberikan jatah proyek adalah
status Bachtiar Basri yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur Lampung.
“Ya itu pak jaksa.
Bachtiar Basri bisa mendapatkan jatah (proyek) itu pertimbangannya karena
sebagai Wagub Lampung,” kata Akbar.
Jaksa Ikhsan lantas
bertanya apakah Gunaido ditunjuk sebagai tim sukses Agung waktu itu. “Coba anda
jelaskan dahulu,” tanya Ikhsan.
“Ya, karena dia juga
mengelola tim sukses di dua periode itu,” jawab Akbar.
Jaksa Ikhsan juga
bertanya apakah Akbar menerima jatah fee dari proyek yang dikerjakan oleh
Taufik Hidayat.
“Apakah anda turut menerima
jatah fee proyek dari Taufik Hidayat?” tanyanya.
“Tidak pernah. Tidak
pernah saya meminta diberi atau diminta oleh Taufik Hidayat. Itu setoran wajib
dia (ke Agung Ilmu Mangkunegara). Dia wajib setor langsung ke Syahbudin. Tidak
pernah langsung ke saya. Saya hanya menerima jatah (proyek yang dikerjakan)
saya dari Taufik,” jawab Akbar.
JPU Ikhsan juga
bertanya ke Akbar apakah mendapat setoran dari Syahbudin.
“Syahbudin menyetor
untuk pak Agung saja. Saya hanya mengelola jatah saya saja. Total uang yang saya
serahkan ke Agung itu sebesar Rp56,6 miliar sepanjang tiga tahun itu
berlangsung,” jelas Akbar.
Akbar juga mengakui
ada 4 bidang aset tanah yang disita oleh KPK itu uangnya berasal dari
penghasilan dirinya selama menjadi PNS dan juga ada sebagian dari uang fee
proyek.
“Penghasilan lain saya
yakni diamanatkan oleh orang tua saya untuk mengelola penyewaan Gedung Graha
Mandala Alam. Uangnya dapat Rp25 juta per bulan. Selain itu nggak ada (usaha)
lain,” ungkap Akbar.
Akbar pun mengatakan,
akan menyerahkan kembali dua sertifikat tanah ke JPU KPK. Hal itu menjadi dasar
bahwa dirinya taat hukum.
“Sertifikat dengan
nomor SHM 196 dan 190 itu sudah kami serahkan ke penasehat hukum saya. Nanti
akan diserahkan ke KPK. Dengan nominal sebesar Rp850 juta dan Rp830 juta,”
ungkap Akbar.
Di tengah persidangan,
Akbar sempat menangis dan mengakui dirinya bersalah serta memohon untuk
diberikan keringanan.
"Saya mohon maaf
sebesar-besarnya yang mulia, saya salah dan menyesal yang mulia," kata
Akbar.
Akbar memohon dan
minta maaf kepada jaksa, majelis hakim beserta anak istrinya karena tidak
memberikan contoh yang baik.
"Saya mohon kepada jaksa penuntut umum untuk memberikan keringanan karena saya harus menafkahi anak dan istri saya. Saya sudah berusaha kooperatif dengan mengembalikan kerugian negara," ungkapnya. (*)
Berita ini telah
terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Jumat, 04 Maret 2022 dengan judul “Bachtiar
Basri Dapat Jatah Proyek Rp 10 Miliar”