Logo

berdikari Nasional

Kamis, 18 Agustus 2022

Isu LGBT Beredar Dalam Kasus Ferdy Sambo, Pengacara Yoshua Minta Putri Candrawathi Jadi Tersangka

Oleh ADMIN

Berita
Putri Chandrawati dan Almarhum Yoshua. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Sejumlah isu mulai pelecehan seksual, perjudian hingga LGBT beredar dalam kasus penembakan Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengatakan sejatinya kasus Ferdy Sambo adalah pembunuhan berencana. Sesuai dengan pengakuan Ferdy Sambo bahwa dirinya emosi dan marah sehingga melakukan perbuatan membunuh.

"Semua isu yang beredar itu tidak penting, terpenting adalah pengakuan Sambo bahwa dia emosi dan marah karena harga dirinya dan keluarga diinjak-injak sehingga membunuh Brigadir J," kata Sugeng, Rabu (17/8).

Ia menjelaskan, dalam kasus Ferdy Sambo murni pembunuhan berencana karena ada unsur-unsur yang terpenuhi, diantaranya ada niat dan jeda waktu pelaksanaan pembunuhan.

"Jadi niat membunuh sudah ada sejak dari Magelang dan dieksekusi di Jakarta, klop nih pembunuhan berencana. Jadi tidak penting lagi soal ada isu-isu apa itu," lanjutnya.

Ia menjelaskan, isu-isu yang dibangun pada perkara kasus Ferdy Sambo tidak penting, diantaranya mulai dari pelecehan, dan pemerkosaan. "Hingga yang terbaru dan tak ingin saya sebutkan namanya terkait yang dibilang oleh Mahfud MD, ini menjijikkan dan memalukan (LGBT)," ucapnya.

Menurut Sugeng, dalam kasus Ferdy Sambo yang sempat diisukan adanya perselingkuhan antara Brigadir J dengan istrinya belum bisa dibenarkan hingga sekarang dan tak menemukan titik kejelasan.

"Kalau namanya perselingkuhan kan dilakukan oleh kedua belah pihak, kenapa Sambo hanya membunuh Brigadir J saja, kan dua-duanya salah, ini menjadi tanda tanya? Kenapa istrinya setidaknya ditampar atau gimana? Kan ini tidak jelas," ujarnya.

Ia melanjutkan, adanya cerita lain bahwa Brigadir J mengetahui dugaan Sambo sebagai pelindung praktek judi atau bandar judi itu juga belum pasti kebenarannya. "Ini juga belum jelas dan ada data yang lagi kita verifikasi," ucapnya.

Sugeng menerangkan, jika memang Putri Candrawathi memang sudah membuat laporan tersebut dugaan pelecehan bisa dituntut terkait dugaan laporan palsu dan bisa dikenakan Pasal 220 KUHP Jo Pasal 317 KUHP.

"Apakah ibu Putri terlibat dalam kasus pembunuhan, harus ditanya ke penyidik tapi dia (putri) wajib diperiksa oleh penyidik soal apa yang dia ketahui tentang matinya Brigadir J atau peristiwa penembakan itu," ujar Sugeng.

Pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, berharap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dijadikan tersangka. Pengacara menilai istri Ferdy Sambo sebagai lakon kepura-puraan dalam kasus ini.

"Karena Ibu PC (Putri Candrawathi) nggak mau menyesali perbuatannya, tetapi dia tetap pada lakon keberpura-puraan itu atau obstruction of justice itu, atau permufakatan jahat juga, maka saya minta tadi kepada pejabat utama Polri, segera jadikan tersangka Pasal 55, 56 juncto 340, 338, 351 ayat 3," kata Kamaruddin di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (16/8).

Kamaruddin mengatakan permintaan ini masuk dalam laporan pertamanya ke Bareskrim. Sementara itu, laporan soal dugaan laporan palsu terkait dugaan pelecehan masih menunggu surat kuasa dari keluarga Brigadir J.

"Nanti saya bikin (laporan) lagi. Karena harus ada surat kuasa, tho. Saya harus ke Jambi dulu untuk laporan yang perbuatan lainnya. Tadi di dalam perkara pembunuhan saya minta dia (PC) tersangka. Dan tadi sudah diterima oleh pejabat utama," tambahnya.

Pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J lainnya, Martin Lukas Simanjuntak, menjelaskan awal mula timnya berniat mempolisikan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Martin mengatakan pihaknya sudah memberi kesempatan Putri mengklarifikasi soal isu pelecehan untuk memulihkan nama baik Yoshua, namun kesempatan itu tak direspons.

"Jadi mengenai laporan ini adalah tujuannya untuk kepastian hukum, kenapa kepastian hukum? Karena Bu PC memiliki pertanggungjawaban untuk menjelaskan terhadap laporan palsu dia. Nah kenapa dia harus bertanggung jawab? Karena sudah melakukan fitnah terhadap Almarhum," kata Martin kepada wartawan, Rabu (17/8).

"Setidaknya adanya dugaan laporan palsu, penghalang halangan penyidikan, lalu penyiaran berita bohong dan pencemaran nama baik. Nah ini semua harus dipertanggungjawabkan," tambahnya.

Martin mengatakan pihaknya sempat memberikan kesempatan kepada Putri Candrawathi untuk mengklarifikasi atas laporan tersebut. Namun, kesempatan itu tidak direspons sehingga timbul rencana melapor.

"Kami sudah memberikan kesempatan kepada bu PC satu kali 24 jam, habisnya kemarin Senin pukul 24.00 WIB. Nah sinyal ini tidak ditangkap dengan baik. Padahal bu PC ini pakai pengacara yang kondang hebat, seharusnya kuasa hukum itu kewajibannya apa? Meringankan kliennya, ini ada kesempatan untuk meringankan supaya jangan terkena jerat pidana," ungkap Martin.

"Tapi penasehat hukumnya gagal memberikan nasehat hukum yang baik bagi bu PC, sehingga sekarang menurut kami konsekuensi tidak diterima nya tawaran kami, maka Bu PC harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah dia lakukan," sambungnya.

Lebih lanjut, Martin juga menduga Putri tidak bertindak sendiri. Dia menyebut ada orang sekitar Putri Candrawathi yang turut mempengaruhinya.

"Dan kami menduga Bu PC ini tidak dalam kesadaran diri ketika melakukan itu, dan kami duga ada orang-orang di sekitar Ibu PC yang mempengaruhi sehingga beliau melakukan tindakan-tindakan yang tidak semestinya, atau tindakan-tindakan melawan hukum," ujarnya. (*/Dtc)

Editor Sigit Pamungkas