Berdikari.co, Lampung Selatan - Seorang
siswa kelas 10 SMA Kebangsaan, A (16), menjadi korban pemukulan dua siswa kelas
12, F (18) dan R (18), hingga masuk rumah sakit (RS).
Video pemukulan tersebut viral di media sosial
dengan durasi 2 menit 50 detik. Dalam video terlihat korban A tergeletak lemas
di ruang perawatan RSUD Bob Bazar, Kalianda, Senin (26/9) pagi.
"Saya duduk terus kepala saya
dipukul-pukul gitu, gara-gara itu saya pusing. Sama abang kelas 11 disuruh push
up, kirain sudah selesai itu masalah. Dipanggil lagi suruh ke tengah lapangan
sama abang kelas 12, disuruh turun lagi push up kayak ngeplank gitu
ditanah," cerita A dengan suara terbata-bata.
Perlakuan kakak kelas terhadap korban tidak
berhenti di lapangan saja. Aksi tersebut berlanjut di gudang penyimpanan alat
marching band milik SMA Kebangsaan yang berada di Kecamatan Penengahan, Lampung
Selatan (Lamsel).
"Suruh masuk-masukin alat marching band
ke gudang, terus abang kelas 12 bilang udah sana suruh bersihin sambil pukulin
sekalian. Pas masuk itu suruh duduk dulu sama abang kelas 12, sambil
jerit-jerit gitu ditanyain sambil ditabok. Habis ditabok suruh bangun suruh
nyapu. Saya nyapu sambil nangis karena takut, terus ditanya sama kakak kelas 11
dan 12 kenapa nangis terus saya bilang tidak bang, terus dipukul dada saya.
Terus, selesai nyapu keluar," lanjut korban A.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMA
Kebangsaan, Wempy Prastomo Bhakti, tidak membantah pemukulan oleh senior
terhadap juniornya itu.
"Memang benar telah terjadi insiden
pemukulan yang dilakukan siswa kelas 12 terhadap siswa kelas 10. Kejadian
tersebut spontan pada hari Minggu pagi tanggal 25 September 2022 pukul 10 WIB
di lapangan latihan marching band," kata Wempy, Rabu (28/9).
Wempy menjelaskan, kejadian itu bermula dari
pecahnya bass drum band oleh korban. Namun dalam menyelesaikan masalah, kakak
tingkat tidak dapat mengontrol emosi sehingga terjadi pemukulan.
"Atas rekomendasi orang tua, menginginkan
anaknya untuk diperiksa atau dicek kesehatannya. Kami pihak sekolah mendukung
upaya dari orang tua tersebut, karena kami juga memang butuh hasil atau
informasi resmi kesehatan siswa kelas 10 tersebut," imbuh Wempy.
Wempy mengatakan, hasil pemeriksaan dokter
akan digunakan sebagai dasar pemberian sanksi terhadap terduga pelaku pemukulan
terhadap korban.
"Dalam menerapkan sanksi, akan kita
laksanakan sidang kode etik terhadap siswa terduga pelaku. Dan juga sebagai
dasar nanti siswa tersebut mendapatkan sanksi atas konsekuensi perbuatan yang
telah dilakukan," ujar dia.
Wempy mengungkapkan, orang tua siswa saat
mendaftarkan anak mereka masuk sekolah telah menandatangani pakta integritas
berisi orang tua menyerahkan pengasuhan, pendidikan, pelatihan siswa terhadap
pihak SMA Kebangsaan.
Jika nanti perbuatan pemukulan tersebut
terbukti dikategorikan masuk kriteria sanksi berat, maka siswa terduga pelaku
pemukulan bisa dikembalikan pengasuhan dan pendidikannya ke orang tua dalam
waktu tertentu.
"Akan dikembalikan ke orang tua dalam tempo atau waktu tertentu dan melihat perubahan atau itikad baik siswa tersebut," tegasnya.
Orang tua korban, Azis Muslim, mengatakan sudah membawa anaknya ke rumah sakit di Kalianda untuk mendapatkan pengobatan. Ia mengungkapkan, akan membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
“Saya akan melaporkan kejadian yang menimpa anak saya tersebut ke Polres Lamsel agar bisa ditindaklanjuti secara hukum. Saya kecewa karena sanksi yang diberikan kepada kedua pelaku hanya dikembalikan kepada orang tua sementara waktu atau skorsing satu bulan sejak tanggal diputuskan,” kata Azis.
Azis mengatakan, kedua pelaku baru akan dikembalikan kepada orang tuanya atau dipersilahkan mengurus pindah ke sekolah lain, apabila mengulangi pelanggaran yang sama atau melanggar persyaratan yang telah ditentukan.
Kasat Reskrim Polres Lamsel, AKP Hendra Saputra, saat dihubungi membenarkan orang tua korban pemukulan di SMA Kebangsaan sudah melapor ke Polres Lamsel, dengan Laporan Polisi Nomor: STTLP/B-1002/IX/2022/SPKT POLRES LAMPUNG SELATAN/POLDA LAMPUNG.
"Benar. Masih dalam penyelidikan," kata Hendra, Rabu (28/9) malam. Hendra menjelaskan, dalam surat laporan itu, orang tua korban mengadukan peristiwa pidana sesuai Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP Pasal 351. (*)