Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 20 November 2023

Nelayan di Lampung Mengeluh Solar Langka, HNSI: SPBN Tidak Bisa Penuhi Kebutuhan Solar Nelayan

Oleh Redaksi

Berita
Nelayan di Lampung. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Sejumlah nelayan di Provinsi Lampung mulai mengeluhkan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Hal ini dialami oleh nelayan di Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Tanggamus.

Nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing, Bandar Lampung, mengurangi aktivitas melautnya karena sulit mendapatkan solar.

Wawan, seorang nelayan di TPI Lempasing mengungkapkan, saat ini ia mulai mengurangi aktivitas mencari ikan di laut karena solar mulai langka.

"Saya terkadang memilih tidak melaut karena sulitnya mendapatkan solar. Karena bahan bakar utama kapal untuk melaut adalah solar. Sementara saat ini solar mulai langka,” kata Wawan, Minggu (19/11/2023).

Ia mengatakan, saat ini untuk mendapat tangkapan ikan yang maksimal itu harus berlayar hingga ke tengah laut. Namun, lanjut dia, kalau solarnya susah didapat maka nelayan tidak berani mencari ikan hingga ke tengah laut.

"Karena ikan itu adanya di tengah laut. Kalau solar langka seperti ini kami tidak berani jauh-jauh untuk melautnya. Daripada bisa berangkat tapi nggak bisa pulang karena kehabisan solar,” ujarnya.

Wawan menerangkan, sulitnya mendapatkan solar sudah terjadi sejak satu bulan terakhir. Ia mengatakan, meskipun di TPI Lempasing memiliki Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) khusus, namun tetap saja solar sulit didapatkan. Mawi, nelayan lain di TPI Lempasing menuturkan, saat ini solar bersubsidi sulit didapatkan baik di SPBN maupun SPBU.

Ditambah, nelayan semakin dipersulit dengan berbagai syarat untuk dapat membeli solar subsidi. Ia mengungkapkan, untuk mengurus perizinan itu bisa membutuhkan dana hingga Rp2 juta.

Dampaknya, beberapa nelayan memilih cara membeli solar subsidi menggunakan jasa rekan seprofesinya yang telah mengantongi izin. Jika tidak bisa, maka terpaksa harus membeli solar non subsidi.

Kondisi yang sama juga dialami nelayan di Kota Agung, Kabupaten Tanggamus. Sukri, seorang nelayan di Kota Agung mengatakan, selama ini SPBN Kota Agung menerima pasokan solar dari depot Pertamina.

"Kalau pasokan solar tetap tersedia setiap bulan. Cuma kalau bisa kami minta penambahan kuota, sebab kadang tidak cukup," kata Sukri, Minggu (19/11/2023).

Ia menuturkan, kebutuhan solar tergantung jarak tempuh saat beraktivitas mencari ikan. Jika keberadaan ikan jauh dari Kota Agung, maka dibutuhkan lebih banyak bahan bakar solar untuk melaut.

"Karena itu terkadang pasokan kuota solar dari Pertamina tidak mencukupi setiap bulan. Sehingga nelayan kadang tidak dapat pasokan solar karena stoknya sudah habis,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD)  Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Lampung, Bayu Witara mengatakan, kelangkaan solar sudah dirasakan oleh para nelayan di sejumlah daerah di Lampung sejak lama.

"Kalau solar langka itu sudah dari dulu sejak kuota solar dibatasi. Para nelayan tidak lagi terpenuhi kuota solarnya melalui SPBN. Dimana SPBN yang ada di Lampung tidak mampu memenuhi kebutuhan solar untuk para nelayan,” kata Bayu, Minggu (19/11/2023).

Ia mengatakan, dengan tidak terpenuhinya kuota solar untuk para nelayan yang disediakan oleh SPBN, maka para nelayan mencari solar di SPBU dengan menggunakan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP).

"Dengan adanya antrean solar di sejumlah SPBU saat ini, juga ikut jadi masalah bagi nelayan. Solar adalah nyawanya atau kebutuhan primer nelayan. Karena sekarang bukan lagi zamannya perahu layar atau yang menggunakan alat tradisional," paparnya.

Ia mengungkapkan, nelayan tidak bisa melaut kalau tidak ada solar. Ditambah, saat ini para nelayan harus mencari ikan hingga ke tengah laut sehingga butuh solar lebih banyak.

"Apalagi saat ini daerah tangkapan tambah jauh, sehingga kebutuhan solarnya ikut meningkat. Dulu satu hingga dua mil saja nelayan sudah bisa tebar jaring. Tapi saat ini harus 12 mil ke atas baru nelayan bisa tebar jaring," paparnya.

Ia berharap kepada pemerintah agar bisa menambah SPBN baru yang berlokasi di titik-titik perkumpulan para nelayan serta di daerah yang ada tempat pelelangan ikan.

"Sekarang ini bagaimana caranya menciptakan SPBN baru di spot-spot nelayan mulai dari Mesuji hingga Pesisir Barat. Karena SPBN di Lampung itu masih sangat jarang. Seperti di Bandar Lampung hanya satu SPBN yang harus memasok solar untuk ribuan nelayan lokal dan migrasi," terangnya.

Ia menjelaskan, hingga kini jumlah SPBN yang ada di Provinsi Lampung baru berkisar lima titik. Sehingga sangat tidak seimbang dengan jumlah kapal milik nelayan yang membutuhkan solar setiap harinya.

Menurutnya, saat ini ada beberapa nelayan yang tidak bisa melaut setiap hari karena sulitnya mendapatkan solar. “Misalnya hari ini bisa melaut, maka dengan sulitnya mendapatkan mungkin baru 2 sampai 3 hari lagi nelayan bisa melaut karena baru dapat solarnya,” ungkapnya.

Bayu menerangkan, kebutuhan solar tergantung dengan ukuran dan kapasitas kapal. Untuk kapal kecil membutuhkan sekitar 10 liter solar untuk sekali melaut.

“Tapi kalau kapal melautnya hingga berhari-hari, ada yang sampai seminggu, 10 hari bahkan 15 hari sampai satu bulan, itu bisa 1.500 liter atau 7 drum setengah solar," jelasnya. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Senin, 20 November 2023 dengan judul "Nelayan di Lampung Mengeluh Solar Langka"

Editor Didik Tri Putra Jaya