Berdikari.co, Bandar Lampung - Polda Lampung telah memetakan lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) masuk dalam kategori sangat rawan, rawan dan kurang rawan. Rinciannya, sebanyak 24.969 TPS masuk kategori kurang rawan, 671 TPS rawan, dan 155 TPS sangat rawan.
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Umi Fadilah Astutik mengatakan, tingkat kerawanan lokasi TPS disebabkan beberapa faktor, diantaranya geografis yakni lokasinya sulit dijangkau atau berada di daerah perbatasan antar kabupaten.
Selanjutnya, jumlah penduduk, ada tidaknya konflik sosial, dan apakah daerah tersebut menjadi basis kelompok ketiga pasangan capres-cawapres.
"Masing-masing TPS memiliki pola pengamanan yang berbeda sesuai karakteristik daerah," kata Umi, Rabu (17/1/2024). Ia menyebutkan, ada empat kabupaten/kota di Provinsi Lampung yang lokasi TPS-nya masuk rawan tinggi dan rendah.
“Kota Bandar Lampung memiliki kategori rawan tinggi dengan angka kerawanan 62,89. Disusul Lampung Tengah 54,65. Sementara untuk kabupaten rawan rendah adalah Lampung Utara 12,74 dan Tulangbawang Barat 3,76,” jelasnya.
“Adapun total personel yang diterjunkan untuk pengamanan TPS ada sebanyak 4.972 orang. Mereka disebar ke 25.825 TPS,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung menyebut ada tujuh kabupaten yang pendistribusian logistik Pemilunya masuk kategori tersulit.
Tujuh kabupaten itu adalah Mesuji, Tulang Bawang, Lampung Selatan, Pesawaran, Tanggamus, Pesisir Barat dan Lampung Barat.
Ketua KPU Provinsi Lampung, Erwan Bustami menjelaskan, tantangan tersulit yang akan dihadapi penyelenggara pemilu dalam mendistribusikan logistik ada di tujuh kabupaten di Provinsi Lampung. Hal itu terjadi karena faktor letak geografis dan sarana transportasi.
"Sebenarnya di Lampung ini kan ada daerah pegunungan perbukitan, perairan dan kepulauan. Ada daerah-daerah yang terujung, terluar dan terisolir. Jadi memang dari pemetaan kita distribusi yang paling berat logistik itu ada di Kecamatan Bengkunat. Di sana ada Desa Way Haru, Desa Way Tias, Desa Tanjung Gading dan distribusinya dia menggunakan gerobak sapi," jelasnya.
"Kemudian di Pesisir Barat juga ada Pulau Pisang yang mana ombaknya besar. Lalu di Kabupaten Mesuji itu ada daerah Sumber Makmur yang merupakan perairan. Lalu kawasan perairan kita banyak, ada Pulau Legundi di Kabupaten Pesawaran kemudian Pulau Sebesi di Lampung Selatan, ada lintas suoh Kecamatan Sekincau, Lampung Barat," lanjutnya.
Dua kabupaten tersulit dalam distribusi logistik selanjutnya adalah Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Tulang Bawang.
“Ada Kota Karang di Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus, di sana juga ada kepulauan yang pemilihnya padat di Tanggamus. Lalu ada juga di Desa Sungai Burung, Kabupaten Tulang Bawang. Inilah daerah-daerah distribusi logistik yang berat," paparnya.
Selain itu, lanjut Erwan, juga terdapat satu kabupaten dengan jumlah pemilih terbesar di Provinsi Lampung. "Distribusi yang paling banyak jumlah TPS-nya dan pengelolaan tata logistiknya itu ada di Kabupaten Lampung Tengah,” ujarnya.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengakui ada belasan ribu TPS di Indonesia belum mendapatkan pengawas. "Iya. Makanya (rekrutmen pengawas TPS) kita perpanjang," kata Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, kepada wartawan pada Rabu (17/1/2024).
Bagja mengaku masih harus mengecek lebih lanjut data yang ada, guna mengetahui berapa tepatnya jumlah TPS yang sampai sekarang belum memiliki pengawas dan di mana saja sebarannya.
Menurutnya, ada sejumlah tantangan tak mudah terkait rekrutmen pengawas TPS, berkaitan dengan ketersediaan sumber daya manusia. "Pertama, tidak ada di daerah situ. Kemudian, pendidikannya tidak ada yang memenuhi (syarat minimum) SMA," ucap Bagja.
Bagja mengatakan, perpanjangan rekrutmen pengawas TPS ini akan terus dibuka hingga setidaknya satu atau dua minggu sebelum hari pemungutan suara.
Jika sampai tingkat yang ditentukan masih ada TPS yang belum memiliki pengawas, maka Bawaslu akan melakukan sejumlah langkah alternatif.
"Ada alternatif lain, misalnya dengan (merekrut) penduduk desa di sebelahnya, kan seharusnya memang (pengawas TPS merupakan warga) di daerah tersebut, tapi kalau tidak ada gimana?" katanya.
"Itu kejadiannya. Tingkat pendidikannya tidak SMA, masih SMP semua, bagaimana coba? Terus cari di lain pulau? Repot kan. Itu undang-undang terpaksa disimpangi untuk itu," lanjut Bagja.
Namun, alternatif-alternatif yang disampaikan Bagja itu belum diputuskan. Itu hanya opsi-opsi yang mungkin dilakukan. "Nanti (Tergantung) di lapangan itu, kita masih belum tahu," imbuhnya. (*)