Berdikari.co, Bandar
Lampung – Akademisi dari sejumlah kampus di Provinsi Lampung menyatakan sikap
terkait dengan iklim demokrasi Indonesia saat ini yang dinilai sudah melenceng
dan tidak baik-baik saja, pernyataan itu disampaikan lewat sebuah pertemuan
yang dihelat di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Rabu (7/2/2024).
Pernyataan sikap itu diwakilkan oleh Prof. Ari Darmastuti, dimana ia mengatakan bahwa warga masyarakat secara bersama-sama harus menjaga iklim demokrasi, kepentingan bersama, persatuan, kesatuan bangsa dan negara, di atas kepentingan individu, kelompok, dan golongan. Dan mengingatkan Presiden dan penyelenggara negara lainnya untuk netral dalam Pemilu 2024.
"Mengingatkan kepada presiden, menteri, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, penyelenggara negara lainnya, aparatur sipil negara (ASN), dan kepala desa menjaga sikap benar-benar netral dalam pemilihan umum yang adil dan demokratis di Indonesia," katanya.
Prof Ari melanjutkan, kondisi perpolitikan saat ini sedang tidak baik-baik saja, terlihat dari perilaku para politisi yang mengabaikan etika
"Situasi dan
kondisi terakhir telah menunjukkan gejala pudarnya keteladanan dan perilaku
politik yang tak memenuhi kaidah etika, sikap demokratis dan rasa
keadilan," tukasnya.
Dalam kesempatan itu, Prof. Ari mewakili akademisi yang lain menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Keprihatinan atas
pelanggaran etika yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Sebuah sikap yang
tidak berdiri di atas kepentingan masyarakat dan bangsa;
2. Pelanggaran etika
tidak hanya mencoreng citra penyelenggaraan negara yang bersih dan berwibawa, tetapi
juga merugikan dan bahkan meruntuhkan hak fundamental warga negara untuk
berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia
(luber) serta jujur dan adil (jurdil);
3. Pernyataan, sikap
dan tindakan yang merusak prinsip demokrasi dan mengancam pondasi
penyelenggaraan negara akan menimbulkan ketidakpercayaan mendalam dan
kehilangan legitimasi dalam penyelenggaraan dan hasil pemilihan umum yang
demokratis dan berkeadilan.
Prof Ari melanjutkan,
sebagai akademisi perguruan tinggi, secara nurani mereka terpanggil untuk
menyuarakan dan menyerukan;
1. Kebebasan
berpendapat wajib dihargai dan dijunjung tinggi sebagai amanat konstitusi,
sekaligus menghormati dan menghargai keragaman pilihan politik.
2. Perbedaan pilihan
dan preferensi dalam pemilihan umum, adalah sesuatu yang wajar dengan tidak
memberi tempat/ruang dan menolak kepada siapa saja yang melakukan kampanye
hitam, menyebarluaskan pesan yang tidak benar (hoaks) dan ujaran kebencian;
3. Mengoreksi pejabat dan penyelenggara negara dan memastikan tidak terjadi lagi sikap dan perilaku yang nyata-nyata sebagai pelanggaran etika, tidak demokratis, dan tidak memenuhi rasa keadilan. Dengan demikian, dapat mengembalikan dan memulihkan kepercayaan masyarakat pada proses demokrasi yang adil, jujur, dan bermartabat.
Kampus yang menyatakan sikap dalam acara itu terdiri dari Universitas Lampung (Unila), Universitas Tulang Bawang (UTB), Universitas Bandar Lampung (UBL), Universitas Saburai, Universitas Malahayati, Universitas Muhammadiyah Metro, Universitas Mitra Indonesia (Umitra). Tercatat dalam pernyataan sikap itu ada 41 akademisi yang ikut andil.(*)