Berdikari.co, Lampung Utara – Kasat Reskrim Polres Lampung
Utara, Iptu Stefanus Boyoh meminta kepada keluarga pemerkosa NA untuk
menyerahkan pelaku. Bahkan dia menjelaskan, dalam upaya membantu menyembunyikan
pelaku kejahatan ada pidana yang bisa diterapkan.
"Sudah kami datangi para keluarga dari 4
pelaku yang belum tertangkap ini. Kami mengimbau untuk kooperatif menyerahkan
para pelaku," katanya. Selasa (12/3/24) dikutip dari Detik.com.
"Kami juga sudah memberikan pemahaman kepada
pihak keluarga tentang adanya pidana dalam upaya membantu atau menyembunyikan
pelaku kejahatan. Dan itu tertuang dalam Pasal 221 KUHPidana," sambungnya.
Di lain sisi, warga yang kesal dengan ulah para pelaku
menyalurkan amarah dengan membakar gubuk tempat korban disekap dan diperkosa
selama tiga hari itu.
Gubuk tersebut merupakan milik keluarga D yang menjadi otak
pemerkosaan dan penyekapan korban NA.
"Benar, jadi itu tempat korban disekap dan diperkosa
dibakar oleh masyarakat setelah para pelaku berhasil melarikan diri saat
keluarga dan Bhabinkamtibmas serta Bhabinsa datang," kata Kasat Reskrim
Polres Lampung Utara itu.
"Itu gubuk milik keluarga D tempatnya milik
neneknya," jelasnya.
Kata Stefanus, dalam kasus ini pihaknya sudah
mengamankan 6 dari 10 pelaku. Saat ini, 4 pelaku buron masih diburu. Para
pelaku yang belum tertangkap ini masih dalam kategori di bawah umur.
"4 pelaku ini masih di bawah umur,"
ujarnya.
Sebelumnya, siswi SMP di Lampung Utara berinisial
NA disekap dan diperkosa 10 remaja dalam gubuk mirip dengan kandang hewan. Enam
dari 10 pelaku berhasil ditangkap polisi.
Adapun 6 pelaku yang ditangkap yakni AD, AP, MC, DN, RF, dan
AL. Sementara yang masih buron yakni D, H, RO, dan FB.
Peristiwa pemerkosaan yang dialami korban terjadi
di perkebunan Desa Tanjung Bar, Kecamatan Bukit kemuning, Kabupaten Lampung
Utara, (14/2/2024) sekitar pukul 14.00 WIB.
Atas perbuatannya, para pelaku terancam dijerat Pasal 81 dan atau Pasal 82 UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang.
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Umi Fadillah Astutik
menceritakan kronologi peristiwa yang dialami NA. Menurutnya, peristiwa berawal
ketika pelaku D (DPO) otak utama dalam kasus ini menjemput korban dengan dalih
akan mengantarkan korban ke tempat bermain futsal.
"Pada tanggal 14 Februari 2024 lalu sekitar pukul 14.00 WIB, korban
dijemput oleh D yang katanya akan mengantarkan korban bermain futsal. Namun di
jalan, dia malah dibawa ke sebuah gubuk," katanya, Sabtu (9/3/2024).
Ketika di gubuk, korban diajak pelaku mengonsumsi
minuman keras hingga mabuk bersama 9 pelaku lainnya yang sudah menunggu di
lokasi tersebut.
Ketika mabuk, pelaku D kemudian memperkosa korban
dengan diikuti 9 pelaku lainnya secara bergiliran.
"Pelaku D ini kemudian memperkosa korban,
korban ini dipegangi sehingga tidak bisa melawan. Perbuatan ini diikuti para
pelaku lainnya secara bergiliran," jelasnya.
Setelah melakukan aksi bejatnya, para pelaku
lantas menyekap korban selama 3 hari digubuk tersebut. Mirisnya, selama disekap
korban tidak diberi makan dan hanya diberi miras.
"Anak kami itu sudah tergeletak aja, sudah
nggak berdaya nggak dikasih makan 3 hari, cuma dikasih minuman keras aja. Dia
sudah nggak pakai baju dia lagi, dia cuma pake daster aja. Mungkin kalau hari
itu nggak ketemu anak saya ini bisa mati, nangis saya sebagai ibu melihat
kondisi putri saya ini," kata ibu NA, Leni, Minggu (10/3/2024).
Leni menerangkan, usai peristiwa itu kondisi NA
mengalami ketidakstabilan. NA dikatakan lebih banyak mengurung diri dalam kamar.
"Nggak stabil, kadang dia mau ngomong tapi
kadang tiba-tiba teriak histeris. Lebih banyak di kamar aja, takut katanya. Dia
juga pernah bilang pengen bunuh diri aja, dua kali itu, makanya sekarang harus
dijagain terus," jelasnya. (*)