Logo

berdikari Politik

Rabu, 27 Maret 2024

Sidang Perdana Sengketa Pilpres 2024 Digelar

Oleh Redaksi

Berita
Mahkamah Konstitusi (MK) saat menggelar sidang perdana sengketa Pilpres 2024 di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024). Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana sengketa Pilpres 2024, yang dihadiri delapan hakim, dan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).

Sidang dihadiri Paslon nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang dijadwalkan menyampaikan permohonannya pukul 08.00 WIB. Sedangkan pasangan nomor urut 3 Ganjar-Mahfud pukul 13.00 WIB. Selain itu, tim hukum paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka juga hadir.

"Kita mulai persidangan, persidangan PHPU 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum," kata Suhartoyo.

Dalam berkas permohonan yang diunggah di situs MK, Anies meminta Pilpres 2024 diulang. Dia juga meminta MK memerintahkan Prabowo Subianto, yang sudah dinyatakan menang berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, mengganti Cawapres saat Pilpres ulang.

Anies Baswedan mengawali sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Anies menyebut tanggung jawab demokrasi Indonesia berada di pundak para hakim MK.

Dalam paparannya, Anies berbicara di depan hakim MK terkait apakah Indonesia akan menjadi negara yang menghargai dan menghargai perjuangan konstitusi.

"Kita dihadapkan pada pertanyaan pertanyaan fundamental yang menentukan apakah Republik Indonesia yang kita cintai akan menjadi negara yang menghargai dan memperjuangkan konstitusi sebagai pilar tertinggi demokrasi kita atau rule of law, apakah kita akan mereduksi konstitusi menjadi sekadar alat untuk pelanggengan kekuasaan tanpa pengawasan (rule by law)?" tanya Anies.

Ia juga mengungkapkan jika harus ada putusan apakah akan menjadi negara yang mengakui dan menghormati hak setiap individu untuk menentukan pikiran dan menyuarakan pilihannya secara bebas dan independen yang merupakan esensi dari demokrasi.

"Atau kita justru berpaling dari prinsip tersebut dan memilih di mana suara ologarki diberi prevalensi, mengesampingkan kesejahteraan umum dan mengabaikan kepentingan nasional yang lebih luas," katanya.

Menurut Anies, Indonesia sedang menghadapi titik krusial apakah akan melanjutkan negara sebagai demokrasi yang matang, atau kembali ke bayang-bayang sebelum era reformasi.

"Bangsa dan negara kita ini sedang berada di dalam titik krusial, sebuah persimpangan yang akan menentukan arah masa depan kita. Apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita menuju kedewasaan sebagai sebuah negara demokrasi yang matang, atau kah kita akan membiarkan diri tergelincir kembali ke bayang-bayang era sebelum reformasi yang justru kita hendak jauhi," tanya Anies.

Anies mengatakan suara yang sudah diumumkan KPU tak mutlak menentukan kualitas demokrasi. "Bulan lalu, proses pemilihan umum, angka suaranya telah diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum, perlu kami garis bawahi dan kita semua sadari, bahwa angka suara tak mutlak menentukan kualitas dari demokrasi," kata Anies.

Anies mengatakan Pemilu harus dilakukan secara konsisten sejak tahap persiapan. Dia mengatakan Pemilu harus digelar dengan prinsip kebebasan, kejujuran dan keadilan, dan prinsip-prinsip tersebut bukan formalitas, bukan sekadar ada di teks.

Ia juga meengungkapkan jika Pemilu yang jujur, bebas dan adil merupakan pilar yang memberikan legitimasi kuat kepada pemerintahan yang terpilih. Karena jika tidak, maka legitimasi pemerintahan yang terpilih akan diragukan.

Dalam paparannya tersebut, Anies sempat diingatkan Ketua MK Suhartoyo soal batas durasi. Suhartoyo menyebut durasi Anies tersisa 2 menit lagi.

"Waktunya dua menit lagi," ujar Suhartoyo.

Namun setelah itu, Anies melanjutkan paparannya jika hal ini adalah titik klimaks dari sebuah proses yang panjang. Penggerogotan atas demokrasi di mana praktik-praktik intervensi dan ketaatan pada tata kelola pemerintahan secara pelan-pelan tergerus.

"Oleh karena itu yang mulia hakim mahkamah konstitusi, di hadapan yang mulia kini terbentang satu momen paling krusial dalam perjalanan demokrasi kita, di pundak yang mulia terpikul tanggung jawab yang amat besar untuk menentukan arah masa depan demokrasi kita. Apakah kita akan melangkah dalam persimpangan jalan ini menjadi sebuah dengan rule of law atau rule by law? Demokrasi yang makin mapan atau kemunduran yang sulit untuk diluruskan tahun-tahun depan," tambahnya.

Anies menyebut jika gugatannya tidak diterima, klaim kecurangan itu akan terus terjadi. Dia berbicara bahwa kecurangan akan menjadi karakter bangsa.

"Bila kita tidak lakukan langkah koreksi saat ini, maka akan menjadi preseden ke depan di setiap pemilihan di berbagai tingkat di seluruh Indonesia," ujarnya.

Kemudian, Anies juga mengatakan bahwa masyarakat tentunya mengawasi MK. Dia meminta ketegasan MK agar demokrasi di Indonesia tetap terjaga.

"Rakyat Indonesia dengan penuh perhatian mengamati keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi belakangan ini, khususnya yang berkaitan dengan penolakan perubahan jadwal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, serta keputusan penghapusan pasal pencemaran nama baik. Tindakan-tindakan ini mencerminkan ketegasan Mahkamah dalam menjaga konstitusi dan memprioritaskan kepentingan umum," ujarnya.

"Keputusan-keputusan belakangan ini kembali mendapat penghormatan dan pengakuan dari publik, dan akan dicatat dalam sejarah yang menandai Mahkamah Konstitusi sebagai benteng demokrasi yang mengutamakan akal sehat dan tidak tunduk pada keinginan, bahkan tekanan, kekuasaan," terangnya.

Untuk diketahui, sidang tersebut juga dihadiri tujuh hakim konstitusi, diantaranya, Saldi Isra, Arief Hidayat, Daniel Y P Foekh, M Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, Enny Nurbaningsih, dan Arsul Sani. Namun tidak terlihat adanya hakim Anwar Usman dalam persidangan.

Selain itu, juga hadir sejumlah advokat ternama. Tim Pembela Prabowo-Gibran di antaranya adalah Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, Hinca Pandjaitan, Hotman Paris, OC Kaligis dan yang lainnya. (*)

Editor Didik Tri Putra Jaya