Berdikari.co, Bandar Lampung - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak pembelaan (Pledoi) Terdakwa Belly Saputra, seorang penjual sate asal Palembang yang menjadi kurir Narkoba jenis sabu jaringan internasional Fredy Pratama seberat 125 Kilogram.
Hal itu terungkap saat Pengadilan Negeri Tanjungkarang menggelar persidangan dengan agenda pembacaan tanggapan JPU atas pledoi terdakwa Belly Saputra, Kamis (2/05/2024).
Dalam tanggapannya JPU Eka Aftarini mengatakan, menolak semua pembelaan yang disampaikan oleh terdakwa Belly Saputra dan tetap pada tuntutan sebelumnya, yakni dituntut hukuman mati.
"JPU menolak semua pembelaan terdakwa Belly Saputra dan tetap pada tuntutan yang mulia," kata JPU Eka Aftarini, seperti dikutip dari kupastuntas.co.
Sementara menanggapi tanggapan JPU yang menolak pledoi terdakwa Belly Saputra, selaku penasihat hukum, Tarmizi mengatakan, pihaknya juga tetap pada pembelaan terdahulu, dan meminta kepada Majelis Hakim untuk memberikan putusan seadil-adilnya.
"Tadi sudah kita dengar tanggapan JPU yang mana tetap pada tuntutannya, tentu kita harus menghormati tanggapan tersebut, tetapi kami berharap seperti pledoi yang kami bacakan pada persidangan sebelumnya yakni Majelis Hakim dapat memberikan keputusan ringan serta seadil-adilnya terhadap klien kami Belly Saputra," kata Tarmizi.
Dengan telah dibacakannya tanggapan atas pledoy terdakwa Belly Saputra, Majelis Hakim yang menangani perkara menunda persidangan dan akan digelar kembali dengan agenda pembacaan putusan Pada Kamis 16 Mei 2024 mendatang.
Sebelumnya, terhadap terdakwa Belly Saputra yang ikut terlibat dalam peredaran narkoba jaringan Internasional Fredy Pratama, oleh JPU dirinya dituntut hukuman mati.
Dalam perkara ini JPU menyatakan terdakwa telah terbukti bersalah dengan melanggar ketentuan Pasal 114 ayat (2) juntco Pasal 132 ayat (1) Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Mengulas kembali, Terdakwa Belly Saputra merupakan pegawai warung sate di daerah Betung Palembang, ditawari pekerjaan di tower Palembang oleh Iko Agus Priyono (DPO) dengan gaji Rp7 Juta.
Setelah itu lanjut Eka, terdakwa menemui Iko Agus di rumah Salman Roziq, keduanya langsung menjelaskan pekerjaan sebenarnya kepada terdakwa yakni menjadi kurir narkoba jenis sabu dengan upah Rp 15 hingga 20 Juta per kilogram.
Kemudian pada April 2019 terdakwa bersedia untuk menjadi kurir narkoba, lalu Salman Roziq mengatakan akan melapororkan terlebih dahulu kepada Muhammad Nazwar, kemudian terdakwa bertanya "jika ada apa-apa bagaimana?", Salman Roziq menjawab "Fredy Pratama pasti ngurusin kita kok".
"Setelah melakukan tahapan cukup panjang dalam kurun waktu antar September 2019 hingga September 2020, terdakwa telah berhasil menjadi kurir narkoba sebanyak 125 kilogram dan telah menerima upah dari orang suruhan Fredy Pratama (DPO) sebesar Rp2,2 Miliar," kata Eka.
Selain itu, Eka menerangkan bahwa terdawa juga merupakan seorang pemakai narkoba jenis sabu sejak 2020. (*)