Berdikari.co, Lampung
Barat - Ada tiga kabupaten di Provinsi Lampung masuk dalam 50 besar daerah
rawan terjadi bencana alam secara nasional. Diantaranya, Kabupaten Pesisir
Barat peringkat 18 daerah rawan bencana alam nasional, Lampung Timur peringkat
30 dan Lampung Barat peringkat 40.
Kepala Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lambar, Padang Priyo Utomo
mengatakan, perangkingan daerah rawan terjadi bencana alam se-Indonesia itu
berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI).
“Berdasarkan Indeks
Rawan Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2023, Kabupaten Pesisir Barat peringkat 18
(skor 189,70), Lampung Timur 30 (skor 183,20) dan Lampung Barat rangking 40
(skor 176,61) dari 500 lebih kabupaten/kota di Indonesia yang rawan terjadi
bencana alam,” jelas Padang, pada Kamis (20/6/2024).
Menurutnya, banyak
faktor yang menjadikan Kabupaten Lampung Barat rawan terjadi bencana alam
secara nasional, salah satunya letak wilayah.
Padang menjelaskan,
Lampung Barat dilewati oleh Sesar Sumatera atau Semangko. Sesar Sumatera
merupakan patahan atau sesar terbesar dan terpopuler yang ada di wilayah
Indonesia, sehingga hampir seluruh wilayah Lampung Barat beresiko tinggi
terjadi bencana alam.
Padang mengatakan,
pada periode Januari hingga pertengahan Juni 2024, di Lampung Barat sudah
terjadi 24 kali bencana alam yang mengakibatkan dua korban meninggal dunia.
Padang mengungkapkan,
bencana yang terjadi di Lampung Barat terdiri atas bencana alam dan bencana non
alam. Rinciannya, 21 kasus bencana alam dan tiga kasus bencana non alam.
Ia melanjutkan,
bencana alam yang kerap terjadi di Lampung Barat berupa tanah longsor, banjir
hingga cuaca ekstrem.
"Bencana tanah
longsor sudah terjadi tiga kali, banjir tujuh kali, cuaca ekstrem 10 kali,
gempa bumi dan erupsi satu kali. Kemudian bencana alam yang terjadi sering
dibarengi dengan pohon tumbang dan lainnya," terangnya.
Ia menjelaskan, cuaca
ekstrem yang sering terjadi di Lampung Barat berdampak terhadap sejumlah
fasilitas umum, diantaranya tanggul jebol, jembatan amblas hingga merusak
beberapa rumah warga.
"Sedangkan
bencana non alam yang terjadi biasanya adalah orang hilang dengan jumlah satu
kali kejadian, dan orang hanyut dua kali. Kejadian orang hanyut itu terjadi di
BNS dan Suoh, dua korban ditemukan meninggal," jelasnya.
Padang menerangkan,
pihaknya telah melakukan berbagai upaya menindaklanjuti permasalahan bencana
yang terjadi. Pihaknya sudah menyiagakan satgas Pusdalops di masing-masing
kecamatan hingga desa mengantisipasi terjadinya bencana.
"S etelah
menerima laporan bencana, Pusdalops PB segera berkoordinasi dengan satgas di
wilayah terdekat, aparat pekon dan masyarakat. Lalu satgas melakukan penanganan
bencana," imbuhnya.
Selain itu, pihaknya
juga telah melakukan upaya mitigasi bencana yang menyasar masyarakat maupun
pemerintah daerah. Ia mengimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
bahaya bencana.
"Karena kondisi
kerawanan tinggi yang kita hadapi tentunya perlu upaya dan kolaborasi yang
serius. Bagaimana kita melakukan upaya mitigasi dini, baik lingkungan, diri
sendiri dan keluarga terkait dengan kewilayahan," imbuhnya.
Ia juga mengingatkan
kepada masyarakat tidak membangun pemukiman di wilayah dekat tebing yang rawan
longsor dan tidak membangun pemukiman di daerah aliran sungai (DAS) yang
beresiko terkena luapan sungai jika terjadi banjir.
"Dalam membangun
permukiman juga harus melakukan pertimbangan keamanan. Karena wilayah kita
rawan terjadi gempa bumi dan memiliki resiko tinggi kerentanan terhadap
terjadinya bencana alam," imbuhnya. (*)