Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 04 Juli 2024

1.758 Pasangan Suami Istri di Lampung Bercerai, Terbanyak di Lampung Tengah 298 Kasus

Oleh ADMIN

Berita
Ilustrasi

Berdikari.co, Bandar Lampung - Sebanyak 1.758 pasangan suami istri di Provinsi Lampung mengajukan cerai dalam kurun waktu Januari hingga Mei 2024. Kasus perceraian tersebut disidangkan di 14 pengadilan agama (PA) se-Lampung.

Dari total 1.758 perkara perceraian ini, jumlah tersebut, 1.264 perkara diantaranya telah diputus oleh pengadilan agama di wilayah masih masing-masing.

"Januari sampai Mei tahun ini total yang kita terima ada 1.758 perkara cerai. Dengan rincian cerai talak sebanyak 328 perkara dan cerai gugat 1.430 perkara," kata Panitera Muda Hukum Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandar Lampung, Ismiwati, pada Rabu (3/7/2024).

Ismiwati mengatakan, dari jumlah tersebut, yang telah diputus resmi bercerai sebanyak 1.264 perkara. Rinciannya, cerai talak ada 210 perkara dan cerai gugat 1.054 perkara.

Ismiwati menjelaskan, untuk permohonan cerai gugat yang mengajukan permohonannya sang istri, sementara cerai talak diajukan oleh sang suami.

"Hampir setiap tahunnya kebanyakan yang paling dominan mengajukan cerai adalah sang istri atau cerai gugat, " ungkapnya.

Ia menjelaskan, kasus perceraian paling banyak ada di Pengadilan Agama Gunung Sugih, Lampung Tengah, ada 298 perkara (lengkap lihat tabel).

"Sementara yang paling sedikit ada di Pengadilan Agama Mesuji tercatat hanya 40 perkara terdiri dari cerai talak 7 dan cerai gugat 33 perkara," ujarnya.

Dikatakannya, penyebab perceraian banyak faktor, namun yang paling dominan adanya perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Lalu, faktor ekonomi serta meninggalkan salah satu pihak dan lain sebagainya.

Ditanya apakah ada perkara perceraian yang disebabkan adanya judi online, Ismiwati menegaskan tidak ada.

Pengamat Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Abdul Qodir Zaelani menilai, banyaknya angka perceraian di Lampung disebabkan karena belum saling memahami antara tugas suami dan istri.

"Maka untuk menekan angka perceraian diperlukan kematangan mental dan spiritual serta diperlukan kematangan dalam memahami substansi berkeluarga. Karena dalam menjalani kehidupan biduk rumah tangga terkadang penuh dengan pernak pernik dan dinamika. Selain itu, diperlukan mubadalah (kesalingan) antara suami dan istri, yakni saling memahami, saling memberi, saling menghargai, dan saling mengasihi," jelasnya.

Selanjutnya kata dia, agar tidak melalaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai suami, maka harus ada penunjang ekonomi di dalam keluarga tersebut.

"Artinya diperlukan stabilitas ekonomi dalam keluarga. Auami sebagai kepala keluarga memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Maka pekerjaan tetap suami menjadi hal penting dalam membangun keluarga. Karena kita tahu ekonomi ini menjadi faktor besar terjadinya kasus perceraian," ungkapnya.

Kemudian, kemampuan suami dalam memanajemen konflik dalam keluarga juga diperlukan. Keterbukaan dan komunikasi menjadi kunci dalam menyelesaikan konflik.

Menurutnya, harus segera diselesaikan konflik yang terjadi dalam keluarga. Jangan sampai konflik dibiarkan berlarut-larut dan terus menumpuk, karena akan menjadi bom waktu yang dapat mempengaruhi keharmonisan keluarga.

"Karena konflik dan pertengkaran yang terus menerus menjadi salah satu penyumbang terjadinya perceraian," tandasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas