Berdikari.co, Bandar Lampung
- Sebanyak 1.758 pasangan suami istri di Provinsi Lampung mengajukan cerai
dalam kurun waktu Januari hingga Mei 2024. Kasus perceraian tersebut
disidangkan di 14 pengadilan agama (PA) se-Lampung.
Dari total 1.758
perkara perceraian ini, jumlah tersebut, 1.264 perkara diantaranya telah
diputus oleh pengadilan agama di wilayah masih masing-masing.
"Januari sampai
Mei tahun ini total yang kita terima ada 1.758 perkara cerai. Dengan rincian
cerai talak sebanyak 328 perkara dan cerai gugat 1.430 perkara," kata
Panitera Muda Hukum Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandar Lampung, Ismiwati,
pada Rabu (3/7/2024).
Ismiwati mengatakan,
dari jumlah tersebut, yang telah diputus resmi bercerai sebanyak 1.264 perkara.
Rinciannya, cerai talak ada 210 perkara dan cerai gugat 1.054 perkara.
Ismiwati menjelaskan,
untuk permohonan cerai gugat yang mengajukan permohonannya sang istri,
sementara cerai talak diajukan oleh sang suami.
"Hampir setiap
tahunnya kebanyakan yang paling dominan mengajukan cerai adalah sang istri atau
cerai gugat, " ungkapnya.
Ia menjelaskan, kasus
perceraian paling banyak ada di Pengadilan Agama Gunung Sugih, Lampung Tengah,
ada 298 perkara (lengkap lihat tabel).
"Sementara yang
paling sedikit ada di Pengadilan Agama Mesuji tercatat hanya 40 perkara terdiri
dari cerai talak 7 dan cerai gugat 33 perkara," ujarnya.
Dikatakannya, penyebab
perceraian banyak faktor, namun yang paling dominan adanya perselisihan dan
pertengkaran terus menerus. Lalu, faktor ekonomi serta meninggalkan salah satu
pihak dan lain sebagainya.
Ditanya apakah ada
perkara perceraian yang disebabkan adanya judi online, Ismiwati menegaskan
tidak ada.
Pengamat Hukum
Keluarga Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Abdul Qodir Zaelani
menilai, banyaknya angka perceraian di Lampung disebabkan karena belum saling
memahami antara tugas suami dan istri.
"Maka untuk
menekan angka perceraian diperlukan kematangan mental dan spiritual serta diperlukan
kematangan dalam memahami substansi berkeluarga. Karena dalam menjalani
kehidupan biduk rumah tangga terkadang penuh dengan pernak pernik dan dinamika.
Selain itu, diperlukan mubadalah (kesalingan) antara suami dan istri, yakni
saling memahami, saling memberi, saling menghargai, dan saling mengasihi,"
jelasnya.
Selanjutnya kata dia,
agar tidak melalaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai suami, maka harus ada
penunjang ekonomi di dalam keluarga tersebut.
"Artinya
diperlukan stabilitas ekonomi dalam keluarga. Auami sebagai kepala keluarga
memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
Maka pekerjaan tetap suami menjadi hal penting dalam membangun keluarga. Karena
kita tahu ekonomi ini menjadi faktor besar terjadinya kasus perceraian,"
ungkapnya.
Kemudian, kemampuan
suami dalam memanajemen konflik dalam keluarga juga diperlukan. Keterbukaan dan
komunikasi menjadi kunci dalam menyelesaikan konflik.
Menurutnya, harus
segera diselesaikan konflik yang terjadi dalam keluarga. Jangan sampai konflik
dibiarkan berlarut-larut dan terus menumpuk, karena akan menjadi bom waktu yang
dapat mempengaruhi keharmonisan keluarga.
"Karena konflik
dan pertengkaran yang terus menerus menjadi salah satu penyumbang terjadinya
perceraian," tandasnya. (*)