Berdikari.co, Bandar Lampung - Ferdi Marzuli dituntut hukuman penjara
selama 1 tahun dan 4 bulan terkait dugaan korupsi dalam proyek pembuatan
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman (Disperkim) Kota Metro tahun anggaran 2021 sebesar Rp 391 juta.
Jaksa Penuntut Umum, Aditya Wahyu Wiratama, menyatakan bahwa Ferdi
Marzuli, yang menjabat sebagai Sekretaris dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) Pembangunan Penyediaan Sistem Pengelolaan Air Limbah Disperkim Kota
Metro, terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 3 Jo Pasal
18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
"Menyatakan dan meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman terhadap
terdakwa Ferdi Marzuli berupa pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan serta
kewajiban membayar uang denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan
penjara," kata Aditya Wahyu Wiratama dalam tuntutannya pada Senin (5/8/24)
di Pengadilan Negeri Tanjungkarang.
Penasihat hukum terdakwa, Irwan Apriyanto, menanggapi tuntutan tersebut dengan
menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan nota pembelaan secara tertulis.
Irawan mengklaim bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan oleh BPK, kliennya tidak
menerima uang atau keuntungan lainnya dari proyek tersebut.
"Untuk permohonan bebas atau ringannya nanti itu sesuai
pertimbangan, karena dari hasil BPK kemarin ia tidak menerima uang dan lain
sebagainya, yang artinya kerugian negara pada mestinya tidak pada
dirinya," kata Irwan.
Selain Ferdi Marzuli, terdapat dua terdakwa lain dalam kasus ini, yaitu
Miyanto, Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Bougenville, dan Slamet, Ketua
KSM Anggrek. Keduanya telah mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum pada
sidang sebelumnya.
Jaksa Penuntut Umum, Sherlin, menyatakan bahwa kedua terdakwa juga
terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 3 Jo Pasal 18
Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Miyanto dituntut hukuman penjara selama 1 tahun 9 bulan dan didenda
sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara. Selain itu, ia diwajibkan membayar
uang pengganti kerugian negara senilai Rp 138 juta. Jika tidak dibayar, hukuman
penjara akan ditambah 10 bulan.
Slamet juga dituntut hukuman penjara selama 1 tahun 9 bulan dan didenda
sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara. Ia diwajibkan mengembalikan uang
kerugian negara senilai Rp 104 juta subsider 10 bulan penjara.
Dalam dakwaan, dijelaskan bahwa pekerjaan pembuatan instalasi pengelolaan
air limbah di Desa Rejosari, Kecamatan Metro Timur, Utara, dan Metro pusat
telah dilaksanakan 100 persen sesuai rencana anggaran dan peraturan pelaksanaan
pekerjaan. Namun, ditemukan selisih di lapangan, termasuk markup belanja
material, pekerja penerima upah fiktif, penambahan hari kerja yang tidak
sesuai, dan penandatanganan daftar penerimaan upah pekerja seolah-olah benar
dibayarkan kepada yang berhak.
Dari nilai anggaran Rp 1,2 miliar pada tahun 2021, hasil audit BPKP
Provinsi Lampung menemukan kerugian negara sebesar Rp 391 juta. (*)