Logo

berdikari Politik

Selasa, 13 Agustus 2024

Beda Pendapat Watoni dan Mikdar Ilyas Soal Pilkada Melawan Kotak Kosong

Oleh Yudha Priyanda

Berita
Politisi PDI Perjuangan Watoni Noerdin dan Politisi Gerindra Mikdar Ilyas. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung – Perbendaan pendapat terjadi antara politisi dari PDI Perjuangan dan Gerindra Lampung mengenai fenomena Pilkada melawan kotak kosong. Politisi PDI Perjuangan, Watoni, dan politisi Gerindra, Mikdar Ilyas, mengungkapkan sudut pandang berbeda tentang potensi sejumlah Pilkada di Lampung.

Diantaranya yang akan menghadapi calon tunggal adalah seperti Musa Ahmad di Lampung Tengah, Ela Siti Nuryamah di Lampung Timur, Novriwan Jaya di Tulangbawang Barat, Nanda Indira di Pesawaran, Parosil Mabsus di Lampung Barat, dan Wahdi Siradjuddin di Kota Metro.

Watoni menilai bahwa proses demokrasi harusnya memberikan pilihan yang luas bagi rakyat, bukan kembali ke masa di mana pilihan dikekang.

“Menghadapi pilkada melawan kotak kosong sama saja seperti mengembalikan kita ke era otoriter. Setelah 32 tahun di bawah pemerintahan otoriter Soeharto, rakyat berjuang untuk reformasi dan demokrasi yang lebih baik. Pilkada melawan kotak kosong adalah kemunduran dan pembatasan hak pilih rakyat,” tegas Watoni saat diwawancarai, Selasa (13/8/2024).

Watoni juga menilai bahwa fenomena ini merupakan bagian dari strategi partai pemenang pemilu, seperti Gerindra, yang berharap kader-kadernya dapat maju melawan kotak kosong. “Ini adalah harapan dari partai pemenang yang ingin menegakkan kekuasaan mereka. Namun, sejarah menunjukkan bahwa kadang-kadang kotak kosong malah menang dalam situasi seperti ini,” tambahnya.

Di sisi lain, Mikdar Ilyas dari Partai Gerindra berpendapat bahwa Pilkada melawan kotak kosong tidak melanggar aturan yang ada. “Secara regulasi, melawan kotak kosong adalah hal yang diperbolehkan dan tidak salah. Partai politik memiliki hak untuk menilai dan memilih calon yang dianggap paling pantas untuk diusung,” jelas Mikdar.

Mikdar menjelaskan bahwa partai politik bertanggung jawab untuk memilih calon yang mereka anggap terbaik, dan mendukung calon tersebut untuk memenangkan pemilihan. “Ini adalah hal yang wajar dalam politik. Partai harus memastikan calon yang mereka usung memiliki peluang terbaik untuk menang,” imbuhnya.

Perdebatan ini mencerminkan ketegangan antara keinginan untuk melestarikan prinsip demokrasi yang lebih inklusif dan praktik politik yang dianggap strategis oleh partai-partai tertentu. (*)

Editor Sigit Pamungkas