Logo

berdikari HUKUM & KRIMINAL

Kamis, 29 Agustus 2024

Eks Kades Sriwijaya Mesuji Didakwa Korupsi Tanah Negara

Oleh Yudi Pratama

Berita
Juwadi, mantan Kepala Desa Sriwijaya, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Mesuji, saat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Kamis (29/8/2024). Foto: Yudi

Berdikari.co, Bandar Lampung - Juwadi, mantan Kepala Desa Sriwijaya, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Mesuji, menghadapi dakwaan serius terkait tindak pidana korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 3,1 miliar.

Sidang perdana kasus ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Kamis (29/8/2024), dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Menurut JPU Agung R Wibowo, Juwadi, yang menjabat sebagai Kepala Desa Sriwijaya dari 2015 hingga 2021, diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan mendaftarkan tanah negara sebagai milik pribadi.

Kasus ini berawal dari Keputusan Bupati Mesuji Nomor B/901/I.02/HK/MSJ/2015, yang mengangkat Juwadi sebagai Kepala Desa Sriwijaya.

Selama masa jabatannya, Juwadi terlibat dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tulang Bawang pada 2018.

"Juwadi mendaftarkan tanah negara eks transmigrasi seluas 444.655 meter persegi di RK 03 Desa Sriwijaya, namun bukannya atas nama pemerintah desa, melainkan atas nama dirinya sendiri, istri, anak-anak, serta beberapa perangkat desa dan tokoh masyarakat setempat," jelas JPU Agung, seperti dikutip dari kupastuntas.co.

Juwadi diduga memalsukan dokumen penting dalam proses PTSL, termasuk akta jual beli dan akta hibah.

Pemalsuan ini melibatkan perangkat desa dan tokoh masyarakat yang tercantum sebagai pemilik tanah dalam dokumen palsu tersebut.

Tanah yang didaftarkan atas nama pribadi Juwadi dan keluarganya kemudian digunakan sebagai jaminan pinjaman di Bank Mandiri.

Pada 2021, Juwadi meminta bantuan Wahyudi, Bendahara Desa Sriwijaya, untuk mengajukan pinjaman sebesar Rp 100 juta dengan jaminan sertifikat tanah atas nama Wahyudi.

Meskipun pinjaman disetujui, dana yang cair hanya sebesar Rp 74 juta, dan seluruhnya diserahkan kepada Juwadi.

Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 3.179.283.250, berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Inspektorat Kabupaten Mesuji.

Tanah negara yang semula dialokasikan untuk program transmigrasi lokal pada tahun 1981 seharusnya digunakan untuk kepentingan umum, namun kini beralih menjadi aset pribadi Juwadi.

Juwadi didakwa melanggar berbagai peraturan, termasuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1972 tentang Pokok-Pokok Transmigrasi, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Setelah mendengarkan dakwaan, Juwadi tidak mengajukan keberatan dan menerima dakwaan tersebut. Hakim Hendro Wicaksono kemudian memutuskan untuk menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda pembuktian dan pemeriksaan saksi-saksi.

"Kami akan melanjutkan sidang pada Kamis depan untuk mendengarkan keterangan dari saksi-saksi yang akan dihadirkan," ujar Hakim Wicaksono.

Dengan kerugian yang signifikan dan tuduhan berat yang dihadapi, kasus ini menjadi sorotan utama dalam penegakan hukum di Kabupaten Mesuji. (*)

Editor Didik Tri Putra Jaya