Berdikari.co, Bandar Lampung - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI
akan berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah terkait penentuan jadwal pilkada
ulang bagi daerah yang dimenangkan oleh kotak kosong. Pilkada ulang itu
diusulkan dilakukan pada 2025, alih-alih pada 2029.
"Jadi nanti mengenai pasal 54D ayat 3 UU 10/2016 itu
akan dikonsultasikan dahulu kepada pembentuk UU, DPR, dan pemerintah,"
kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik, Senin (2/9/2024) dikutip dari detik.com.
Idham menyebutkan rapat dengan DPR itu akan
diupayakan digelar dalam waktu dekat.
"Dalam waktu dekat KPU akan berkomunikasi untuk diberikan kesempatan
berkonsultasi tentang Pasal 54D ayat 3 tersebut di dalam UU Nomor
10/2016," sambungnya.
Regulasi terkait pilkada ulang itu tertuang di
Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Dalam aturan itu,
disebutkan bahwa pilkada ulang dilakukan pada tahun berikutnya atau mengikuti
jadwal keserentakan pilkada, yakni lima tahun sekali.
"Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai
dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan," demikian
bunyi Pasal 54D ayat 3 UU 10/2016.
Idham mengatakan pilkada ulang pada 2025 akan
memberi kesempatan kepada daerah untuk memiliki kepala daerah definitif tanpa
menunggu terlalu lama. Idham menyampaikan hal itu sejalan dengan tujuan
diselenggarakannya pilkada.
"Yaitu aktualisasi kedaulatan pemilih sebagai
rakyat dalam memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara
langsung," ujarnya.
Idham menjelaskan, terdapat alternatif lain
terkait pilkada ulang, yakni dilakukan sesuai dengan jadwal siklus pilkada lima
tahun sekali. Hal itu ditujukan untuk mengedepankan desain keserentakan pilkada
yang merujuk pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
"Jika alternatif kedua menjadi pilihan, maka
selama waktu menunggu dilaksanakannya pilkada di lima tahun mendatang, daerah
akan dipimpin oleh penjabat sementara," ungkap Idham.
Idham mengaku jika alternatif pilkada ulang
dilakukan pada 2029 akan menunda keinginan pemilih untuk memiliki kepala daerah
definitif. Meski begitu dia memastikan akan melakukan konsultasi terlebih dulu
untuk menentukan jadwal pilkada ulang bagi daerah yang dimenangkan kotak kosong.
"Hal tersebut nanti akan diatur dalam
Peraturan KPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dan Peraturan KPU tentang
Rekapitulasi Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan," tuturnya.
Sebelumnya, anggota Dewan Pembina Perkumpulan
untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta KPU menjadwalkan
pilkada ulang pada 2025 jika daerah dengan calon tunggal dimenangkan oleh kotak
kosong. Titi menilai, jika pilkada ulang dilaksanakan 2029, akan menghambat
proses pembangunan di daerah tersebut.
"KPU harus menjadwalkan pilkada ulang jika
calon tunggal kalah pada tahun berikutnya. Sebab, memiliki pemimpin daerah
definitif adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh negara melalui fasilitasi
KPU," kata Titi kepada wartawan, Minggu (1/9).
Titi mendorong suatu daerah dipimpin oleh pejabat
definitif. Sebab, menurut dia, Penjabat sementara memiliki keterbatasan dalam
implementasi pembangunan.
"Jika daerah dipimpin penjabat selama 5
tahun, maka akan merugikan pembangunan dan tata kelola pemerintahan daerah,
sebab Penjabat memiliki kewenangan yang terbatas dalam implementasinya bila
dibandingkan kepala daerah definitif hasil pilkada," jelasnya. (*)