Berdikari.co, Bandar Lampung - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung telah menahan DS, pemilik pekerjaan (beneficial owner) PT Kartika Ekayasa, yang diduga terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi pada proyek Pengadaan dan Pemasangan Jaringan Pipa Distribusi Sistem Pompa SPAM Bandar Lampung tahun 2019. Penahanan terhadap DS dilakukan pada Senin, 2 September 2024.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Lampung, Ricky Ramadhan, menjelaskan bahwa DS ditahan setelah memenuhi panggilan penyidik Kejati Lampung pada pukul 10.30 WIB.
DS hadir bersama penasihat hukumnya untuk menjalani pemeriksaan terkait perannya dalam proyek tersebut.
"DS menjalani pemeriksaan dengan lebih dari 50 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Selain diperiksa sebagai tersangka, DS juga menjadi saksi dalam kasus yang melibatkan beberapa tersangka lainnya, yakni SP, S, AH, dan SR, yang masing-masing memiliki peran berbeda dalam proyek ini," ungkap Ricky, seperti dikutip dari kupastuntas.co, Selasa (3/9/2024).
DS kini ditahan di Rumah Tahanan Negara Way Hui Bandar Lampung selama 20 hari ke depan, berdasarkan Surat Perintah Penahanan dari Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor: Print-08/L.8/Fd/09/2024, tertanggal 2 September 2024.
Kasus dugaan korupsi ini bermula dari penyelidikan yang dilakukan oleh tim Kejati Lampung, sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-01/L.8/Fd/04/2024, tertanggal 2 April 2024.
Dalam penyelidikan tersebut, penyidik berhasil menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan DS sebagai tersangka.
Proyek Pengadaan dan Pemasangan Jaringan Pipa Distribusi Sistem Pompa SPAM Bandar Lampung Tahun 2019 dikerjakan oleh PT Kartika Ekayasa, yang memenangkan tender dengan nilai kontrak sebesar Rp71,94 miliar.
Proyek ini dilaksanakan berdasarkan Surat Perjanjian Nomor: PU/2986/PDAM/08/XII/2019 yang ditandatangani pada 23 Desember 2019.
Selama penyelidikan, ditemukan adanya praktik manipulasi dokumen penawaran dan pengaturan pemenang tender oleh para tersangka.
Selain itu, pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak menyebabkan kekurangan volume pekerjaan, sehingga merugikan negara sebesar Rp19,8 miliar.
Kejati Lampung menegaskan akan terus mengusut tuntas kasus ini sebagai bagian dari komitmen mereka dalam memberantas tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. (*)