Logo

berdikari HUKUM & KRIMINAL

Rabu, 11 September 2024

Korupsi Dana KUR Rp 1,2 Miliar, Mantan Mantri BRI Dituntut 7 Tahun 6 Bulan Penjara

Oleh Yudi Pratama

Berita
Ari Yanto, mantan mantri Bank BRI cabang Untung Suropati Bandar Lampung, menghadapi tuntutan pidana berat dalam kasus korupsi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 1,2 miliar. Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada Rabu (11/9/2024). Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung – Ari Yanto, mantan mantri Bank BRI cabang Untung Suropati Bandar Lampung, menghadapi tuntutan pidana berat dalam kasus korupsi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 1,2 miliar. Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada Rabu (11/9/2024) menggelar sidang dengan agenda pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum.

Dalam sidang yang dipimpin oleh penuntut umum Tegar Satria, Ari Yanto dituntut dengan hukuman penjara selama 7 tahun 6 bulan. Tegar Satria menegaskan bahwa Ari Yanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam tindak pidana korupsi.

"Permohonan kami kepada majelis hakim adalah untuk menyatakan terdakwa Ari Yanto bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara selama 7 tahun 6 bulan," ujar Tegar dalam tuntutannya.

Selain hukuman penjara, Ari Yanto juga dikenakan denda sebesar Rp 300 juta dengan subsider 3 bulan penjara. Terdakwa diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1,2 miliar, yang jika tidak dibayar akan digantikan dengan hukuman tambahan selama 3 tahun 6 bulan.

Penuntut umum mengungkapkan bahwa hal yang memberatkan terdakwa adalah tindakannya yang bertentangan dengan upaya pemerintah untuk memberantas korupsi. Namun, ada hal yang meringankan, yaitu tindakan terdakwa yang telah menitipkan aset berupa rumah untuk dijual guna mengganti kerugian negara.

Ari Yanto didakwa melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999. Tindak pidana ini terjadi pada tahun 2023, di mana Ari Yanto diduga mengajukan kredit fiktif dengan merekayasa data usaha dan identitas sekitar 20 debitur untuk mendapatkan pinjaman.

Kasus ini menyoroti risiko tinggi dari penyalahgunaan wewenang dalam lembaga keuangan dan menunjukkan perlunya pengawasan ketat untuk mencegah tindakan korupsi di sektor keuangan. (*)

Editor Sigit Pamungkas