Berdikari.co, Bandar Lampung - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Puadi mengingatkan para kepala daerah, Pj kepala daerah atau calon kepala daerah, tidak melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa selama masa kontestasi Pilkada 2024.
Puadi menegaskan, jika melanggar, akan dijerat dengan pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Pemilu.
"Ancaman hukumannya jelas, yaitu pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit enam ratus ribu, atau paling banyak enam juta rupiah,” kata Puadi pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kesiapan Kepala Daerah Menjaga Netralitas Pada Pemilihan Serentak 2024, di Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Koordinator Divisi Pencegahan dan Penanganan Pelanggaran ini menuturkan, ancaman pidana penjara dan denda tersebut diharapkan bisa mengurungkan niat para calon kepala daerah dalam melibatkan ASN dalam kontestasi pemilihan.
"Mari sama-sama ciptakan iklim demokrasi yang jujur, adil, dan berintegritas. Dibutuhkan kerjasama seluruh pihak terkait untuk menciptakan tujuan tersebut,” tuturnya, seperti dikutip dari kupastuntas.co.
Dikatakan Puadi, saat ini posisi ASN berada dalam sistem yang terkoneksi dengan kepentingan politik. Dalam sistem ini terdapat hubungan sinergi antara presiden/kepala daerah dan wakilnya dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam lingkungan kerja yang saling berpengaruh.
"Kondisi ini akan akibatkan tidak netral ketika melaksanakan tugas karena sarat kepentingan. Konsep netralitas masih dirasakan belum sepenuh hati, karena untuk menjaga netralitas PNS dan terhindar dari politik praktis,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja juga mengingatkan potensi adanya pelanggaran netralitas kades untuk memenangkan calon kepala daerah tertentu pada kontestasi Pilkada serentak 2024 mendatang.
"Ada ‘PR’ kita terbaru mengenai kepala desa yang sekarang mulai digiatkan untuk kepentingan calon tertentu, calon kepala daerah tertentu," kata Bagja.
Dia mengatakan hal tersebut menjadi ‘pekerjaan rumah' (PR) bersama, termasuk Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Jadi PR nya ini bukan hanya kepala BKN, juga pak Mendagri," kata Bagja.
Bagja menuturkan pihaknya akan berkoordinasi dengan Menpan-RB terkait persoalan tersebut, sebab kepala desa bukan merupakan ASN, dan boleh menjadi anggota parpol, namun tidak boleh ikut berkampanye.
"Kami beserta Menpan-RB tentu akan melakukan koordinasi terhadap isu yang terakhir mengenai netralitas kepala desa, apakah, karena kepala desa tidak masuk dalam ASN tapi dia dilarang untuk kampanye, yang menarik seperti itu. Namun dalam rapat dengar pendapat kami, kepala desa itu boleh menjadi anggota partai politik," imbuhnya.
"Inilah yang menjadi permasalahan kita ke depan dengan catatan bahwa kepala desa walaupun bisa menjadi anggota parpol tidak boleh kampanye. Kepala desa dilarang berkampanye untuk calon kepala daerah yang akan bertarung pada pemilihan kepala daerah," sambungnya.
Bagja mengingatkan agar seluruh Bawaslu di Kabupaten/Kota berkoordinasi kepada pejabat pimpinan kepegawaian. Sehingga netralitas kepala daerah dan ASN selama pelaksanaan pilkada serentak bisa terjaga. (*)