Berdikari.co, Tanggamus - Fitra Yunistiawan, mantan Penjabat (Pj) Kepala Pekon (Desa) atau disingkat Kades Tanjung Sari, Kecamatan Bulok, Kabupaten Tanggamus, Lampung, terancam hukuman penjara selama 20 tahun akibat dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2020.
Fitra, yang juga merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif di Pemkab Tanggamus, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan.
Penetapan tersangka dilakukan oleh Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Tanggamus di Talangpadang setelah Fitra menjalani pemeriksaan intensif selama hampir enam jam pada Rabu, 18 September 2024.
Kepala Cabjari Tanggamus, Topo Dasawulan, menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari laporan masyarakat mengenai dugaan penyalahgunaan dana desa di Pekon Tanjung Sari.
"Laporan tersebut kami tindaklanjuti dengan berkoordinasi bersama Inspektorat Tanggamus. Upaya pembinaan melalui Inspektorat tidak berhasil, sehingga kami mendalami kasus ini lebih lanjut,” ungkap Topo, seperti dikutip dari kupastuntas.co.
Penyelidikan dimulai pada Juni 2024 dan setelah melalui beberapa tahap, kasus ini resmi masuk ke tahap penyidikan pada Agustus 2024. Fitra Yunistiawan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada September 2024.
"Berdasarkan audit Inspektorat, kerugian negara akibat penyelewengan dana desa oleh tersangka mencapai Rp550 juta,” jelas Topo.
Fitra diduga melakukan mark-up dalam sejumlah kegiatan serta tidak menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari dana desa kepada masyarakat, meskipun laporan pertanggungjawaban menunjukkan seolah-olah bantuan tersebut telah disalurkan.
Sebagian dana diklaim diambil oleh bendahara pekon, sementara sebagian lainnya diambil langsung oleh Fitra tanpa melibatkan bendahara.
"Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, bahkan ada kegiatan yang fiktif,” tambah Topo.
Proses penyidikan akan terus dikembangkan, dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain yang terlibat. Penyelidikan akan fokus pada penelusuran aliran dana yang mungkin melibatkan pihak lain.
Saat ini, Fitra Yunistiawan ditahan selama 20 hari di Rutan Kota Agung. Ia dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
"Penahanan dilakukan karena adanya kekhawatiran tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan ancaman hukuman di atas 5 tahun,” pungkas Topo.
Fitra Yunistiawan memilih untuk tidak memberikan keterangan saat dimintai tanggapan oleh wartawan dan langsung menuju kendaraan yang membawanya ke Rutan Kota Agung. (*)