Berdikari.co,
Bandar Lampung - Proses pemilihan Komisioner KPU Provinsi Lampung untuk periode
2024-2029 telah selesai, namun kali ini tidak ada keterwakilan perempuan di
dalamnya. Hal ini memicu perdebatan mengenai pentingnya representasi gender
dalam lembaga pemilihan umum.
Ketua Tim
Seleksi (Timsel) calon Komisioner KPU Provinsi Lampung, Siti Khoiriah,
menegaskan bahwa pihaknya telah menjalankan proses seleksi sesuai prosedur yang
berlaku. Ia menjelaskan bahwa meski upaya memperhatikan keterwakilan perempuan
telah dilakukan hingga tahap seleksi 14 besar, keputusan akhir mengenai tujuh
nama komisioner tetap menjadi kewenangan KPU RI.
"Kami
bekerja secara profesional sesuai dengan arahan KPU RI. Semua langkah telah
dilaksanakan dan hasilnya sudah kami laporkan," ungkap Siti Khoiriah di
Hotel Horison, Bandar Lampung, Sabtu (12/10/2024).
Siti
Khoiriah juga mengakui bahwa dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017, tidak
terdapat ketentuan tegas yang mewajibkan keterwakilan perempuan. Hanya ada
frasa 'memperhatikan' yang dapat ditafsirkan sesuai kepentingan masing-masing
pihak.
“Ketika
aturan lebih jelas, pelaksanaannya akan lebih mudah. Saat ini, semua dapat memberikan
tafsir sesuai kebutuhan mereka,” jelasnya.
Ia
menegaskan perlunya perubahan dalam frasa di undang-undang tersebut agar lebih
tegas dalam mendukung keterwakilan perempuan. "Saya setuju jika tidak
hanya 'memperhatikan,' tetapi juga ada kalimat yang lebih kuat, sehingga tidak
ada celah untuk debat. Ketegasan peraturan merupakan bentuk keberpihakan yang
nyata," tambahnya.
Pada Jumat,
(11/10/2024), KPU RI telah menetapkan tujuh nama Komisioner KPU Provinsi
Lampung, di antaranya adalah petahana Erwan Bustami. Proses seleksi yang
dilakukan mencakup administrasi, tes CAT, tes kesehatan, tes psikologi, dan
wawancara. Berikut adalah rincian nama-nama komisioner terpilih:
- Ahmad Zamroni
- Angga Lazuardy
- Dedi Fernando
- Ervhan Jaya
- Erwan Bustami
- Febri Indra Kurniawan
- Hermansyah
Ketiadaan
keterwakilan perempuan dalam komposisi ini kembali menyoroti pentingnya
reformasi dalam regulasi untuk menciptakan keseimbangan gender dalam lembaga
pemerintahan. (*)