Logo

berdikari Politik

Rabu, 23 Oktober 2024

Bawaslu Lampung Perketat Pengawasan untuk Antisipasi Politik Uang

Oleh ADMIN

Berita
Ketua Bawaslu Provinsi Lampung, Iskardo P. Panggar. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Bawaslu Provinsi Lampung memperketat pengawasan di lapangan untuk mengantisipasi terjadinya politik uang atau money politics menjelang hari pencoblosan pada 27 November 2024 mendatang.

Ketua Bawaslu Provinsi Lampung, Iskardo P. Panggar, mengungkapkan pentingnya penguatan kerja lapangan untuk mengantisipasi adanya temuan politik uang serta pelanggaran lainnya selama masa kampanye, termasuk keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dan anggota TNI/Polri.

Iskardo menegaskan, dugaan pelanggaran selama kampanye Pilkada 2024 harus dicermati, meskipun jika dibandingkan dengan Pemilihan 2020 yang melibatkan 8 kabupaten/kota, jumlah pelanggaran saat ini masih relatif minimal.

“Proses pencegahan yang dilakukan di lapangan harus segera dilakukan agar pelanggaran tidak terjadi pada hari pelaksanaan,” ujar Iskardo seperti dikutip dari laman website Bawaslu Lampung, pada Selasa (22/10/2024).

Ia juga memberikan apresiasi kepada para penanggung jawab lapangan (PIC) dan komisioner yang telah mengatur manajemen waktu dengan baik di daerah masing-masing.

Anggota Bawaslu Lampung, Tamri, juga menegaskan pentingnya kewajiban staf kabupaten/kota untuk melaporkan jumlah kegiatan kampanye yang diawasi.

“Para ketua dan koordinator divisi (kordiv) diharapkan mendukung penyampaian laporan ini ke Bawaslu Provinsi dan Bawaslu RI karena laporan mingguan ini sangat penting,” tegasnya.

Anggota Bawaslu Lampung lainnya, Ahmad Qohar menambahkan, staf Bawaslu harus mengirimkan laporan pengawasan setiap hari Jumat kepada pusat Bawaslu RI.

“Laporan harus disampaikan pada Jumat malam setiap minggunya, sesuai dengan permintaan Bawaslu RI,” jelas Qohar.

Ia juga  mengingatkan seluruh staf untuk tetap konsisten dalam pelaporan guna menjaga efektivitas pengawasan selama tahapan kampanye.

Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengingatkan kepada semua pihak harus menganggap politik uang sebagai kejahatan serius.

Menurut Bagja, praktik politik uang tidak hanya dilakukan oleh satu orang saja, melainkan dapat melibatkan tim kampanye atau kelompok lainnya juga.

"Politik uang kedepan saya kira harus dianggap sebagai serious crime (kejahatan serius) hampir sama dengan tindak pidana. Karena politik uang tidak bisa berdiri sendiri, tidak hanya satu orang, pasti akan melibatkan tim kampanye dan lain-lain," kata Bagja, seperti dikutip dari laman website Bawaslu RI, pada Minggu (20/10/2024).

Dia menjelaskan, Bawaslu kerap kesulitan dalam menangani pelanggaran politik uang karena masalah pembuktian. Padahal Bagja ingin pelanggaran politik uang bisa tertangkap sampai kepada aktor utamanya.

"Karena yang perlu kita cari adalah aktor utamanya (pelaku politik uang). Biasanya yang ditangkap itu aktor paling bawahnya," jelas alumni Universitas Indonesia itu.

Selain itu, khusus dalam pemilihan kepala daerah, Bagja mengungkapkan, penanganan pelanggaran politik uang lebih sulit. Pasalnya, dalam UU 10/2016 tentang Pemilih penerima politik uang juga akan turut dipidana. Jadi masyarakat akan lebih takut untuk melaporkan praktik kecurangan tersebut kepada Bawaslu.

Bagja menyebutkan dampak politik uang jangka pendek yakni pemidanaan dan sanksi administrasi. Bagi peserta pemilihan, kata dia sanksi administrasi jika terbukti lebih menakutkan daripada sanksi pidananya, ini karena dapat didiskualifikasi sebagai calon.

Sedangkan dampak jangka panjang, Bagja menyatakan praktik politik uang merupakan kemunduran dalam demokrasi. Hal lainnya, fungsi pemerintahan sebagai pelayanan publik pasti akan terganggu.

"Misalnya jalan makin rusak, fasilitas umum yang tidak memadai. Ini kan bentuk-bentuk dari adanya politik uang atau permasalahan dalam pengelolaan pemerintahan. Jadi jangan salah (mengira bahwa) praktik politik uang tidak akan berdampak apa-apa. Politik uang akan mengakibatkan APBD atau APBN yang sangat berkurang sehingga pelayanan publik terganggu," papar Bagja. (*)

Editor Sigit Pamungkas