Berdikari.co, Bandar Lampung - Bawaslu Provinsi Lampung memperketat
pengawasan di lapangan untuk mengantisipasi terjadinya politik uang atau money
politics menjelang hari pencoblosan pada 27 November 2024 mendatang.
Ketua Bawaslu Provinsi Lampung, Iskardo P. Panggar, mengungkapkan
pentingnya penguatan kerja lapangan untuk mengantisipasi adanya temuan politik
uang serta pelanggaran lainnya selama masa kampanye, termasuk keterlibatan
aparatur sipil negara (ASN) dan anggota TNI/Polri.
Iskardo menegaskan, dugaan pelanggaran
selama kampanye Pilkada 2024 harus dicermati, meskipun jika dibandingkan dengan
Pemilihan 2020 yang melibatkan 8 kabupaten/kota, jumlah pelanggaran saat ini
masih relatif minimal.
“Proses pencegahan yang dilakukan di
lapangan harus segera dilakukan agar pelanggaran tidak terjadi pada hari
pelaksanaan,” ujar Iskardo seperti dikutip dari laman website Bawaslu Lampung,
pada Selasa (22/10/2024).
Ia juga memberikan apresiasi kepada para penanggung jawab lapangan (PIC)
dan komisioner yang telah mengatur manajemen waktu dengan baik di daerah
masing-masing.
Anggota Bawaslu Lampung, Tamri, juga
menegaskan pentingnya kewajiban staf kabupaten/kota untuk melaporkan jumlah
kegiatan kampanye yang diawasi.
“Para ketua dan koordinator divisi (kordiv) diharapkan mendukung
penyampaian laporan ini ke Bawaslu Provinsi dan Bawaslu RI karena laporan
mingguan ini sangat penting,” tegasnya.
Anggota Bawaslu Lampung lainnya, Ahmad
Qohar menambahkan, staf Bawaslu harus mengirimkan laporan pengawasan setiap
hari Jumat kepada pusat Bawaslu RI.
“Laporan harus disampaikan pada Jumat malam setiap minggunya, sesuai dengan
permintaan Bawaslu RI,” jelas Qohar.
Ia juga mengingatkan seluruh staf untuk tetap konsisten dalam
pelaporan guna menjaga efektivitas pengawasan selama tahapan kampanye.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengingatkan kepada semua
pihak harus menganggap politik uang sebagai kejahatan serius.
Menurut Bagja, praktik politik uang tidak hanya dilakukan oleh satu orang
saja, melainkan dapat melibatkan tim kampanye atau kelompok lainnya juga.
"Politik uang kedepan saya kira harus dianggap sebagai serious crime
(kejahatan serius) hampir sama dengan tindak pidana. Karena politik uang tidak
bisa berdiri sendiri, tidak hanya satu orang, pasti akan melibatkan tim
kampanye dan lain-lain," kata Bagja, seperti dikutip dari laman website
Bawaslu RI, pada Minggu (20/10/2024).
Dia menjelaskan, Bawaslu kerap kesulitan dalam menangani pelanggaran
politik uang karena masalah pembuktian. Padahal Bagja ingin pelanggaran politik
uang bisa tertangkap sampai kepada aktor utamanya.
"Karena yang perlu kita cari adalah aktor utamanya (pelaku politik
uang). Biasanya yang ditangkap itu aktor paling bawahnya," jelas alumni
Universitas Indonesia itu.
Selain itu, khusus dalam pemilihan kepala daerah, Bagja mengungkapkan,
penanganan pelanggaran politik uang lebih sulit. Pasalnya, dalam UU 10/2016
tentang Pemilih penerima politik uang juga akan turut dipidana. Jadi masyarakat
akan lebih takut untuk melaporkan praktik kecurangan tersebut kepada Bawaslu.
Bagja menyebutkan dampak politik uang jangka pendek yakni pemidanaan dan
sanksi administrasi. Bagi peserta pemilihan, kata dia sanksi administrasi jika
terbukti lebih menakutkan daripada sanksi pidananya, ini karena dapat
didiskualifikasi sebagai calon.
Sedangkan dampak jangka panjang, Bagja menyatakan praktik politik uang
merupakan kemunduran dalam demokrasi. Hal lainnya, fungsi pemerintahan sebagai
pelayanan publik pasti akan terganggu.
"Misalnya jalan makin rusak, fasilitas umum yang tidak memadai. Ini kan bentuk-bentuk dari adanya politik uang atau permasalahan dalam pengelolaan pemerintahan. Jadi jangan salah (mengira bahwa) praktik politik uang tidak akan berdampak apa-apa. Politik uang akan mengakibatkan APBD atau APBN yang sangat berkurang sehingga pelayanan publik terganggu," papar Bagja. (*)