Berdikari.co, Bandar Lampung - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)
menyebut masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara merupakan tahapan yang
rawan terjadinya pelanggaran, terutama praktik politik uang atau money
politics.
Anggota Bawaslu RI, Puadi, mengimbau kepada Sentra Penegakkan Hukum Terpadu
(Gakkumdu) provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia untuk terus melakukan
koordinasi untuk mengantisipasi potensi pelanggaran yang terjadi saat masa
tenang, pemungutan dan penghitungan suara.
“Masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara merupakan tahapan
yang rawan terjadinya pelanggaran, terutama pelanggaran politik uang. Biasanya
ada oknum-oknum yang berupaya meyakinkan pemilih dengan segala cara. Salah
satunya dengan iming-iming memberi uang kepada masyarakat," kata Puadi
seperti dikutip dari laman website Bawaslu RI, pada Senin (18/11/2024).
Koordinator divisi penanganan pelanggaran, data dan informasi ini mengajak
seluruh jajaran pengawas meningkatkan kinerja pengawasan dengan melakukan
pengawasan melekat sampai tahapan Pilkada 2024 selesai.
"Pengawas harus tetap melakukan antisipasi adanya potensi pelanggaran.
Tidak boleh terlena dengan angka dan data-data yang ada di IKP. Pengawasan
tidak boleh kendur," terangnya.
Puadi mengatakan, kehadiran kejaksaan dan kepolisian dalam Sentra Gakkumdu
menutupi kelemahan Bawaslu yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan
penggeledahan dan pemaksaan dalam upaya menegakkan keadilan pemilu.
"Saya harap Sentra Gakkumdu tetap solid menjaga integritas dan
netralitas. Dalam menjalankan tugas harus sesuai dengan prinsip dan aturan yang
berlaku," ujarnya.
Sementara Bawaslu Provinsi Lampung mengarahkan seluruh jajarannya di
tingkat kabupaten dan kota untuk segera mengidentifikasi Tempat Pemungutan
Suara (TPS) yang berpotensi rawan konflik.
Langkah ini diambil sebagai bentuk antisipasi dalam memastikan Pilkada yang
aman, tertib, dan demokratis pada 2024 mendatang.
Anggota Bawaslu Provinsi Lampung, Hamid Badrul Munir menjelaskan bahwa
imbauan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Bawaslu RI Nomor 112
Tahun 2024. Edaran tersebut berisi instruksi untuk mengantisipasi potensi
gangguan selama tahapan pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilihan
gubernur, bupati, dan walikota yang akan datang.
Menurut Hamid, identifikasi TPS rawan ini menjadi langkah penting untuk
mencegah pelanggaran, kecurangan, dan gangguan yang dapat mempengaruhi hak
pilih masyarakat serta hasil pemilu.
“Jajaran pengawas pemilihan di tingkat kabupaten/kota diminta untuk
menyusun dan menyiapkan rencana pencegahan berdasarkan hasil identifikasi TPS
rawan,” kata Hamid, pada Kamis (14/11/2024).
Hamid menerangkan, ada delapan variabel utama yang harus dijadikan acuan
dalam pemetaan TPS rawan, yaitu penggunaan hak pilih, keamanan, politik uang,
politisasi SARA, netralitas, logistik, lokasi TPS, serta jaringan internet dan
listrik.
Menurut Hamid, setiap variabel mencakup indikator tertentu, di antaranya
penggunaan hak pilih termasuk keberadaan pemilih yang Tidak Memenuhi
Syarat (TMS), pemilih tambahan, hingga riwayat TPS yang pernah menggunakan
sistem Noken atau pemungutan suara ulang.
Lalu, keamanan yang mencakup faktor-faktor seperti riwayat kekerasan,
intimidasi kepada pemilih atau petugas, serta potensi penolakan penyelenggaraan
pemungutan suara.
Indikator lainnya, politik uang dan politisasi SARA yang mencakup
terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya di sekitar TPS yang
dapat memengaruhi pilihan pemilih.
Selanjutnya indikator netralitas petugas TPS dan pihak-pihak terkait,
termasuk ASN, TNI/Polri, serta perangkat desa, dalam menjaga keseimbangan dan
objektivitas selama proses pemungutan suara.
Indikator lainnya yakni logistik yang perlu mendapatkan perhatian
seperti keterlambatan, kekurangan, atau kerusakan logistik yang sebelumnya
pernah terjadi.
Lalu, indikator jaringan internet dan listrik, jangan sampai ada kendala
yang dapat mempengaruhi kelancaran penghitungan suara.
Hamid menjelaskan, instruksi ini juga menguraikan tugas pengawas di setiap
tingkatan. Pengawas pemilihan di tingkat desa/kelurahan bertanggung jawab
mengidentifikasi dan mengumpulkan data serta mengisi formulir manual TPS rawan.
“Hasilnya kemudian akan diverifikasi dan direkap oleh pengawas pemilihan di
tingkat kecamatan, sebelum akhirnya diserahkan kepada Bawaslu kabupaten/kota.
Bawaslu kabupaten/kota bertanggung jawab memastikan data pemetaan diisi dengan
akurat dan melakukan publikasi hasil analisis,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa kolaborasi aktif antara seluruh jajaran pengawas pemilu
dan stakeholder terkait diperlukan untuk mensukseskan upaya pencegahan potensi
pelanggaran di TPS.
“Dengan adanya identifikasi ini, diharapkan potensi pelanggaran dapat diminimalkan
dan pelaksanaan pemilu di Lampung dapat berlangsung aman serta demokratis,”
ujarnya.
Ketua Bawaslu Provinsi Lampung, Iskardo P. Panggar, menambahkan bahwa
Bawaslu berkomitmen untuk mencegah potensi kerawanan, terutama di wilayah yang
dianggap rawan seperti Lampung Tengah, Pesawaran, dan Lampung Timur.
Ia menjelaskan, Bawaslu juga meningkatkan pengawasan partisipatif dengan
mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghindari politik uang, serta
memberikan panduan tegas kepada paslon terkait aturan kampanye.
"Bawaslu akan terus menjaga netralitas dan berperan independen dalam memastikan Pilkada berjalan lancar," tutup Iskardo. (*)