Berdikari.co, Bandar Lampung - Opsen pajak kendaraan bermotor sebesar 66 persen resmi diterapkan di Provinsi Lampung pada 5 Januari 2025. Pemilik kendaraan bermotor semakin terbebani, karena harus membayar pajak lebih mahal dibandingkan sebelumnya.
Suasana Kantor Samsat Rajabasa, Bandar Lampung, pada Selasa (7/1/2025), tampak sedikit berbeda dari biasanya. Ini adalah hari kedua pasca penerapan opsen pajak kendaraan bermotor di Provinsi Lampung.
Sejumlah warga yang akan membayar pajak kendaraan bermotor dibuat terkejut dengan adanya kenaikan pajak yang cukup besar.
Hal itu terjadi sebagai dampak penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar 66 persen. Opsen pajak kendaraan diterapkan sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Ada dua opsen pajak yang kini harus dibayar oleh pemilik kendaraan. Yakni, opsen PKB yang wajib dibayar pemilik kendaraan pada setiap tahun, dan opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang dibayar saat membeli kendaraan baru.
Alvin, warga Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung, mengaku tidak mengetahui adanya kebijakan baru tersebut saat akan membayar pajak kendaraannya di Kantor Samsat Rajabasa.
"Tidak ada sosialisasi. Tadi pas bayar juga tidak ada penjelasan tentang opsen PKB dan BBNKB. Seharusnya ini disosialisasikan dengan baik agar masyarakat tidak bingung," kata Alvin saat ditemui di Kantor Samsat Rajabasa, pada Selasa (7/1/2025).
Alvin mengungkapkan, ia membayar pajak kendaraan bermotor jenis Colt Diesel FE 74 S tahun 2018 dengan rincian pajak sebesar Rp3.264.000, SWDKLLJ Rp179.400, ditambah opsen PKB sebesar Rp2.154.438.
"Saat bayar pajak di STNK sudah tertera opsen pajak sekitar Rp2 jutaan lebih. Saya cukup kaget dan merasa terbebani. Karena selama ini belum pernah dijelaskan sebelumnya," ungkapnya.
Menurutnya, adanya tambahan opsen PKB ini cukup memberatkan karena harus ada tambahan biaya yang harus dikeluarkan.
“Bagaimana gak kaget, biasanya bayar pajak paling besar Rp3,5 juta. Tahun ini bisa sampai Rp5 jutaan lebih. Jadi semakin memberatkan pemilik kendaraan,” ujarnya.
Dayat, warga Kemiling, Bandar Lampung, juga mengaku dibuat kaget dengan adanya tambahan biaya untuk bayar opsen pajak kendaraan bermotor.
“Biasanya untuk Avanza tahun 2010 saya hanya bayar pajak sebesar Rp1,4 juta. Tapi tadi saya dibuat kaget harus bayar sekitar Rp2,3 juta. Jadi ada tambahan sekitar Rp900 ribu lebih untuk bayar opsen pajak kendaraan bermotor,” kata Dayat.
Menurutnya, kebijakan opsen PKB dan opsen BBNKB ini kurang tepat jika diterapkan saat ini. Karena rakyat saat ini dihadapkan pada kondisi perekonomian yang cukup sulit.
“Saya khawatirnya maksud pemda awalnya ingin menaikan pendapatan pajak kendaraan dengan kebijakan opsen PKB ini, takutnya malah sebaliknya. Justru akan semakin banyak pemilik kendaraan yang malas bayar pajak. Jadikan pemasukan pajak kendaraan bermotor justru akan semakin turun,” ungkapnya.
Bukan hanya membebani masyarakat, penerapan opsen pajak kendaraan juga bisa mengancam penjualan kendaraan bermotor baru.
Pengusaha rental mobil di Bandar Lampung juga mengeluhkan adanya opsen pajak kendaraan bermotor.
Fadillah Ardi Maulana (29), seorang pengusaha rental di Bandar Lampung mengaku, merasa keberatan dengan adanya opsen pajak kendaraan tersebut.
"Kami selaku pengusaha rental mobil tentu merasa keberatan dengan adanya opsen pajak ini. Karena pajak tahunan saja yang kami bayarkan sudah besar. Misal untuk jenis SCGC kami bayar 2 jutaan," katanya.
Ia mengungkapkan, pihaknya berencana melakukan penyesuaian atau menaikan tarif sewa mobil rentalnya kepada konsumen.
"Kedepan tentu akan kita bahas terkait dengan penyesuaian tarif sewa. Harapannya juga keinginan masyarakat untuk menyewa kendaraan tidak mengalami penurunan," jelasnya.
Pengusaha rental mobil lainnya, Prayoga mengatakan, saat ini memiliki 150 unit kendaraan rental yang disewakan kepada masyarakat termasuk pemerintah daerah.
Prayoga mengatakan, opsen pajak kendaraan menambah beban pengusaha rental mobil. "Alhamdulillah kita tertib dalam membayar pajak demi kenyamanan masyarakat yang menyewa. Dan adanya opsen ini tentunya sangat terasa sekali dampaknya bagi kami," ungkapnya.
Ia berharap, pemerintah daerah gencar melakukan sosialisasi termasuk cara penghitungan besaran opsen pajak yang harus dibayar.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menyatakan kebijakan ini berpotensi menekan penjualan kendaraan bermotor, terutama mobil baru.
"Kebijakan ini harus dipertimbangkan dengan matang agar tidak berdampak buruk pada pasar otomotif," ungkap Kukuh seperti dikutip dari website resmi milik Gaikindo, Selasa (7/1/2025).
Kukuh mengatakan, dengan adanya kenaikan pajak bermotor di daerah diprediksi dapat menurunkan penjualan kendaraan baru hingga mendekati situasi saat pandemi Covid-19.
"Yang jelas, jika terjadi kenaikan pajak di daerah maka dikhawatirkan penjualan mobil nasional bisa turun mendekati kondisi ketika pandemi Covid-19 silam," kata dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Sigit Kumala, turut menyampaikan kekhawatirannya.
Menurutnya, kebijakan opsen pajak, ditambah kenaikan PPN menjadi 12 persen, dapat mengurangi daya beli masyarakat dan berdampak pada penjualan sepeda motor nasional.
"Sebelum kebijakan ini, kami memperkirakan penjualan sepeda motor di Indonesia pada 2025 berada di angka 6,4 juta hingga 6,7 juta unit. Namun, dengan adanya perubahan kebijakan ini maka perlu ditinjau lagi," kata Sigit.
Ia berharap, adanya pemberian insentif yang diberikan oleh pemerintah daerah agar dapat mengurangi dampak kebijakan opsen pajak.
"Harapannya insentif tersebut dapat membantu menjaga stabilitas pasar dan mengurangi kenaikan beban pajak. Kami berharap pemberian insentif dapat menjaga agar kenaikan opsen pajak tak mencapai empat sampai tujuh persen," ujarnya. (*)
Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Rabu 08 Januari 2025, dengan judul "Opsen Pajak Kendaraan Tambah Beban Warga"