Berdikari.co, Bandar Lampung - Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mencatat
sepanjang tahun 2024 sebanyak 9.096 warga didaerah setempat terkena Demam
Berdarah Dengue (DBD).
"Jumlah kasus DBD di Provinsi Lampung pada bulan Januari hingga
Desember 2024 sebanyak 9.096 kasus," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung Edwin Rusli saat dimintai keterangan, Selasa (14/1/2025).
Edwin merincikan jumlah kasus tersebut berada di Kabupaten Mesuji 202
orang, Tulang Bawang 209 orang, Pesisir Barat 267 orang, Lampung Selatan 282
orang, Way Kanan 385 orang.
Kemudian Tanggamus 386 orang, Bandar Lampung 422 orang, Pesawaran 491
orang, Tulangbawang Barat 680 orang, Lampung Barat 712 orang, Pringsewu 723
orang, Metro 725 orang.
"Selanjutnya Lampung Timur 732 orang dan kasus paling tinggi ada di
Lampung Tengah dengan jumlah kasus 1.182 orang dan Lampung Utara dengan jumlah
kasus 1.698 orang," jelasnya.
Sementara itu untuk kasus kematian sendiri sepanjang tahun 2024 sebanyak 28
orang. Dengan rincian Lampung Selatan dan Bandar Lampung masing-masing 1 kasus.
"Kemudian Mesuji, Pesawaran dan Way Kanan masing-masing 2 kasus.
Pesisir Barat, Pringsewu dan Lampung Tengah masing-masing 3 kasus. Lampung
Timur 4 kasus dan Lampung Utara 7 kasus," jelasnya.
Pada kesempatan tersebut Edwin mengimbau kepada seluruh masyarakat Lampung
untuk dapat melaksanakan gerakan serentak pencegahan dan pengendalian DBD.
"Masyarakat seperti melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan cara
menguras, menutup, mendaur ulang secara berkelanjutan setiap minggu,"
jelasnya.
Selain itu masyarakat juga penting untuk mengenali tanda-tanda dan gejala
awal DBD. Seperti mendadak panas tinggi, tampak lemah dan lesu.
"Kemudian terjadi nyeri ulu hati dan belakang bola mata, pada umumnya
tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti gigitan nyamuk," tuturnya.
Sementara itu Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Deni Ribowo mengatakan,
jika fasilitas pelayanan kesehatan pada tingkat pertama harus cepat tanggap
dalam menangani DBD.
"Fasilitas utama yaitu Puskesmas harus cepat tanggap dalam menangani
pasien DBD. Kemudian mereka melakukan fogging dengan cepat," jelasnya.
Namun ia mengatakan jika proses birokrasi yang panjang seringkali
memperlambat penanganan pasien, padahal DBD memerlukan tindakan cepat untuk
mencegah kondisi yang lebih parah.
"Jika lebih dari 5 hari, kondisi pasien bisa sangat kritis. Jika
Puskesmas tidak cepat melakukan tindakan seperti fogging, penyebaran penyakit
ini bisa meluas ke warga lainnya," ujarnya.
Ia menjelaskan jika pentingnya upaya preventif melalui penyuluhan kepada
masyarakat, khususnya tentang bahaya DBD, terutama selama musim hujan yang
meningkatkan potensi genangan air.
"Sehingga puskesmas dapat lebih proaktif dalam memberikan pelayanan,
termasuk melakukan penyuluhan yang lebih intensif bersama Kelurahan dan RT
setempat," tuturnya.
Dia juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas akreditasi Puskesmas,
agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan cepat.
"Kehadiran Puskesmas yang lebih responsif dan aktif dalam pencegahan
DBD melalui fogging dan penyuluhan kepada masyarakat diharapkan dapat
mengurangi risiko penyebaran penyakit ini dan meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat," tutupnya. (*)