Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Kebijakan Publik Fisip Universitas
Lampung, Dedi Hermawan, menilai ada yang tidak beres dalam pengelolaan keuangan
di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, sehingga terjadi tunggakan pembayaran
Dana Bagi Hasil (DBH) tahun 2024.
"Mencermati kondisi seperti ini, ada benarnya pendapat umum yang
mengatakan kondisi Pemprov Lampung tidak sehat. Menumpuknya hutang-hutang
kepada pemkab/pemkot dan pihak ketiga memperlihatkan adanya masalah serius
dalam kepemimpinan dan manajemen selama ini," kata Dedi, Selasa
(14/1/2025).
Menurut Dedi, hal ini menunjukkan potret organisasi yang tidak sehat,
dengan hutang di berbagai tempat dan tanpa peta jalan yang konkret untuk
menyelesaikan masalah yang telah mengendap lama.
"Sebaiknya, skenario penyelesaian hutang ini dimatangkan terlebih
dahulu dan kemudian dikomunikasikan dengan pihak-pihak terkait," saran
Dedi.
Ia juga menekankan pemerintah daerah harus mengelola anggaran dengan
prinsip efektif dan efisien, serta tidak sembarangan dalam mengambil keputusan.
"Tentunya perlu dilakukan efisiensi besar-besaran, seperti memangkas
berbagai kegiatan yang tidak prioritas," jelasnya.
Dedi menerangkan, penyelesaian hutang ini menjadi tanggung jawab gubernur
dan wakil gubernur Provinsi Lampung yang baru untuk mencari solusi yang paling
konkret.
"Ini menjadi tugas gubernur dan wagub yang baru. Mereka harus 'cuci
piring' dari buruknya pengelolaan pemerintahan selama ini. Efisiensi adalah
langkah jangka pendek yang dapat diambil untuk menyelesaikan berbagai
hutang," imbuhnya.
Dedi mengatakan, hutang DBH Pemprov Lampung tahun 2024 kepada 15 pemda
kabupaten/kota harus menjadi prioritas penyelesaian di tahun 2025. Jika tidak,
ada risiko terganggunya alokasi anggaran untuk pembangunan.
"Hutang DBH Pemprov Lampung tahun 2024 ke pemda kabupaten/kota harus
menjadi prioritas untuk diselesaikan, karena statusnya adalah hutang. Karena
akibatnya anggaran pembangunan berpotensi terganggu," kata Dedi.
Dedi menyarankan agar perencanaan pembangunan tahun 2025 ditinjau kembali
untuk memastikan efisiensi penggunaan anggaran.
"Menurut saya, perlu dilakukan review pada perencanaan pembangunan di
tahun 2025. Selain itu, pendanaan harus lebih efisien, termasuk memangkas atau
mengalihkan anggaran ke prioritas pembangunan sesuai dengan janji politik
gubernur terpilih," jelas Dedi.
Menurut Dedi, masalah hutang DBH yang terjadi pada tahun 2024 menunjukkan
adanya kelemahan dalam perencanaan anggaran.
"Ada ketidakcermatan dalam merencanakan kegiatan pembangunan, sehingga terjadi gagal bayar yang akhirnya menjadi beban tahun berikutnya. Oleh karena itu, anggaran tahun berikutnya harus mengantisipasi hal ini, salah satunya dengan efisiensi anggaran," katanya. (*)