Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 15 Januari 2025

DBH Nunggak, Pengelolaan Keuangan Pemprov Lampung Tidak Beres

Oleh ADMIN

Berita
Pengamat Kebijakan Publik Fisip Universitas Lampung, Dedi Hermawan. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Kebijakan Publik Fisip Universitas Lampung, Dedi Hermawan, menilai ada yang tidak beres dalam pengelolaan keuangan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, sehingga terjadi tunggakan pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) tahun 2024.

"Mencermati kondisi seperti ini, ada benarnya pendapat umum yang mengatakan kondisi Pemprov Lampung tidak sehat. Menumpuknya hutang-hutang kepada pemkab/pemkot dan pihak ketiga memperlihatkan adanya masalah serius dalam kepemimpinan dan manajemen selama ini," kata Dedi, Selasa (14/1/2025).

Menurut Dedi, hal ini menunjukkan potret organisasi yang tidak sehat, dengan hutang di berbagai tempat dan tanpa peta jalan yang konkret untuk menyelesaikan masalah yang telah mengendap lama.

"Sebaiknya, skenario penyelesaian hutang ini dimatangkan terlebih dahulu dan kemudian dikomunikasikan dengan pihak-pihak terkait," saran Dedi.

Ia juga menekankan pemerintah daerah harus mengelola anggaran dengan prinsip efektif dan efisien, serta tidak sembarangan dalam mengambil keputusan.

"Tentunya perlu dilakukan efisiensi besar-besaran, seperti memangkas berbagai kegiatan yang tidak prioritas," jelasnya.

Dedi menerangkan, penyelesaian hutang ini menjadi tanggung jawab gubernur dan wakil gubernur Provinsi Lampung yang baru untuk mencari solusi yang paling konkret.

"Ini menjadi tugas gubernur dan wagub yang baru. Mereka harus 'cuci piring' dari buruknya pengelolaan pemerintahan selama ini. Efisiensi adalah langkah jangka pendek yang dapat diambil untuk menyelesaikan berbagai hutang," imbuhnya.

Dedi mengatakan, hutang DBH Pemprov Lampung tahun 2024 kepada 15 pemda kabupaten/kota harus menjadi prioritas penyelesaian di tahun 2025. Jika tidak, ada risiko terganggunya alokasi anggaran untuk pembangunan.

"Hutang DBH Pemprov Lampung tahun 2024 ke pemda kabupaten/kota harus menjadi prioritas untuk diselesaikan, karena statusnya adalah hutang. Karena akibatnya anggaran pembangunan berpotensi terganggu," kata Dedi.

Dedi menyarankan agar perencanaan pembangunan tahun 2025 ditinjau kembali untuk memastikan efisiensi penggunaan anggaran.

"Menurut saya, perlu dilakukan review pada perencanaan pembangunan di tahun 2025. Selain itu, pendanaan harus lebih efisien, termasuk memangkas atau mengalihkan anggaran ke prioritas pembangunan sesuai dengan janji politik gubernur terpilih," jelas Dedi.

Menurut Dedi, masalah hutang DBH yang terjadi pada tahun 2024 menunjukkan adanya kelemahan dalam perencanaan anggaran.

"Ada ketidakcermatan dalam merencanakan kegiatan pembangunan, sehingga terjadi gagal bayar yang akhirnya menjadi beban tahun berikutnya. Oleh karena itu, anggaran tahun berikutnya harus mengantisipasi hal ini, salah satunya dengan efisiensi anggaran," katanya. (*)

Editor Sigit Pamungkas