Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 15 Januari 2025

KPPU Ungkap Ada 4 Perusahaan Besar Kuasai Pembelian Singkong 75 Persen di Lampung

Oleh ADMIN

Berita
Kepala KPPU Kantor Wilayah II, Wahyu Bekti Anggoro. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah II mengungkap ada empat perusahaan atau pelaku usaha besar menguasai pembelian ubi kayu atau singkong di atas 75 persen di Provinsi Lampung.

Kepala KPPU Kantor Wilayah II, Wahyu Bekti Anggoro, mengatakan, sejak akhir November 2024 pihaknya telah mengundang pelaku usaha tapioka untuk didengar keterangannya menyikapi harga singkong yang terus turun di Provinsi Lampung.

"Kami telah menyampaikan permintaan data kepada perusahaan tapioka yang teridentifikasi masih aktif melakukan kegiatan usaha. Dimana sedikitnya 45 pelaku usaha masih aktif di Lampung," kata Wahyu, Selasa (14/1/2025).

Wahyu mengungkapkan, setelah mendengarkan keterangan dari beberapa produsen, KPPU mendapatkan keterangan bahwa permasalahan turunnya harga beli ubi kayu saat ini merupakan dampak dari permasalahan penjualan produk output yaitu tepung tapioka.

"Produsen tapioka yang telah didengar keterangannya menyampaikan bahwa saat ini pelaku usaha sulit bersaing harga dengan produk tepung tapioka impor," jelasnya.

Ia mengatakan, harga jual tapioka impor saat ini sudah sama dengan biaya produksi atau Harga Pokok Penjualan (HPP) tapioka dari produsen lokal.

"Selanjutnya kami melakukan pendalaman dengan melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah yang memiliki kewenangan dalam melakukan pencatatan impor," tuturnya.

Ia menerangkan, KPPU akan melakukan analisis data ekonomi untuk mengkonfirmasi kesesuaian antara keterangan pelaku usaha dengan hasil anlisis data.

"KPPU juga sudah menyiapkan beberapa alternatif yang bisa kami lakukan berdasarkan kompetensi absolute KPPU. Jika hasil kajian kami mengkonfirmasi adanya hambatan persaingan usaha akibat dari tapioka impor," jelasnya.

Menurut Wahyu, pihaknya terbuka jika terdapat masyarakat atau stakeholder yang mengetahui adanya potensi hambatan persaingan usaha dalam tata niaga ubi kayu dan tepung tapioka.

Wahyu mengatakan, kajian yang dilakukan oleh KPPU pada tahun 2021 menunjukkan bahwa struktur pasar pada industri ubi kayu dan tapioka di Provinsi Lampung berada pada struktur pasar oligopoli pada penjualan tapioka dan oligopsoni pada pembelian bahan baku ubi kayu.

“Meskipun pada tahun 2021 terdapat 71 pabrik tapioka di Provinsi Lampung, akan tetapi penguasaan pasar dari 4 pelaku usaha terbesar dapat menguasai konsentrasi rasio di atas 75 persen,” ujarnya.

"Secara teori bahwa Industri yang berada pada struktur oligopoli memiliki potensi hambatan persaingan usaha yang tinggi, sehingga KPPU mengintensifkan pengawasan pada industri yang berada pada struktur pasar oligopoli seperti ubi kayu dan tepung tapioka," lanjutnya.

Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Lampung, Samsudin, mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Lampung Nomor 7 Tahun 2025 tertanggal 13 Januari 2025 tentang Pembinaan Petani dan Monitoring Harga dan Kualitas Ubi Kayu di Provinsi Lampung.

Surat edaran ini menegaskan pentingnya pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kesepakatan harga singkong serta mengatur beberapa poin strategis yang sudah disepakati.

Kesepakatan itu ada 4 poin, yaitu pembinaan dan monitoring harga serta kualitas ubi kayu di lapak dan perusahaan.

Lalu, pelaksanaan tera ulang timbangan di seluruh lapak dan perusahaan. Kemudian, pengembangan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah ubi kayu, seperti produk Mocaf dan turunan lainnya. Terakhir, penegakan sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar kesepakatan.

Pj Gubernur Lampung, Samsudin, juga menginstruksikan kepada seluruh Bupati/Walikota di Provinsi Lampung untuk mengawasi implementasi harga singkong Rp 1.400/kg di wilayah masing-masing.

“Dengan adanya surat edaran ini, kami harap kesejahteraan petani singkong meningkat dan Lampung semakin kokoh sebagai sentra penghasil dan pengolah ubi kayu di tingkat nasional,” tulis dalam surat edaran Pj Gubernur Lampung Samsudin itu.

Surat edaran ini turut ditembuskan kepada berbagai pihak, diantaranya Ketua DPRD Provinsi Lampung, Kapolda Lampung, Danrem 043/Gatam, dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota se-Lampung.

Sebelumnya diberitakan, ribuan petani singkong dari tujuh kabupaten di Lampung melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur dan DPRD Lampung, Senin (13/1/2025). Para petani marah lantaran perusahaan tidak menepati kesepakatan pembelian singkong seharga Rp1.400 per kilogram dengan rafaksi maksimal 15 persen.

Aksi dimulai sekitar pukul 08.30 WIB di Lapangan Korpri Kantor Pemprov Lampung. Meski diguyur hujan, massa dari Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Tulang Bawang, Way Kanan, Tulangbawang Barat, dan Mesuji, tetap bertahan menyuarakan tuntutan mereka.

Dalam orasinya, petani menyatakan selama ini perusahaan singkong tidak pernah membeli ubi kayu sesuai kesepakatan yang ditetapkan Pj Gubernur Lampung Samsudin saat bertemu para pengusaha sebesar Rp1.400 per kilogram dengan rafaksi atau potongan maksimal 15 persen.

"Kami datang ke sini dari berbagai kabupaten untuk menuntut pelaksanaan kesepakatan harga singkong. Ternyata, kesepakatan yang dibuat oleh Gubernur tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan," kata seoran petani saat menyampaikan orasinya.

"Harga yang ditetapkan Rp1.400 dengan potongan 15 persen tidak pernah diterapkan oleh perusahaan. Kenyataannya potongan dinaikan jadi 30 persen dengan harga tetap Rp1.400 per kilogram. Perusahaan tidak mematuhi aturan," lanjutnya.

Ia berharap, Pemprov Lampung dapat lebih tegas dalam menjalankan kesepakatan harga singkong tersebut. (*)

Editor Sigit Pamungkas