Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 16 Januari 2025

Walhi: 375.928 Hektar Hutan di Lampung Sudah Rusak

Oleh ADMIN

Berita
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung mengungkap kerusakan hutan di Lampung telah mencapai 375.928 hektar, dari total luas hutan 1.004.735 hektar atau setara dengan 37,42 persen.

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, mengatakan kondisi kawasan hutan di Provinsi Lampung semakin memprihatinkan.

“Berdasarkan data Walhi Lampung, hingga Desember 2019 kerusakan hutan di Lampung telah mencapai 375.928 hektar dari total luas 1.004.735 hektar atau setara dengan 37,42 persen,” kata Irfan, Rabu (15/1/2025).

Irfan menjelaskan, salah satu faktor utama yang menyebabkan degradasi lingkungan hutan adalah banyaknya kawasan hutan yang diduduki dan dikelola oleh warga secara ilegal, serta konversi sebagian hutan menjadi kawasan produksi yang dikelola perusahaan. 

Irfan mengungkapkan, untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah sebenarnya telah menerapkan skema kehutanan sosial yang memberikan akses legal kepada masyarakat yang sudah terlanjur mengelola kawasan hutan.

"Hingga kini sekitar 207.000 hektar lahan telah masuk dalam program tersebut. Namun tantangan besar masih terjadi di lapangan. Banyak masyarakat yang enggan mengurus izin resmi dalam skema kehutanan sosial. Sebagian warga justru menginginkan adanya pelepasan kawasan hutan agar dapat dikelola sepenuhnya oleh masyarakat tanpa campur tangan regulasi pemerintah,” paparnya. 

Irfan mengatakan, permasalahan utamanya adalah belum semua masyarakat memiliki izin perhutanan sosial. Selain itu, masih ada banyak warga yang menolak mengikuti prosedur ini dengan harapan kawasan tersebut dilepaskan sepenuhnya.

Menurut Irfan, kerusakan hutan yang terus terjadi membawa dampak serius terhadap ekosistem. Hilangnya tutupan pohon dalam jumlah besar mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap air, yang pada akhirnya dapat memicu bencana seperti banjir dan longsor.

Selain itu, lanjut dia, kerusakan ekosistem ini juga berdampak pada penurunan kualitas tanah dan perubahan iklim mikro di kawasan tersebut. 

"Dengan hilangnya tutupan pohon, tanah menjadi lebih rentan terhadap erosi, kemampuan menyerap air menurun, dan tentu saja berdampak pada perubahan ekosistem secara menyeluruh," ujar Irfan. 

Irfan menyatakan, sekitar 70% kerusakan hutan di Lampung terjadi pada kawasan hutan produksi. Hutan produksi adalah kawasan yang ditujukan untuk kegiatan komersial seperti perkebunan dan penebangan kayu yang dikelola perusahaan. 

“Meski bertujuan untuk ekonomi, pengelolaan yang tidak berkelanjutan dan minimnya pengawasan mengakibatkan tingginya laju deforestasi,” imbuhnya.

Menurut Irfan, penting bagi pemerintah untuk menertibkan pengelolaan hutan produksi agar tidak semakin memperparah kerusakan ekosistem. 

Masih kata Irfan, persoalan lain yang turut menjadi sorotan adalah banyaknya desa yang berada di dalam kawasan hutan. Desa-desa tersebut sering kali sudah lama berdiri sebelum adanya penetapan batas kawasan hutan secara resmi. Akibatnya, terjadi konflik antara masyarakat dengan pihak berwenang yang ingin menertibkan kawasan tersebut. 

"Keterlanjuran desa di dalam kawasan hutan ini menjadi persoalan yang cukup kompleks. Banyak desa yang terlanjur berdiri di kawasan tersebut dan berpotensi mempercepat laju kerusakan hutan," kata Irfan. 

Untuk mengatasi kondisi tersebut, Irfan menekankan adanya upaya restorasi kawasan hutan secara berkelanjutan. Salah satu langkah yang disarankan adalah memperluas cakupan program kehutanan sosial dengan pendekatan yang lebih inklusif, memberikan edukasi, serta pendampingan kepada masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan. 

Irfan juga menegaskan, pentingnya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang merusak kawasan hutan, termasuk perusahaan yang melakukan eksploitasi berlebihan di kawasan hutan produksi. 

"Kami berharap ada kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan untuk memulihkan kondisi hutan Lampung. Program kehutanan sosial yang ada perlu diperluas dengan pendekatan yang lebih adil bagi masyarakat," ujar Irfan. (*)

Editor Sigit Pamungkas