Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Jumat, 17 Januari 2025

KPPU: Empat Pabrik Singkong di Lampung Impor Tapioka 59.050 Ton

Oleh Siti Khoiriah

Berita
Kepala Kantor KPPU Wilayah II, Wahyu Bekti Anggoro. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah II terus melakukan kajian terkait dengan rendahnya harga beli ubi kayu atau singkong ditingkat petani.

Berdasarkan hasil kajin yang dilakukan, menunjukkan bahwa tingginya impor tapioka yang dilakukan oleh produsen tepung tapioka menjadi salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya harga beli produk ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2024.

Kepala Kantor KPPU Wilayah II, Wahyu Bekti Anggoro mengatakan, jika sepanjang tahun 2024 secara nasional terdapat sekitar 267.062 ton tapioka impor yang masuk ke Indonesia dengan nilai impor berkisar 144 juta USD atau sebesar Rp2,2 triliun.

"Kami juga mendapati sepanjang tahun 2024 terdapat 4 perusahaan produsen tepung tapioka yang memiliki pabrik pengolahan di Provinsi Lampung melakukan impor tepung tapioka," kata dia saat dimintai keterangan, Jum'at (17/1/2025).

Impor tersebut didatangkan dari Vietnam dan Thailand, dengan total jumlah impor sebesar 59.050 ton atau dengan nilai impor sebesar 32,2 juta USD atau setara dengan Rp511,4 milyar.

"Keempat perusahaan tersebut melakukan impor melalui Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Tanjung Emas," jelasnya.

Menurutnya, dari ke 4 perusahaan tepung tapioka di Provinsi Lampung yang melakukan impor, KPPU menyoroti terdapat 1 kelompok usaha yang mendominasi jumlah impor sepanjang tahun 2024.

"Jumlah nya mencapai 80 persen dari total impor tapioka oleh produsen yang berada di Provinsi Lampung, dengan jumlah impor tapioka sebesar 47.202 ton dan nilai impor sebesar 25 juta USD atau setara dengan Rp407,4 milyar," tuturnya.

Selain melakukan impor pada tahun 2024, KPPU juga mendapati 2 perusahaan asal Lampung yang melakukan impor pada tahun 2022 dengan total impor sebesar 4.562 ton atau dengan nilai impor sebesar 2,5 juta USD atau setara dengan Rp37,3 milyar.

"Analisis kami menunjukkan adanya korelasi antara jumlah kuantitas impor tepung tapioka oleh produsen di Provinsi Lampung dengan harga beli produk input (ubi kayu) di Provinsi Lampung, yaitu naiknya volume impor tepung tapioka tahun 2024 berkorelasi dengan turunnya harga beli ubi kayu di Provinsi Lampung," jelasnya.

Selain itu KPPU juga mendapati adanya keluhan dari Produsen tapioka di Provinsi Lampung yang mengeluhkan sulitnya bersaing harga jual tepung tapioka dengan produsen yang melakukan impor.

"Ini karena harga jual mereka dapat lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi produsen yang tidak melakukan impor," tambahnya

Atas kajian tersebut KPPU akan melakukan analisis lanjutan untuk menyusun alternatif yang bisa KPPU lakukan berdasarkan kompetensi absolut KPPU.

"Baik melalui penyampaian saran dan pertimbangan kebijakan impor kepada pemerintah atau melalui proses penegakan hukum," tegasnya.

Pada kesempatan tersebut Wahyu juga mengatakan jika KPPU juga menyoroti rendahnya kepatuhan pelaku usaha produsen tepung tapioka di Provinsi Lampung untuk dapat kooperatif dalam memenuhi permintaan keterangan dan permintaan data yang dibutuhkan.

"KPPU juga terbuka dan mendorong masyarakat, petani, atau stakeholder lainnya untuk dapat menyampaikan Laporan kepada KPPU jika mengetahui adanya hambatan persaingan usaha oleh Produsen tapioka di Provinsi Lampung," imbuhnya.

Wahyu menjelaskan jika berdasarkan hasil kajian KPPU atas tataniaga ubi kayu dan tepung tapioka di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa struktur pasar pada industri tersebut berada pada struktur pasar oligopoli.

Meskipun terdapat 45 Perusahaan tapioka di Provinsi Lampung, akan tetapi penguasaan pasar dari 4 Pelaku Usaha terbesar dapat menguasai konsentrasi rasio di atas 75 persen.

"Industri yang berada pada struktur pasar oligopoli memiliki potensi hambatan persaingan usaha yang tinggi, sehingga KPPU mengintensifkan pengawasan pada industri tersebut," jelasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas