Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Jumat, 17 Januari 2025

Pagar Laut Batasi Aktivitas Warga dan Nelayan

Oleh ADMIN

Berita
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Lampung, Wahrul Fauzi Silalahi. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Lampung, Wahrul Fauzi Silalahi, ikut menyoroti keberadaan pagar laut yang ada di perairan Pantai Mutun.

Wahrul menegaskan, keberadaan pagar laut tidak boleh mengganggu aktivitas warga dan nelayan maupun merusak ekosistem laut.

"Perairan laut memiliki kepentingan publik, termasuk akses nelayan dan keberlangsungan biota laut di dalamnya," kata Wahrul, Kamis (16/1/2025).

Menurut Wahrul, pagar laut tidak boleh menjadi penghalang bagi nelayan maupun berdampak pada ekosistem laut.

"Kami sangat menyayangkan jika pagar laut ini membatasi aktivitas nelayan. Apalagi, Presiden Prabowo Subianto sudah tegas mengenai pentingnya regulasi untuk mencabut pagar laut yang merugikan masyarakat," tegas Wahrul.

Menurutnya, salah satu hal yang harus ditelusuri adalah apakah pagar laut tersebut sudah mengantongi izin atau tidak.

"Kita akan cek lebih lanjut apakah pagar laut ini berizin atau tidak. Namun, apapun alasannya, hal itu berpotensi mengganggu aktivitas nelayan. Keberadaan pagar laut ini harus senafas dengan kebijakan Presiden," terang Wahrul.

Ia juga mengkritisi alasan pembuatan pagar laut untuk mencegah sampah masuk ke kawasan pantai. Karena persoalan sampah adalah tanggung jawab bersama.

"Jika alasan utamanya adalah sampah, maka ini menjadi tugas kita bersama, bukan dengan memasang pagar laut," imbuhnya.

Manager Advokasi dan Kajian Mitra Bentala Lampung, Mashabi, menilai pembuatan pagar laut yang berlokasi sekitar 500 meter dari pesisir Pantai Mutun, tepat di depan Marriott Resort and Spa, berdampak negatif terhadap akses publik dan merugikan nelayan setempat. 

Mashabi menegaskan bahwa laut, termasuk daerah pasang surut, merupakan wilayah dengan prinsip akses terbuka bagi publik dan tidak seharusnya di kavling atau dibatasi. Pembatasan ini dinilai melanggar hak masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil laut. 

“Laut tidak boleh dikavling-kavling karena merupakan wilayah yang terbuka untuk publik. Adanya pagar laut seperti ini akan membatasi akses nelayan yang selama ini memanfaatkan laut untuk mencari nafkah,” ujar Mashabi. Kamis (16/1/2025).

Ia mengingatkan setiap aktivitas atau kegiatan yang membatasi akses di wilayah pesisir harus mematuhi regulasi yang berlaku, salah satunya Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dalam peraturan tersebut disebutkan pengelolaan wilayah pesisir harus memperhatikan akses masyarakat pesisir dan keberlanjutan lingkungan. 

Lebih lanjut, Mashabi menekankan bahwa dampak langsung dari pemasangan pagar laut ini adalah pembatasan akses bagi nelayan. Nelayan yang biasanya melintasi area tersebut kini harus mencari jalur lain yang lebih jauh, sehingga berdampak pada meningkatnya biaya operasional mereka. 

“Nelayan harus menempuh jalur yang lebih panjang, sehingga pengeluaran biaya untuk bahan bakar perahu meningkat. Hal ini jelas merugikan secara ekonomi bagi para nelayan yang hanya mengandalkan hasil tangkapan harian," imbuhnya. 

Selain berdampak ekonomi, lanjut Mashabi, keberadaan pagar laut dikhawatirkan akan mempersempit ruang gerak nelayan dalam melaut, terutama bagi mereka yang biasa mencari tangkapan di sekitar wilayah tersebut. 

Selain itu, pagar laut juga dianggap dapat mengganggu ekosistem laut. Struktur pagar yang hanya berupa pembatas fisik dapat membatasi ruang gerak biota laut dalam berkembang biak dan bermigrasi. 

“Pagar laut ini dapat mengganggu pergerakan biota laut yang seharusnya bebas berkembang biak dan bermigrasi secara alami. Pembatasan ruang gerak ini tentu dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem di kawasan tersebut,” tandasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas