Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 20 Januari 2025

Walhi: Pengelolaan Lingkungan di Bandar Lampung Buruk

Oleh Redaksi

Berita
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung menilai banjir besar di Kota Bandar Lampung pada Jumat (17/1/2024) akibat buruknya pengelolaan lingkungan di Kota Tapis Berseri.

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, menyampaikan keprihatinannya terhadap bencana banjir tersebut. Ia menegaskan bahwa banjir tersebut mencerminkan buruknya pengelolaan lingkungan di Kota Bandar Lampung.

"Minimnya ruang terbuka hijau, buruknya tata kelola kota, sistem drainase yang tidak memadai, serta pengelolaan sampah yang lemah adalah penyebab utama banjir," kata Irfan. Sabtu (18/1/2025).

Menurutnya, bencana banjir tidak boleh dianggap sebagai peristiwa alam semata, tetapi ini juga akibat dari ketidakseimbangan pembangunan yang mengorbankan lingkungan.

"Atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi, masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi korban dari pembangunan yang rakus ruang dan tidak berkelanjutan," tegas Irfan.

“Walhi Lampung menuntut Pemkot Bandar Lampung untuk segera melakukan langkah serius dalam penanggulangan banjir. Langkah-langkah yang harus diambil meliputi meningkatkan ruang terbuka hijau dan daerah resapan air,” lanjutnya. 

Selain itu, sambung Irfan, Pemkot Bandar Lampung harus memperbaiki sistem drainase dan pengelolaan sampah serta melakukan perencanaan tata kota yang berkelanjutan.

Irfan juga mengkritik kepemimpinan di Bandar Lampung yang dinilai abai terhadap persoalan lingkungan.

"Walikota terpilih harus merasa malu jika tidak menunjukkan komitmennya dalam penanganan banjir. Ini bukan sekadar bencana, tapi pelanggaran terhadap hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," tegas Irfan.

Sementara Dosen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sumatera, Arif Rohman menegaskan bahwa banjir di daerah perkotaan termasuk Bandar Lampung adalah fenomena yang dapat dikendalikan dengan manajemen yang tepat. 

Menurut Arif, banjir bukan hanya fenomena alam, melainkan hasil dari interaksi manusia dengan lingkungan.

"Manusia memiliki peran dalam memperparah banjir melalui perubahan lingkungan. Oleh karena itu, banjir bisa dikelola dengan perencanaan yang lebih bijak," ungkap Arif, Sabtu (18/1/2025). 

Ia menjelaskan, banjir merupakan bagian dari siklus hidrologi alami. Ketika curah hujan tinggi, air akan mengalir menuju daerah yang secara alami menjadi dataran banjir.

Namun, lanjut Arif, urbanisasi yang pesat menyebabkan hilangnya daerah resapan air, sehingga memperparah genangan di kawasan perkotaan. 

Arif menekankan pentingnya penerapan strategi Disaster Risk Reduction (DRR) atau pengurangan risiko bencana.

"Pendekatan ini meliputi peningkatan kapasitas drainase perkotaan, kemudian implementasi konsep sponge city atau kota spons yang mengutamakan resapan air serta optimalisasi lahan hijau sebagai area resapan alami," jelasnya.

Arif mengkritik, banyak kota hanya mengandalkan solusi jangka pendek seperti pompa air dan peninggian tanggul yang dianggap tidak menyelesaikan akar masalah. 

Menurutnya, untuk menganalisis dan mengendalikan risiko banjir bisa memakai metode Multi Criteria Decision Making (MDMC) dengan analisis spasial menggunakan model Land Use Examination Global Model (LEx-GM).

Model ini mampu memetakan pola perubahan tata guna lahan, memprediksi dampaknya terhadap hidrologi, dan mengidentifikasi area yang berkontribusi besar pada risiko banjir. 

"Dengan data ini, pemerintah kota dapat membuat keputusan yang berbasis bukti, seperti menentukan zona yang perlu dilindungi dan menetapkan kebijakan tata ruang yang adaptif," jelasnya. 

Arif juga menekankan peran teknologi modern dalam mitigasi banjir. Penggunaan drone untuk memetakan topografi detail serta smartphone yang dapat memberikan informasi real-time tentang zona rawan banjir dapat menjadi alat penting dalam pengurangan risiko banjir di masa depan. 

Ia berharap, dengan penerapan strategi mitigasi yang lebih terencana dan kolaboratif, dampak banjir di wilayah Lampung dapat diminimalisir di masa depan. 

"Selama ini, penanganan banjir lebih bersifat reaktif, hanya merespons setelah terjadi. Sudah saatnya kita beralih ke pendekatan yang lebih sistemik, berbasis data, dan proaktif dalam mengurangi risiko banjir secara berkelanjutan," tandasnya. 

Sementara itu, Universitas Lampung (Unila) menurunkan tim dari Fakultas Teknik, khususnya peer group Hidroteknik Teknik Sipil, untuk membantu mengatasi dampak banjir dan merumuskan solusi jangka panjang. 

Rektor Unila, Lusmeilia Afriani, menyampaikan bahwa tim tersebut akan turun ke lapangan hari untuk melakukan penelusuran awal dan analisis teknis terkait penyebab banjir. 

“Tim Hidroteknik Teknik Sipil Unila akan melakukan wawancara dengan masyarakat terkait kondisi drainase dan aliran air, serta menganalisis permasalahan teknis yang terjadi. Hasil temuan ini akan kami bahas dalam rapat bersama pada Senin mendatang untuk memberikan rekomendasi kepada Walikota Bandar Lampung,” kata Lusmeilia, Sabtu (18/1/2025).

Unila juga akan melakukan pendataan terhadap mahasiswa yang menjadi korban banjir agar dapat segera diberikan bantuan yang diperlukan. 

“Kami sudah berdiskusi dengan jajaran pimpinan untuk memastikan bantuan sampai kepada mahasiswa dan masyarakat sekitar yang membutuhkan,” imbuhnya.

Kepala Program Studi S-2 Teknik Sipil Unila, Ahmad Herison, menambahkan banjir yang terjadi di Bandar Lampung dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya curah hujan yang tinggi, sedimentasi, penumpukan sampah di saluran air, tata guna lahan yang kurang baik, serta kapasitas drainase dan sungai yang tidak memadai. 

“Perlu adanya penanganan yang terintegrasi untuk mengatasi masalah ini, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,” kata Ahmad. 

Ahmad membeberkan, solusi jangka pendek yang dapat dilakukan mencakup normalisasi drainase dan sungai dengan membersihkan serta memperbaiki saluran air, pembangunan tanggul untuk melindungi pemukiman, serta penggunaan pompa dan bak penampungan untuk mengurangi genangan air. 

Sementara solusi jangka panjang bisa meliputi pembangunan kanal banjir di beberapa area seperti Way Lunik dan Kota Karang untuk mengalirkan air langsung ke hilir, rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) dan tata guna lahan yang berkelanjutan, serta pengembangan sistem peringatan dini agar masyarakat dapat bersiap menghadapi potensi banjir di masa depan. 

Lebih lanjut, Ahmad menekankan, pentingnya peran aktif masyarakat dalam upaya mitigasi banjir, termasuk menjaga kebersihan drainase dari sampah serta melakukan penghijauan di kawasan rawan banjir.

“Kerja sama masyarakat dan penerapan teknologi, seperti sistem pemantauan banjir, sangat penting untuk mengurangi dampak bencana ini kedepannya,” pungkasnya. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 20 Januari 2025, dengan judul "Walhi: Pengelolaan Lingkungan di Bandar Lampung Buruk"

Editor Didik Tri Putra Jaya