Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Selasa, 21 Januari 2025

Pengamat: Impor Tapioka Harus Disetop

Oleh Redaksi

Berita
Sementara Pengamat Ekonomi Lampung Central Urban and Regional Studies (CURS), Erwin Oktavianto. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila, Marselina, menilai polemik harga singkong di Lampung faktor utamanya disebabkan keran impor tapioka yang terbuka.

"Saya melihat kebijakan impor tapioka pada saat panen singkong itu dalam rangka agar harga singkong turun," kata Marselina, Senin (20/1/2025).

Marselina meminta pemerintah harus berani dan tegas menutup keran impor tapioka pada saat panen singkong, agar petani tidak meratapi harga singkong yang rendah.

"Makanya peranan pemerintah itu sangat penting, ketika musim panen singkong di Lampung itu harusnya bisa tutup keran impor tapioka. Itukan tugas dari pemerintah melihat kondisi di lapangan," jelasnya.

Ia mengungkapkan, banyak peranan mafia yang mengendalikan harga singkong di Lampung, meskipun mereka tidak memiliki tanaman singkong. "Memang sangat pintar mafia di lapangan daripada pemerintah," ujarnya.

Menurutnya, singkong ini adalah komoditas pertanian yang sangat tergantung dengan musim dan pada pasar.

"Singkong ini adalah komoditas pertanian yang sangat bergantung pada musim maupun bibit. Kemudian juga bergantung kepada pasar," jelasnya.

"Saya melihat pasar singkong itu cukup luas, hanya informasi ke petani itu yang tidak sampai karena banyak pemain yang ambil untung disitu. Tidak punya lahan malah main di distribusinya," paparnya.

Sementara Pengamat Ekonomi Lampung Central Urban and Regional Studies (CURS), Erwin Oktavianto, meminta pemda memanggil dan mengklarifikasi perusahaan importir tepung tapioka sebanyak 59.050 ton yang masuk ke Provinsi Lampung tahun 2024 lalu.

Erwin mengatakan, problematika muncul ketika ada info impor tepung tapioka masuk ke Lampung. Padahal, Provinsi Lampung merupakan penghasil singkong terbesar di tingkat nasional.

“Situasi ini tentu menimbulkan pertanyaan. Apakah selama ini semua produksi singkong di Lampung sudah terserap, sehingga Lampung masih kurang yang pada akhirnya mengimpor tepung tapioka,” kata Erwin, Senin (20/1/2025).

Menurut Erwin, perlu juga dipertanyakan apakah supply atau stok tepung tapioka di Lampung sudah habis sehingga ada impor.

“Kalau ternyata supply atau stok masih banyak, perusahaan malah mengimpor tepung tapioka, maka ini berarti tidak ada pencegahan dari pemerintah, kita kecolongan,” tegas Erwin.

Erwin mengungkapkan, adanya tepung tapioka impor masuk Lampung harus menjadi pelajaran. Ia menyarankan, pemda harus memanggil pengusaha importir tepung tapioka untuk mengklarifikasi hal tersebut.

“Pengusaha importir tapioka perlu diminta klarifikasi, seperti  apakah mereka membutuhkan tepung tapioka dengan kualitas tertentu? Apakah kualitas tepung tapioka lokal dengan yang diimpor sama? Atau ternyata kualitas tepung tapioka lokal masih bagus?” ujar Erwin.

Erwin melanjutkan, jika kualitas tepung tapioka impor dan lokal sama, maka pemda bisa menanyakan soal harga. “Apakah harga tepung tapioka lokal sangat mahal dibandingkan impor?  Namun peningkatan kesejahteraan petani tidak bisa dilupakan,” terangnya.

Sebaliknya, lanjut dia, jika pengusaha berdalih kualitas tepung tapioka impor di bawah lokal dan harganya lebih murah maka harus ada teguran dari pemerintah.

“Pemerintah harus mengklarifikasi ke pengusaha impor tapioka kenapa tidak membeli singkong petani? Apa problemnya? Apakah kualitas atau harganya?” imbuhnya.

Erwin menyarankan, pemda menggelar rapat tertutup bersama pengusaha tepung tapioka impor dan perwakilan petani singkong untuk menyelesaikan persoalan ini. “Karena keberadaan tepung tapioka impor ini berdampak pada nasib petani,” paparnya.

“Jika ternyata pemda tidak melakukan pengecekan ini sudah keterlaluan. Ada pengawasan yang longgar, bagaimana tapioka impor bisa masuk Lampung. Ini yang kemudian harus dicermati bersama. Jika misalnya terus dibiarkan dikhawatirkan akan semakin banyak pengusaha lain yang bisa ikut impor tapioka,” sambungnya.

Erwin menambahkan, dinas terkait juga harus segera mengidentifikasi kenapa impor tepung tapioka bisa masuk Lampung, apakah ini terkait dengan kualitas atau harga atau yang lainnya

“Akan jadi masalah besar jika daerah lumbung singkong malah mengimpor tepung tapioka. Harus dikritik, diperbaiki dan ditindak sesegera mungkin,” tegasnya. Pengamat Ekonomi lain dari Unila, Asrian Hendi Caya, menyatakan perlu dilakukan klarifikasi terkait adanya perusahaan di Lampung yang sudah impor tapioka tersebut.

“Ini perlu diklarifikasi. Izinnya dari kementerian atau Pemprov Lampung, itu perlu ditelusuri,” kata Asrian, Senin (20/1/2025).

Menurut Asrian, impor tapioka telah berdampak pada harga singkong di Provinsi Lampung.  Karena suplai tepung tapioka telah tersedia dalam jumlah banyak dari impor, maka produksi tepung tapioka dikurangi. Akibatnya permintaan bahan baku berupa singkong juga ikut dikurangi.

“Berkurangnya permintaan singkong mengakibatkan harganya turun. Turunnya harga singkong tentu akan mengurangi pendapatan petani. Yang selanjutnya petani akan mengurangi  pemenuhan kebutuhan. Sehingga kesejahteraan petani menurun karena tidak semua kebutuhan terpenuhi,” jelasnya.

Asrian mengungkapkan, sebagai daerah penghasil singkong terbesar di Indonesia dan pabrik tepung tapioka yang banyak, selayaknya Lampung tidak melakukan impor tapioka. 

“Seharusnya pemerintah pusat berkoordinasi dengan Pemprov Lampung terkait dengan kebijakan yang akan berdampak pada perekonomian masyarakat,” imbuhnya.

“Kita tidak bisa bisa sepenuhnya memberlakukan pasar bebas karena ini menyangkut kesejahteraan masyarakat yang juga menjadi tanggung jawab pemerintah,” pungkasnya. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Selasa 21 Januari 2025, dengan judul "Paguyuban Petani Singkong Sebut Impor Tapioka Kejahatan Ekonomi"

Editor Didik Tri Putra Jaya