Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 30 Januari 2025

PPUKI: PT Bumi Waras dan PT Sinar Mas Semena-mena dengan Petani Singkong

Oleh ADMIN

Berita
Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Provinsi Lampung, Dasrul Aswin. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Sejumlah pabrik tepung tapioka di Provinsi Lampung untuk sementara waktu tidak lagi membeli singkong petani. Dampaknya, petani harus menunda singkong yang sudah siap panen.  

Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Provinsi Lampung, Dasrul Aswin, mengatakan  perusahaan yang menghentikan pembelian singkong petani yakni PT Bumi Waras dan PT Sinar Mas.

Menurut Dasrul, kedua perusahaan tersebut membawahi beberapa perusahaan tapioka yang ada di Lampung dan menguasai pembelian singkong petani.

"Jadi kemarin di wilayah Lampung Utara yang di demo itu memang membuat pernyataan bahwa mereka (pabrik) tidak sanggup beli singkong dengan harga Rp1.400 dengan potongan 15 persen," Dasrul, Rabu (29/1/2025).

Dasrul mengatakan, selama ini kedua perusahaan tersebut membeli singkong petani dengan harga murah dan melakukan pemotongan rafaksi yang cukup besar.

"Terutama pabrik yang besar milik Sinar Mas dan Bumi Waras. Sudah beli singkong paling murah, potongannya juga besar. Mereka ini semena-mena dengan petani," ungkapnya.

"Di wilayah saya di Lampung Tengah itu untuk Bumi Waras punya 4 perusahaan. Kemudian Sinar Mas punya anak perusahaan 1. Pabrik punya Bumi Waras itu tersebar di semua kabupaten di Lampung,” sambungnya.

Dasrul mengungkapkan, saat ini para petani terpaksa melakukan penundaan panen singkong karena harga yang tak kunjung naik.

"Kemarin yang buat buat pernyataan adalah Bumi Waras dan Sinar Mas. Mereka juga yang impor tapioka dari luar. Jadi sekarang petani tunda panen karena tidak ada yang kuat dengan harganya," tegasnya.

Dasrul menegaskan, pada hari  Jumat (31/1/2025) mendatang pihaknya difasilitasi oleh Polres Lampung Tengah akan kembali mengadakan rapat dengan perusahaan.

"Jumat besok di Lampung Tengah yang memiliki perusahaan tapioka terbanyak ada sekitar 35 unit pabrik akan difasilitasi oleh Kapolres Lampung Tengah bertemu dengan kita. Kita mengumpulkan petani dan pengusaha se-Lampung Tengah untuk mencari titik tengah," imbuhnya.

Sementara Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Asrian Hendi Caya, mengatakan persoalan anjloknya harga singkong tidak bisa hanya dibebankan pada Kementerian Pertanian.

Menurutnya, kebijakan lintas kementerian perlu disinkronkan agar sektor pertanian, khususnya komoditas singkong memiliki ekosistem ekonomi yang sehat.

"Semua pihak harus dilibatkan. Kementerian Perdagangan harus mengevaluasi kebijakan impor agar barang yang bisa diproduksi dalam negeri, seperti tepung tapioka dan jagung, tidak mematikan industri dan pertanian lokal," kata Asrian, Rabu (29/1/2025).

Selain itu, lanjut Asrian, Kementerian Perindustrian juga memiliki peran dalam meningkatkan daya saing industri tepung tapioka dengan menekan biaya produksi.

Asrian mengungkapkan, jika biaya produksi dapat ditekan, maka industri dalam negeri akan lebih kompetitif tanpa harus bergantung pada impor.

"Kementerian Pertanian juga harus mencari cara untuk meningkatkan produktivitas singkong dan menekan biaya produksi di tingkat petani. Jika produktivitas meningkat dengan biaya yang lebih efisien, petani tidak akan terlalu terpukul saat harga turun," jelasnya.

Asrian juga menyoroti peran Kementerian Keuangan dalam mengatur pajak dan bea impor. Ia menilai, kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada industri tepung tapioka perlu dievaluasi agar daya saing produk dalam negeri meningkat.

"Seharusnya tepung singkong yang bisa menjadi substitusi terbatas untuk terigu juga dibebaskan dari PPN agar industri tapioka dalam negeri lebih memiliki daya saing," ujarnya.

Asrian menerangkan, ekosistem ekonomi singkong harus dibangun secara sehat. Ia mengingatkan agar industri singkong tidak hanya terkonsentrasi pada tepung tapioka. Karena jika hal itu terjadi, maka akan berpotensi memunculkan praktik oligopoli yang merugikan petani.

"Industri singkong harus tumbuh secara berimbang. Jangan hanya bergantung pada tepung tapioka, karena itu bisa berujung pada dominasi pasar oleh segelintir pihak," tandasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas