Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 10 Juli 2025

Pengamat: Tunggakan Pajak PT. SGC Rugikan Daerah dan Masyarakat

Oleh Redaksi

Berita
Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Usep Syaipudin dan Akademisi Hukum Tata Negara dan Administrasi Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Usep Syaipudin, menyayangkan kelalaian perusahaan besar seperti PT SGC dalam memenuhi kewajiban pajaknya.

Menurutnya, pemerintah daerah tidak boleh bersikap lunak terhadap perusahaan yang abai terhadap kewajiban fiskalnya.

"Pemprov Lampung harus tegas menegakkan aturan. Perusahaan sebesar PT SGC yang sudah lama menikmati hasil bumi Lampung seharusnya menjadi contoh dalam hal kepatuhan pajak. Ini bukan sekadar soal nominal, tapi juga tanggung jawab sosial dan kontribusi terhadap daerah,” tegas Usep, Rabu (9/7/2025).

Ia mengatakan bahwa pajak, termasuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Air Permukaan, merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang penting untuk pembiayaan pembangunan di berbagai sektor seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

"Masa iya perusahaan sebesar itu tidak mampu atau tidak mau membayar pajak? Padahal, pajak yang dibayarkan akan kembali lagi kepada masyarakat Lampung dalam bentuk layanan publik,” paparnya.

Menurut Usep, ketegasan pemerintah daerah dalam menertibkan penunggak pajak, khususnya korporasi besar, akan menjadi preseden penting untuk mendorong kepatuhan wajib pajak lainnya.

Akademisi Hukum Tata Negara dan Administrasi Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga, menyebut kasus tunggakan pajak PT SGC bukan sekadar soal administrasi, tetapi menyangkut kepatuhan hukum dan hak masyarakat terhadap layanan publik yang dibiayai dari pajak.

"Persoalan ini harus menjadi perhatian serius. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah salah satu sumber penting Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang digunakan untuk membiayai berbagai layanan publik,” kata Rifandy, Rabu (9/7/2025).

Ia mengatakan, kewajiban membayar PKB sudah diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa objek PKB adalah kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor yang terdaftar di provinsi, sementara subjeknya adalah setiap orang atau badan yang memiliki kendaraan tersebut.

"Besaran pajak sudah ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan daerah, lengkap dengan tarif progresif, dasar pengenaan, hingga batas waktu pembayarannya,” jelasnya.

Rifandy mengungkapkan, keterlambatan pembayaran PKB merugikan daerah karena PAD dari sektor ini digunakan untuk memperbaiki jalan, layanan kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan publik lainnya.

Ia mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi Lampung yang memilih pendekatan persuasif dengan melakukan klarifikasi dan pendataan bersama pihak perusahaan. Namun, Rifandy mengingatkan pemerintah daerah tetap harus bersikap tegas jika masalah ini berlarut-larut.

"Pendekatan persuasif sudah tepat, sesuai prinsip tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Tapi jika tidak ada itikad baik dari pihak perusahaan untuk segera melunasi, pemerintah punya dasar hukum yang kuat untuk mengambil langkah lebih tegas,” ujarnya.

Rifandy berharap kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak, khususnya korporasi besar, tentang pentingnya kepatuhan hukum dan kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah.

"UU HKPD mengamanatkan hubungan keuangan pusat dan daerah yang adil serta akuntabel. Sudah semestinya perusahaan besar seperti SGC menunjukkan komitmen dengan taat membayar pajak, agar pembangunan di Lampung berjalan optimal dan manfaatnya dirasakan masyarakat,” pungkasnya. (*)

Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Kamis 10 Juli 2025 dengan judul "Pengamat: Tunggakan Pajak SGC Rugikan Daerah dan Masyarakat”

Editor Didik Tri Putra Jaya