Berdikari.co, Metro – Proses seleksi terbuka (Selter) jabatan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Metro menuai perhatian publik. Meski dimaksudkan untuk mencari sosok terbaik yang mampu memimpin sektor pendidikan, sejumlah kalangan menilai proses tersebut belum sepenuhnya menjamin lahirnya pemimpin yang memahami dunia pendidikan secara mendalam.
Pengamat politik dan kebijakan publik dari Universitas Dharma Wacana Metro, Dr. (Cand.) Ari Gusnita, menilai bahwa jabatan Kepala Disdikbud tidak cukup diisi oleh figur yang sekadar memenuhi kualifikasi administratif. Menurutnya, jabatan strategis ini menuntut pengalaman nyata di dunia pendidikan agar kebijakan yang lahir tidak sekadar bersifat birokratis.
“Jabatan ini menyangkut masa depan anak-anak Metro. Kepala dinas harus lahir dari pengalaman mengajar, paham beban guru, dan mengerti realitas sekolah. Kalau hanya kuat di administrasi tapi tidak tahu bagaimana rasanya berdiri di depan kelas, kebijakan pendidikan bisa kehilangan arah,” kata Ari Gusnita, Senin (20/10/2025).
Ia menilai, Metro yang selama ini dikenal sebagai “Kota Pendidikan” seharusnya menjadi contoh dalam menempatkan pemimpin yang benar-benar memiliki integritas dan pemahaman terhadap dunia belajar. “Pemimpin pendidikan harus menjadi simbol kualitas dan nilai, bukan sekadar representasi kepentingan politik,” tegasnya.
Menurut Ari, salah satu penyebab kegagalan kebijakan pendidikan di daerah adalah karena pejabat yang memimpin lebih banyak menguasai urusan administratif ketimbang memahami esensi pedagogi. Ia menilai seleksi kali ini harus menjadi momentum pembenahan agar tidak terjebak pada penilaian teknis semata.
“Panitia seleksi dan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) jangan hanya menilai dari skor wawancara dan kelengkapan berkas. Pengalaman mengajar, rekam jejak di dunia pendidikan, dan komitmen terhadap mutu pembelajaran harus jadi tolok ukur utama,” ujarnya.
Ari juga menyoroti pentingnya linearitas akademik antara latar belakang pendidikan calon dan jabatan yang dilamar. Menurutnya, hal ini bukan sekadar soal teknis, tetapi menyangkut profesionalitas dan kredibilitas. “Orang pendidikan punya cara berpikir berbeda. Mereka terbiasa memandang persoalan dari sudut pembelajaran, bukan sekadar target angka,” katanya.
Selain persoalan rekam jejak, Ari menilai kepala Disdikbud Metro yang baru akan menghadapi tiga tantangan besar: peningkatan mutu guru dan sekolah, kesejahteraan tenaga pendidik, serta percepatan transformasi digital pendidikan. “Tantangan ini hanya bisa dijawab oleh sosok yang memahami kultur pendidikan dari dalam. Tanpa itu, visi ‘Metro Cerdas’ hanya jadi slogan,” tambahnya.
Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dalam proses seleksi agar publik bisa menilai secara objektif. “Seleksi ini harus terbuka. Kalau tertutup, kepercayaan masyarakat akan turun, padahal pendidikan itu sektor paling sensitif,” tandasnya.
Berdasarkan hasil seleksi administrasi dan rekam jejak yang dihimpun panitia, terdapat lima kandidat yang lolos tahap awal, yakni Martati (Kepala UPTD SMPN 2 Metro) dengan nilai 93,75; Dr. Agus Muhammad Septiana (Kabid BPSDM Provinsi Lampung) dengan nilai 81,25; Eka Syafrianto (Kabag Kesra Pemkot Metro) dengan nilai 70,00; Fezal Aferizal (Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar Disdikbud Metro) dengan nilai 68,75; dan Zaki Mubaroq (Kabag Organisasi Pemkot Metro) dengan nilai 68,75.
Kini, masyarakat menantikan keputusan akhir dari proses seleksi tersebut. Publik berharap, sosok yang terpilih bukan hanya mampu mengelola birokrasi pendidikan, tetapi juga memahami denyut kehidupan guru dan siswa—agar kebijakan pendidikan di Metro benar-benar berpihak pada masa depan pembelajaran, bukan sekadar laporan di atas kertas. (*)
Berikut beberapa alternatif judul yang lebih **to the point** dan kuat untuk berita tersebut: