Berdikari.co, Bandar Lampung - Wakil Ketua III DPRD Provinsi Lampung, Maulidah
Zauroh, menegaskan komitmennya mendukung penuh Asta Cita Presiden Prabowo
Subianto, khususnya dalam penguatan kemandirian dan ketahanan pangan nasional.
Menurut
Maulidah, Lampung sebagai salah satu lumbung pangan Tanah Air memiliki peran
strategis dalam produksi beras, singkong, jagung, lada, hingga kedelai. Namun
demikian, ia mengungkapkan masih ada sejumlah persoalan di lapangan, terutama
terkait komoditas singkong.
Aduan masyarakat yang ia terima saat menyerap aspirasi menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara aturan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) terbaru dengan praktik yang terjadi.
“Dalam Pergub itu potongan rafaksi ditetapkan 15 persen. Tapi di lapangan,
petani masih ada yang dipotong hingga 45 persen. Ada juga yang menerima
potongan 30 persen, tapi harus menunggu antrean dua sampai tiga hari. Sementara
yang dipotong 45 persen justru langsung dibayar,” ungkapnya, Rabu (19/11/2025).
Ia menilai kondisi tersebut tidak hanya merugikan petani, tetapi juga menghambat upaya provinsi memperkuat ketahanan pangan sesuai arahan pemerintah pusat. Karena itu, ia mendorong Pemerintah Provinsi Lampung lebih tegas mengawasi lapak atau tempat penampungan yang belum menerapkan aturan sesuai Pergub.
“Menuju ketahanan pangan, pemerintah harus hadir memastikan aturan berjalan.
Ini bagian penting untuk menjaga rantai pasok, harga, dan kesejahteraan
petani,” tegasnya.
Maulidah
juga menyoroti aspek hilirisasi yang ditekankan Gubernur dan Wakil Gubernur
Lampung sebagai bagian dari strategi memperkuat ketahanan pangan daerah. Ia
mengapresiasi ikhtiar pemerintah, namun menilai evaluasi tetap diperlukan agar
implementasinya maksimal.
“Pembangunan
infrastruktur sebagai salah satu aspek pendukung distribusi hasil pangan
menunjukkan progres positif, di antaranya pembangunan jalan di Kabupaten Tulang
Bawang Barat serta perbaikan akses exit Tol Gunung Batin menuju Lampung Utara
yang kini sudah mengurangi titik-titik jalan rusak. Pemerintah menargetkan 100
persen jalan mantap pada 2027,” paparnya.
Selain itu, ia menilai program Desaku Maju yang digulirkan Pemprov Lampung penting untuk memperkuat kebutuhan dasar petani, termasuk penyediaan pupuk dan sarana produksi. Menurutnya, dukungan pupuk subsidi, benih, dan bantuan lain harus dipermudah tanpa syarat yang memberatkan.
“Kita ini lumbung pangan. Maka bantuan subsidi untuk petani harus menjadi
prioritas. Pupuk dan bibit harus mudah diakses. Kalau program ini benar-benar
dijalankan dengan baik, akan sangat membantu ekonomi masyarakat dan mendukung
rencana Pemprov dalam mengembangkan komoditas seperti lada dan kedelai,”
ujarnya.
DPRD Lampung, kata Maulidah, akan memastikan fungsi pengawasan berjalan optimal agar setiap kebijakan terkait ketahanan pangan dapat terlaksana tepat sasaran.
“Program tentu ada plus minusnya. Tapi tugas kami memastikan pelaksanaannya
benar-benar dirasakan masyarakat, terutama petani. Ini bagian dari komitmen
kami mendukung ketahanan pangan sesuai Asta Cita Presiden Prabowo,” imbuhnya.
Sebelumnya,
Ketua DPRD Provinsi Lampung, Ahmad Giri Akbar, mengatakan Lampung didorong
menjadi lokomotif hilirisasi pangan nasional menuju Indonesia Emas 2045. Ia
menjelaskan, merujuk data BPS 2024, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
menyumbang 11,4 persen terhadap PDB nasional. Di Lampung, kontribusinya bahkan
mencapai 27,34 persen terhadap PDRB pada Triwulan III 2024.
“Angka
ini menegaskan bahwa hampir sepertiga denyut ekonomi Lampung digerakkan oleh
petani dan hasil bumi. Lampung jelas bukan hanya penting bagi daerah, tetapi
juga strategis bagi ketahanan pangan nasional,” kata Giri.
Namun,
lanjutnya, kontribusi besar ini masih sebatas penghasil bahan mentah, sementara
nilai tambah terbesar berada di sektor hilir yang belum tergarap optimal.
Karena itu, hilirisasi harus menjadi fokus bersama.
“Lampung
punya modal kuat yaitu kopi robusta sebagai salah satu terbesar di Indonesia,
singkong yang menopang kebutuhan nasional, jagung untuk industri pakan, serta
lada yang sudah dikenal di pasar dunia. Jika semua ini diolah menjadi produk
siap konsumsi dengan standar mutu dan branding modern, nilainya akan berlipat
ganda,” paparnya.
Giri menambahkan, agenda hilirisasi yang didorong pemerintah pusat merupakan arah pembangunan ekonomi yang lebih inklusif. Selama ini hilirisasi identik dengan komoditas tambang, padahal hilirisasi pangan tak kalah strategis.
“Dengan mendorong produk pertanian masuk ke rantai nilai industri, Indonesia
tidak hanya mengamankan ketahanan pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan
petani. Lampung, dengan kontribusi pertanian yang dominan, sangat layak
dijadikan pilot project hilirisasi pangan nasional,” ujarnya.
Lebih
jauh, ia menjelaskan hilirisasi berarti petani tidak lagi sebatas menjual
singkong mentah, melainkan memproduksi tepung mocaf dan turunannya. Kopi tidak
lagi hanya biji, tetapi menjadi kopi premium siap seduh. Komoditas lain seperti
cabai dan bawang merah juga bisa diproses menjadi bubuk atau pasta dengan daya
simpan tinggi, membuka akses pasar lebih luas.
“Untuk
mewujudkan hal tersebut, peningkatan kualitas SDM petani menjadi kebutuhan
utama. Pelatihan teknologi pascapanen, penguasaan digital marketing, dan
manajemen usaha tani harus diperluas,” jelasnya.
Menurut Giri, gerakan petani milenial di Lampung sudah mulai mengarah ke sana dengan memanfaatkan media sosial dan marketplace. Jika diperkuat kebijakan nasional dan infrastruktur pengolahan di desa, transformasi pertanian akan lebih cepat tercapai.
“Pertanian tidak boleh tertinggal. Justru sektor ini harus menjadi motor utama
yang menegaskan kemandirian bangsa. Lampung dengan segala potensinya bisa
menjadi miniatur transformasi pertanian Indonesia,” katanya. (*)

berdikari









