Berdikari.co, Bandar Lampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Akbar Tandaniria Mangkunegara (ATMN) sebagai tersangka sekaligus menahannya, dalam kasus dugaan gratifikasi pada pemerintahan Kabupaten Lampung Utara tahun 2015-2019. Penetapan ini merupakan pengembangan dari kasus mantan Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara, yang merupakan kakaknya.
"Hari ini kami akan menyampaikan informasi terkait pengumuman dan penahanan tersangka ATMN, ASN dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait dugaan penerimaan gratifikasi di Pemerintah Kabupaten Lampung Utara Tahun 2015-2019," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (15/10).
Karyoto mengatakan, penetapan tersangka ini dikembangkan dari fakta persidangan Agung Ilmu. Dengan itu, Akbar Tandaniria langsung dilakukan upaya penahanan paksa oleh KPK.
"Dengan telah dilakukannya pengumpulan keterangan dari berbagai pihak serta fakta persidangan dari perkara Agung Ilmu Mangkunegara, dilanjutkan dengan proses penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan pada April 2021," kata Karyoto.
Karyoto menerangkan, ATMN diduga menerima total Rp100,2 miliar bersama-sama dari proyek di Lampung Utara. "Selama kurun waktu tahun 2015-2019, tersangka ATMN bersama-sama dengan Agung Ilmu Mangku Negara, Raden Syahril, Syahbudin, Taufik Hidayat diduga menerima uang seluruhnya berjumlah Rp 100,2 miliar dari beberapa rekanan di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara," papar dia.
Karyoto menjelaskan Akbar Tandaniria berperan aktif dalam mengatur proyek yang mewakili sang kakak sebagai Bupati Lampung Utara periode 2014-2019. Akbar juga dibantu pihak lain dalam memungut fee dari proyek-proyek di Lampung Utara, salah satunya Syahbudin yang juga terjerat dalam kasus ini.
"Dalam setiap proyek dimaksud, tersangka ATMN dengan dibantu oleh Syahbudin, Taufik Hidayat, Desyadi, dan Gunaido Utama sebagaimana perintah dari Agung Ilmu Mangkunegara dilakukan pemungutan sejumlah uang (fee) atas proyek-proyek di Lampung Utara," ucapnya.
Penerimaan fee itu dilakukan secara langsung dan juga diteruskan kepada Agung Ilmu. KPK menyebut Akbar sendiri menerima fee sekitar Rp 2,3 miliar dari kasus ini untuk kepentingan pribadinya.
Selanjutnya, Akbar Tandaniria ditahan di Rutan KPK Kavling C1 selama 20 hari ke depan. Sebelumnya, Akbar akan menjalani isolasi mandiri pada lingkungan rutan. "Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka ATMN selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 15 Oktober 2021 sampai dengan 3 November 2021 di Rutan KPK Kavling C1," ujarnya.
Akibat perbuatannya, Akbar Tandaniria disangkakan melanggar Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 KUHP.
Dalam kasus ini, Agung Ilmu Mangkunegara sudah divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 8 bulan kurungan. Agung dinyatakan terbukti menerima suap senilai total Rp 1,3 miliar dan gratifikasi senilai Rp 100 miliar.
Uang Rp 1,3 miliar itu diberikan sebagai imbalan karena Agung menyetujui pemberian beberapa paket pekerjaan konsultan perencanaan dan pengawasan pada Dinas PUPR Lampung Utara tahun anggaran 2017 ke Candra Safari dan pemberian paket pekerjaan pembangunan Pasar Tata Karya Kecamatan Abung Surakarta dan pembangunan Pasar Tradisional Comok Sinar pada Dinas Perdagangan Lampung Utara Tahun 2019 ke Hendra Wijaya Saleh alias Eeng.
Selain itu, hakim menyatakan Agung menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan tugas dan kewajibannya senilai Rp 100 miliar. Gratifikasi itu diterima Agung dalam kurun 2015-2019.
Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa membebankan uang pengganti senilai Rp 74.634.866.000 (miliar) subsider 2 tahun. Hakim juga menjatuhkan pidana pencabutan hak politik selama 4 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
Sementara itu, Syahbuddin divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Syahbuddin terbukti menerima suap senilai Rp 1,3 miliar terkait proyek pembangunan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan Lampung Utara.
Perbuatan itu dilakukan Syahbuddin bersama Bupati Lampung Utara nonaktif Agung Ilmu Mangkunegara, eks Kadis Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri, dan orang kepercayaan Bupati, Raden Syahril. Uang senilai Rp 1,3 miliar itu diterima dari dua pengusaha Candra Safari dan Hendra Wijaya Saleh alias Eeng. (Sumber : Dtc)