Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 17 Januari 2022

Setelah Kapolsek TKB Dimutasi, Polda Lampung Usut Dalang di Balik Penyekapan Sopir Ekspedisi

Oleh Berdikari

Berita
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Zahwani Pandra Arsyad. Foto : Ist

Berdikari.co, Bandar LampungKapolda Lampung, Irjen Pol. Hendro Sugiatno, memerintahkan anggotanya untuk mengusut dalang di balik penyekapan sopir ekspedisi, Arsiman, yang ditahan selama 8 hari (4 sampai 12 Januari) di Polsek Tanjungkarang Barat.

Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Zahwani Pandra Arsyad, mengatakan Kapolda Lampung, Irjen Pol. Hendro Sugiatno memerintahkan agar kasus ini diperiksa sampai tuntas.

Selain itu, Kapolda juga meminta jajarannya menindak tegas Kapolsek dan jajaran serta bos ekspedisi jika terbukti terlibat dalam kejadian tersebut.

"Perintah Kapolda untuk diperiksa tuntas siapa yang terlibat. Kita balik jangan hanya polisi, yang menyuruh dia (Bos) ini siapa agar berimbang," kata Pandra, Minggu (16/1).

Pandra menjelaskan, polisi masih mendalami siapa bos yang menyuruh Kapolsek Tanjungkarang Barat, Kompol David Jeckson Sianipar.

“Belum bisa dijelaskan identitasnya. Nanti polisi yang diperiksa bicara siapa-siapa orang-orangnya," ujar Pandra.

Pandra menerangkan, Propam Polda Lampung masih terus memeriksa Kompol David Jeckson Sianipar serta jajaran yang diduga terlibat.

"Apabila ada unsur-unsur yang terpenuhi, nanti akan melalui mekanisme internal Polda Lampung melalui sidang disiplin maupun kode etik," ujarnya.

Untuk diketahui, akibat menahan seorang sopir ekspedisi Arsiman selama 8 hari tanpa alasan yang jelas, Kapolda Lampung Irjen Pol. Hendro Sugiatno telah memutasi Kapolsek Tanjungkarang Barat Kompol David Jeckson Sianipar menjadi Pamen Ditsamapta Polda Lampung.

Hal itu tertuang dalam surat telegram Polda Lampung Nomor: ST /29/I/KEP/2022 tertanggal 14 Januari 2022. Kini Kapolsek Tanjungkarang Barat dijabat Kompol Sandy Galih Putra, yang sebelumnya Kanit 2 Subdit 4 Ditreskrimsus Polda Lampung.

Penahanan sopir ekspedisi, Arsiman di Polsek Tanjungkarang Barat itu juga menjadi perhatian anggota komisi III DPR RI, Taufik Basari. 

Taufik dalam rilisnya meminta pihak-pihak yang terlibat dalam kasus penyekapan Arsiman diusut tuntas dan diberikan sanksi tegas sesuai aturan.

"Siapa pun yang terlibat harus diusut tuntas, termasuk yang memberikan perintah terhadap aparat. Hal ini mencederai upaya penegakan hukum yang harusnya bisa berjalan lebih baik seperti yang diharapkan Kapolri," ujarnya. 

Taufik mengingatkan bahwa setiap penegakan hukum harus dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang. Terlebih jika ternyata tidak terdapat kejelasan status perkaranya dan pesanan dari orang-orang tertentu.

“Jika ternyata tidak ada landasan hukum terkait Arsiman, maka yang dialami Arsiman adalah penyekapan yang merupakan tindak pidana. Bahkan bagi yang mengetahui adanya penyekapan namun tidak melapor atau jika memiliki kewenangan tidak membebaskannya, maka orang yang mengetahuinya tersebut juga dapat dikenakan pidana,” tegas Taufik.

Selain itu menurutnya, mengamankan seseorang dengan alasan kepentingan penyelidikan dan penyidikan, tidak boleh diselewengkan untuk tujuan lain di luar kepentingan penyelidikan dan penyidikan itu sendiri.  

"Aparat penegak hukum (Polri), harus bisa jadi pengayom, pelindung, dan sahabat masyarakat. Kita sangat mendukung penegakan hukum yang benar dan adil, bukan penegakan hukum yang dilakukan berdasarkan kepentingan," ujarnya.

Pengamat Hukum dari Universitas Lampung (Unila), Budiono, menegaskan bahwa penahanan Arsiman melanggar hak asasi manusia (HAM).

Menurutnya, menahan seorang warga negara harus mempunyai dasar atau status hukum yang jelas.

"Nah ini sudah termasuk melanggar hak asasi manusia, karena perampasan hak seseorang untuk bebas. Artinya ditahan tanpa alasan atau tanpa dasar hukum, ini juga yang kita sesalkan," ujar Budiono, Minggu (16/1).

Ia juga mengapresiasi tindakan tegas dan cepat dari Kapolda Lampung dengan mencopot jabatan Kapolsek Tanjungkarang Barat.

“Walaupun seorang sopir, tentu ini tidak boleh dilakukan dengan tidak manusiawi dengan menahan selama 8 hari dan tidak jelas kesalahan dan perbuatan melanggar hukumnya. Meski dari segi administrasi bahwa itu sudah cukup setimpal dengan dicopot kapolseknya, tapi kita harapkan ada sanksi lainnya. Karena menahan dan merampas hak seseorang walaupun kepolisian tidak boleh tanpa dasar yang kuat," ujarnya.

Menurut Budiono, dalam azas hukum berlaku praduga tidak bersalah, sebelum ada putusan pengadilan.

"Saya yakin dan pasti pencopotan ini bukan hanya sekadar administrasi. Tapi kalau itu terbukti di Propam, ini bisa saja menyangkut tindak pidana karena melanggar hak asasi seseorang karena melakukan penyekapan pada seorang warga negara," kata dia.

Budiono menerangkan, sanksi tersebut seharusnya diberikan pada kapolsek beserta jajarannya. Tapi sanksi yang lebih berat kepada kapolseknya, karena dia yang memberikan perintah penahanan, kalau memang terbukti melakukan perintah penahanan.

"Jadi kita mengharapkan pemeriksaan Propam ini bisa benar-benar mengungkap, kenapa alasan dilakukan penahanan dan siapa-siapa yang terlibat didalam proses penahanan ini," tandasnya.

Korban Arsiman dan istri sudah menunjuk kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, untuk mendampinginya.

Direktur Yayasan LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwad, mengatakan telah terjadi kesewenang-wenangan oleh Polsek Tanjung Karang Barat dalam penahanan Arsiman tanpa adanya laporan serta surat perintah penangkapan dan penahanan.

"Padahal Pasal 19 ayat (1) KUHAP disebutkan penyidik dalam melakukan penangkapan paling lama 1x24 jam dengan membawa perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup," ujar Sumaindra.

Namun lanjut dia, Arsiman diantarkan seseorang yang diduga anggota Kepolisian Polda Lampung ke kantor Polsek Tanjungkarang Barat tanpa adanya laporan kepolisian atau aduan, surat perintah penangkapan dan surat penahanan.

Sumaindra menjelaskan, selama 8 hari, Arsiman mendapat perlakuan kurang baik dan diperlakukan layaknya tahanan bahkan untuk membeli makan saja tidak diperbolehkan.

"Selama 8 hari, Arsiman sempat menerima perlakuan yang diduga penyiksaan dalam konteks melanggar hak asasi manusia. Arsiman tidak diperbolehkan meninggalkan ruangan Kanit Reskrim Polsek Tanjungkarang Barat dan dikunci pada malam harinya layaknya seorang tahanan. Bahkan untuk melakukan buang air kecil saja, Arsiman sempat harus menggunakan botol air mineral karena tidak diizinkan untuk buang air kecil di kamar mandi," terangnya.

Begitu pula untuk memenuhi nutrisinya dengan makanan kata Sumaindra, Arsiman tidak diperkenankan untuk membeli makanan diluar dan hanya dapat memesan makanan via aplikasi online bahkan kerap kali Arsiman harus menahan lapar seharian karena tidak diberikan makanan oleh anggota Polsek Tanjungkarang Barat.

Sumaindra menerangkan, LBH Bandar Lampung melihat adanya dugaan penyiksaan dalam konteks HAM sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Bahwa dalam Pasal 33 ayat (1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.

Kemudian dalam Pasal 34, setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.

Sumaindra menjelaskan, pihaknya bersama Arsiman melaporkan persoalan ini ke Mabes Polri dan Komnas HAM Republik indonesia terkait dengan aksi kesewenang-wenangan aparat kepolisian Polsek Tanjungkarang Barat untuk dapat diperiksa dan di usut secara transparan dan profesional.

"LBH Bandar Lampung akan terus mengawal persoalan ini sampai tuntas, mengingat instansi kepolisian memang sedang mendapatkan perhatian publik terkait dengan kinerja anggotanya," imbuhnya. (*)

 

Editor Sigit Pamungkas