Berdikari.co, Bandar Lampung - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyebut dua perusahaan di wilayah Lampung diduga mengekspor Crude Palm Oil (CPO) menggunakan dokumen limbah sawit. Dua perusahaan itu berinisial PT I dan PT D.
Koordinator MAKI, Boyamin, mengatakan PT I dan PT D melakukan ekspor melalui Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung.
“Akibat ulah dua perusahaan ini negara dirugikan karena mereka tidak membayar 5 persen bea keluar dan tidak membayar pungutan sawit. Serta tidak membayar pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen. Jadi kita kehilangan pajak sekitar 15 persen plus pungutan sawit,” kata Boyamin, Rabu (6/3).
Menurut Boyamin, dalam kasus ini isu utama yang perlu mendapat sorotan adalah ekspor besar-besaran CPO keluar negeri dengan berbagai cara. Karena harga CPO di luar negeri sedang tinggi. Sementara KPPU mengingatkan tidak boleh orang atau perusahaan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dengan merugikan rakyat dan negara,
Boyamin melanjutkan, kedua perusahaan itu mengekpor CPO dengan pakai dokumen limbah sawit itu untuk menghindari DMO sebesar 20 persen.
“Jadi perusahaan-perusahaan ini sebenarnya sudah untung besar, dan juga menghilangkan haknya negara,” tegas dia.
Boyamin membeberkan, PT I sahamnya dimiliki oleh orang asing dan PT D dimiliki oleh orang Lampung. PT I beroperasi sudah selama 5-6 tahun.
“Sekarang nampaknya diduga sudah berhenti, sekitar dua tahun terakhir,” ujar dia.
Ia menerangkan, untuk PT D sudah beroperasi sejak tahun 2019 atau 2020. “Saya dari kemarin turun ke Lampung untuk konfirmasi langsung ke pihak-pihak yang tahu kasus itu. Karena kalau barang atau kapalnya kan sudah tidak ada,” ungkapnya.
Menurut Boyamin, kedua perusahaan itu sudah melanggar UU Kepabeanan, khususnya pasal 102, dan 103 yang ancaman hukumannya minimal 2 tahun penjara.
“Karena dukungan data yang saya terima sudah kuat, makanya saya turun ke Lampung. Kalau tidak kuat tidak mungkin turun. Saya turun hanya untuk memastikan ke orang-orang itu saja,” tandasnya.
Boyamin akan melaporkan dugaan permainan ekspor CPO memakai dokumen limbah sawit itu ke Dirjen Bea Cukai dan KPPU.
“Minggu depan saya akan laporkan kedua perusahaan itu ke Dirjen Bea Cukai dan KPPU pusat,” ungkapnya.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah II siap memproses temuan MAKI terkait dugaan adanya dua produsen minyak goreng di Lampung mengeksor CPO menggunakan dokumen limbah sawit.
Kepala Kantor KPPU Wilayah II, Wahyu Bekti Anggoro, mengatakan MAKI terlebih dahulu telah melaporkan sembilan perusahaan eksportir CPO kepada Kantor KPPU pusat yang berada di Jakarta.
"Terkait informasi adanya dua produsen minyak goreng dari Lampung yang juga akan ikut dilaporkan oleh MAKI, tentunya KPPU akan segera menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Wahyu, Rabu (6/4).
Wahyu mengapresiasi dukungan masyarakat yang turut andil dalam mendukung informasi dan data terhadap proses penyelidikan yang saat ini sedang dilakukan oleh KPPU.
"Saat ini KPPU sedang menangani perkara terkait produksi dan pemasaran minyak goreng dan produk turunannya. Tentunya dukungan data dan informasi dari MAKI kita harap dapat mendukung proses penyidikan yang memang saat ini berjalan," tuturnya.
Ia menegaskan, sanksi bagi pelanggar adalah UU Nomor 5 Tahun 1999 yang saat ini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Sanksi yang dapat dikenakan yaitu denda minimal Rp1 miliar, maksimal 50 persen dari keuntungan bersih selama kurun pelanggaran atau 10 persen dari penjualan selama kurun pelanggaran," kata dia.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, Elvira Umihanni, mengungkapkan tiga produsen minyak goreng di Lampung yang melakukan ekspor CPO.
"Di Lampung yang ekspor CPO itu ada PT Sinar Mas, PT Louis Dreyfus Company (LDC) dan PT Tunas Baru Lampung. Untuk PT Tunas Baru Lampung sudah lama tidak ekspor. Kemudian untuk PT Sinar Mas izinnya langsung ke Kementerian Perdagangan," jelasnya. (*)