Logo

berdikari Nasional

Senin, 08 Agustus 2022

Penembak Brigadir Yoshua Lebih Satu Orang,Bharada E Mengaku Jalankan Perintah Atasan

Oleh ADMIN

Berita
Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Jakarta - Penembak yang menyebabkan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, atau Brigadir J, tewas, diduga dilakukan lebih dari satu orang. Aksi tersebut dilakukan atas perintah atasan.

Pengacara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Deolipa Yumara, mengatakan kliennya bukanlah pelaku utama dalam kasus tewasnya Brigadir J.

Deolipa menyatakan, kliennya akan membuka kasus tersebut dengan terus terang."Ya Richard akan membuka sepenuhnya, Richard akan berterus terang (mengakui bukan pelaku utama)," papar Deolipa, Minggu (7/8/2022).

Deolipa menyebut kliennya berterus terang terlibat peristiwa kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Namun, soal apakah Bharada E terlibat dalam penembakan, ia serahkan kepada tim penyidik.

"Dia berterus terang terlibat, masuk wilayah penyidikan (terkait penembak Brigadir J)," ungkapnya.

Dia menegaskan, Bharada E bukanlah pelaku utama. Berdasarkan keterangan kepada kuasa hukum, Bharada E mengaku ada yang memerintahkan dirinya. "Ya betul (mengaku bukan pelaku utama), ada yang memerintahkan," tuturnya.

Deolipa sebelumnya juga menyatakan kliennya akan mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Bharada E siap menjadi JC dalam kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

"Tentunya kita melihat ini penting untuk dilindungi sekarang saksi kunci walaupun tersangka, tapi penting sehingga kami bersepakat kita ajukan diri yang bersangkutan (Bharada E) sebagai justice collaborator," kata Deolipa.

Deolipa menyebut Bharada E juga akan meminta perlindungan hukum kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Rencananya, pihak Bharada E akan mendatangi LPSK pada hari ini Senin (8/8).

"Kita juga meminta perlindungan hukum kepada LPSK. Kami hari Senin pagi upayakan itu," ujarnya.

Deolipa menjelaskan alasan Bharada E siap menjadi JC dan meminta perlindungan hukum kepada LPSK karena dapat menjadi saksi kunci dalam kasus tewasnya Brigadir J.

Pengacara Bharada E lainnya, Muhammad Boerhanuddin, mengatakan kliennya telah mengungkapkan sejumlah nama yang terlibat dalam kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J dalam proses berita acara pemeriksaan (BAP).

"Semalam kan udah di-BAP. Semua udah disebutin, udah dijelasin semua di situ," kata Boerhanuddin, Minggu (7/8). 

Namun Boerhanuddin enggan menyebutkan nama-nama yang disebutkan Bharada E dalam BAP. Dia memastikan pihak yang terlibat lebih dari satu orang.

"Enggak bisa (disebutkan). Itu kepentingan penyidikan, belum bisa kita publish. Yang penting udah terang-benderang sedari semalam gitu, adanya pengakuan dari Bharada E. Ya nanti ikuti saja perkembangannya. Ada beberapa nama sih dari pihak kami," jelas Boerhanuddin.

Sementara itu, mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, sudah ditahan di Mako Brimob. Ferdy Sambo akan diperiksa atas dugaan pelanggaran etik. Inspektorat Khusus (Itsus) Polri menempatkan Irjen Ferdy Sambo di Mako Brimob selama 30 hari.

"Tiga puluh hari ke depan info dari itsus," kata Kadiv Humas Polri Irjen, Dedi Prasetyo, Minggu (7/8).  

Dedi mengatakan, Ferdy Sambo diduga melakukan pelanggaran prosedur dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Dia disebut tidak profesional dalam hal pengambilan CCTV.

"Dari hasil kegiatan pemeriksaan tim gabungan, Wasriksus, terhadap perbuatan Irjen FS yang diduga melakukan pelanggaran prosedur dalam penanganan tindak pidana meninggalnya Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri," ujar Dedi.

Dari hasil pemeriksaan Irsus terhadap sekitar 10 saksi dan beberapa bukti, Irjen Ferdy diduga melakukan pelanggaran terkait menyangkut masalah ketidakprofesionalan di dalam olah TKP.

"Oleh karenanya, yang bersangkutan langsung ditempatkan di tempat khusus, yaitu di Kor Brimob Polri. Ini masih berproses," lanjutnya.

Irjen Ferdy Sambo dibawa ke Mako Brimob, Sabtu (6/8) sore. Dedi mengaku hal itu merupakan arahan langsung Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

"Proses ini betul-betul berjalan secara independen kemudian secara akuntabel dan prosesnya harus cepat. Ini sesuai dengan perintah Bapak Kapolri. Kita lebih fokus ke timsusnya karena timsus ini pro justitia, apa yang dilakukan semuanya memiliki pertanggungjawaban keadilan," ujar Dedi.

Dua anggota Polri yang merupakan ajudan dan sopir istri eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi (PC), juga ditangkap dan ditahan pada Minggu (7/8).

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Mabes Polri, Brigjen Andi Rian, mengatakan Bharada RE dan Brigadir RR merupakan sopir dan ajudan dari istri Ferdy Sambo ditangkap oleh timsus. "Sopir dan ajudan ibu PC," kata Andi, Minggu (7/8).

Polisi belum memerinci soal alasan penangkapan Bharada RE dan Brigadir RR. Namun, Andi Rian menyebut keduanya telah ditahan di Bareskrim Mabes Polri. "Sudah ditahan di Bareskrim," tuturnya.

Istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, bersama anaknya menyambangi Mako Brimob pada Minggu (7/8) petang. Putri membawa pakaian untuk suaminya selama berada di tempat khusus Mako Brimob.

"Saya selaku Kuasa hukum Ibu PC dan Pak FS hari ini datang ke Mako Brimob untuk membawa pakaian kepada Pak FS," kata pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis di Mako Brimob, Depok, Minggu (7/8).

Selain itu, istri Ferdy Sambo awalnya akan membesuk suaminya. Namun hal itu tidak bisa dilakukan karena belum mendapat izin bertemu.

"Tapi hari ini belum sempat ketemu. Belum diberikan izin, mudah-mudahan besok atau hari-hari berikutnya bisa diberikan izin," ujarnya.

Selain itu Putri juga telah berkonsultasi dengan psikolog klinis agar dapat membesuk suaminya. Putri Candrawathi, mengaku ikhlas dengan apa yang tengah keluarganya alami.

Putri tidak banyak berkomentar ketika memberikan keterangan kepada media. Sambil terisak menahan tangis, Putri mengaku telah memaafkan peristiwa yang menimpa keluarganya. "Saya ikhlas memaafkan segala perbuatan yang kami dan keluarga alami," kata Putri.

Bisa Terancam Dipecat

Indonesia Police Watch (IPW) menilai keputusan Irjen Ferdy Sambo ditempatkan di Mako Brimob untuk memudahkan penyelidikan terhadap Sambo.

"Penempatan Ferdy Sambo di Mako Brimob adalah untuk melancarkan proses pemeriksaan Irsus maupun Timsus," kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, Minggu (7/8).

Menurut Sugeng, dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ferdy Sambo tergolong fatal. Pasalnya, hal itu berkaitan dengan penghilangan barang bukti dan perusakan tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya Brigadir Yoshua.

Sugeng menyebut atas dasar dugaan pelanggaran tersebut, Ferdy Sambo bisa dipecat jika terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

"Dalam pemeriksaan saat ini diketahui adalah terkait dengan pelanggaran kode etik berat yaitu merusak TKP dan menghilangkan barang bukti, pistol, proyektil, dan lain-lain. Untuk pelanggaran kode etik FS dapat dipecat," terang Sugeng.

Sugeng menjelaskan, dalam pelanggaran kode etik tersebut juga termasuk perbuatan pidana yaitu melanggar Pasal 221 KUHP juncto Pasal 233 KUHP dengan ancaman 4 tahun.

Sugeng melanjutkan, jika nantinya Ferdy Sambo terbukti sebagai pihak yang menyuruh mengambil CCTV, tindakan itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran pidana. Sambo, kata Sugeng, bisa dijerat dengan Pasal 362 KUHP atas tindakannya tersebut.

"Bahwa bila terdapat juga perbuatan menyuruh mengambil CCTV yang bukan miliknya maka dapat juga dikenakan Pasal 362 Juncto Pasal 56. Ancamannya 5 tahun sehingga bisa ditahan untuk kepentingan menunggu pemeriksaan perkara pokok matinya Brigpol J yang diusut dengan Pasal 338 KUHP juncto 55 dan 56 KUHP," ucap Sugeng. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Senin, 8 Agustus 2022 berjudul "Penembak Brigadir Yoshua Lebih Satu Orang"

Editor Didik Tri Putra Jaya