Berdikari.co, Bandar Lampung - Sejumlah isu mulai
pelecehan seksual, perjudian hingga LGBT beredar dalam kasus penembakan
Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas eks Kadiv
Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso,
mengatakan sejatinya kasus Ferdy Sambo adalah pembunuhan berencana. Sesuai
dengan pengakuan Ferdy Sambo bahwa dirinya emosi dan marah sehingga melakukan
perbuatan membunuh.
"Semua isu yang beredar itu tidak penting,
terpenting adalah pengakuan Sambo bahwa dia emosi dan marah karena harga
dirinya dan keluarga diinjak-injak sehingga membunuh Brigadir J," kata
Sugeng, Rabu (17/8).
Ia menjelaskan, dalam kasus Ferdy Sambo murni
pembunuhan berencana karena ada unsur-unsur yang terpenuhi, diantaranya ada niat
dan jeda waktu pelaksanaan pembunuhan.
"Jadi niat membunuh sudah ada sejak dari
Magelang dan dieksekusi di Jakarta, klop nih pembunuhan berencana. Jadi tidak
penting lagi soal ada isu-isu apa itu," lanjutnya.
Ia menjelaskan, isu-isu yang dibangun pada perkara
kasus Ferdy Sambo tidak penting, diantaranya mulai dari pelecehan, dan
pemerkosaan. "Hingga yang terbaru dan tak ingin saya sebutkan namanya
terkait yang dibilang oleh Mahfud MD, ini menjijikkan dan memalukan
(LGBT)," ucapnya.
Menurut Sugeng, dalam kasus Ferdy Sambo yang sempat
diisukan adanya perselingkuhan antara Brigadir J dengan istrinya belum bisa
dibenarkan hingga sekarang dan tak menemukan titik kejelasan.
"Kalau namanya perselingkuhan kan dilakukan
oleh kedua belah pihak, kenapa Sambo hanya membunuh Brigadir J saja, kan
dua-duanya salah, ini menjadi tanda tanya? Kenapa istrinya setidaknya ditampar
atau gimana? Kan ini tidak jelas," ujarnya.
Ia melanjutkan, adanya cerita lain bahwa Brigadir J
mengetahui dugaan Sambo sebagai pelindung praktek judi atau bandar judi itu
juga belum pasti kebenarannya. "Ini juga belum jelas dan ada data yang
lagi kita verifikasi," ucapnya.
Sugeng menerangkan, jika memang Putri Candrawathi
memang sudah membuat laporan tersebut dugaan pelecehan bisa dituntut terkait dugaan
laporan palsu dan bisa dikenakan Pasal 220 KUHP Jo Pasal 317 KUHP.
"Apakah ibu Putri terlibat dalam kasus
pembunuhan, harus ditanya ke penyidik tapi dia (putri) wajib diperiksa oleh
penyidik soal apa yang dia ketahui tentang matinya Brigadir J atau peristiwa
penembakan itu," ujar Sugeng.
Pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua
Hutabarat atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, berharap istri Irjen Ferdy
Sambo, Putri Candrawathi, dijadikan tersangka. Pengacara menilai istri Ferdy
Sambo sebagai lakon kepura-puraan dalam kasus ini.
"Karena Ibu PC (Putri Candrawathi) nggak mau menyesali perbuatannya,
tetapi dia tetap pada lakon keberpura-puraan itu atau obstruction of justice
itu, atau permufakatan jahat juga, maka saya minta tadi kepada pejabat utama
Polri, segera jadikan tersangka Pasal 55, 56 juncto 340, 338, 351 ayat 3,"
kata Kamaruddin di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (16/8).
Kamaruddin mengatakan permintaan ini masuk dalam
laporan pertamanya ke Bareskrim. Sementara itu, laporan soal dugaan laporan
palsu terkait dugaan pelecehan masih menunggu surat kuasa dari keluarga
Brigadir J.
"Nanti saya bikin (laporan) lagi. Karena harus ada surat kuasa, tho. Saya
harus ke Jambi dulu untuk laporan yang perbuatan lainnya. Tadi di dalam perkara
pembunuhan saya minta dia (PC) tersangka. Dan tadi sudah diterima oleh pejabat
utama," tambahnya.
Pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua
Hutabarat atau Brigadir J lainnya, Martin Lukas Simanjuntak, menjelaskan awal
mula timnya berniat mempolisikan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Martin mengatakan pihaknya sudah memberi kesempatan Putri mengklarifikasi soal
isu pelecehan untuk memulihkan nama baik Yoshua, namun kesempatan itu tak
direspons.
"Jadi
mengenai laporan ini adalah tujuannya untuk kepastian hukum, kenapa kepastian
hukum? Karena Bu PC memiliki pertanggungjawaban untuk menjelaskan terhadap
laporan palsu dia. Nah kenapa dia harus bertanggung jawab? Karena sudah
melakukan fitnah terhadap Almarhum," kata Martin kepada wartawan, Rabu
(17/8).
"Setidaknya adanya dugaan laporan palsu,
penghalang halangan penyidikan, lalu penyiaran berita bohong dan pencemaran
nama baik. Nah ini semua harus dipertanggungjawabkan," tambahnya.
Martin mengatakan pihaknya sempat memberikan
kesempatan kepada Putri Candrawathi untuk mengklarifikasi atas laporan
tersebut. Namun, kesempatan itu tidak direspons sehingga timbul rencana
melapor.
"Kami sudah memberikan kesempatan kepada bu
PC satu kali 24 jam, habisnya kemarin Senin pukul 24.00 WIB. Nah sinyal ini
tidak ditangkap dengan baik. Padahal bu PC ini pakai pengacara yang kondang
hebat, seharusnya kuasa hukum itu kewajibannya apa? Meringankan kliennya, ini
ada kesempatan untuk meringankan supaya jangan terkena jerat pidana,"
ungkap Martin.
"Tapi penasehat hukumnya gagal memberikan
nasehat hukum yang baik bagi bu PC, sehingga sekarang menurut kami konsekuensi
tidak diterima nya tawaran kami, maka Bu PC harus mempertanggungjawabkan apa
yang sudah dia lakukan," sambungnya.
Lebih lanjut, Martin juga menduga Putri tidak
bertindak sendiri. Dia menyebut ada orang sekitar Putri Candrawathi yang turut
mempengaruhinya.
"Dan kami menduga Bu PC ini tidak dalam
kesadaran diri ketika melakukan itu, dan kami duga ada orang-orang di sekitar
Ibu PC yang mempengaruhi sehingga beliau melakukan tindakan-tindakan yang tidak
semestinya, atau tindakan-tindakan melawan hukum," ujarnya. (*/Dtc)