Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Selasa, 08 Agustus 2023

239 Hektar Lahan Diduduki Warga, PTPN VII Rugi 50 Juta per Hektar

Oleh Zainal Hidayat

Berita
Sekretaris Perusahaan PTPN VII, Bambang Hartawan bersama Kabag Pertanahan dan Teknologi Informasi PTPN VII, Nugraha memberi keterangan terkait perkembangan konflik lahan Unit Way Berulu dengan warga. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Konflik lahan PTPN VII Unit Way Berulu dengan warga Taman Sari hingga kini belum ada titik temu. Warga menutup akses dan menduduki lahan seluas 239 hektar di Way Berulu. Dampaknya, lahan itu kini tidak bisa produksi dan PTPN VII mengalami kerugian mencapai Rp30 juta sampai Rp50 juta per hektar.

Kedua belah pihak baik warga maupun PTPN VII pun saling lapor ke Polda Lampung buntut dari konflik lahan tersebut. Sekelompok orang mengatasnamakan Forum Masyarakat Pesawaran Bersatu (FMPB) melaporkan PTPN VII ke Polda Lampung, Sabtu (5/8) lalu.

Mereka menuduh Holding Perkebunan Nusantara (PTPN Group) melakukan dugaan penyerobotan lahan seluas 239 hektar di Unit Way Berulu, penggelapan pajak, legalitas lahan, dan pemanfaatan lahan yang tidak semestinya.

Sebelumnya, PTPN VII juga sudah melaporkan sebanyak lima warga Taman Sari ke Polda Lampung pada 28 Juni 2023 dengan tuduhan pelanggaran tindak pidana kejahatan perkebunan yakni melanggar UU No. 39 Tahun 2014. Salah satu yang dilaporkan adalah Kades Taman Sari Febian.

Laporan PTPN VII tersebut telah diterima oleh Polda Lampung dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: STTLP/B/272/VI/2023/SPKT/Polda Lampung.

Sekretaris Perusahaan PTPN VII, Bambang Hartawan mengatakan menghargai langkah hukum yang diajukan FMPB. Menurutnya, PTPN VII patuh dan tunduk kepada undang-undang dan hukum yang berlaku.

“PTPN VII tunduk dan patuh terhadap peraturan hukum yang berlaku pada semua aspek bisnis. Terhadap laporan yang mengatasnamakan warga Taman Sari, kami hormati,” kata Bambang, Senin (7/8).

Bambang menerangkan, PTPN VII memiliki bukti yang cukup dan sah di hadapan hukum. Bambang mengungkapkan, sebelumnya PTPN VII juga sudah melaporkan sebanyak lima warga Taman Sari ke Polda Lampung pada 28 Juni 2023 dengan tuduhan pelanggaran tindak pidana kejahatan perkebunan yakni UU No. 39 Tahun 2014. “Yang dilaporkan ada lima orang termasuk Kades Taman Sari Febian,” jelasnya.

Bambang menjelaskan, akibat pendudukan lahan seluas 239 hektar oleh warga berdampak pada terhentinya produksi. “Kerugian yang PTPN alami sekitar Rp30 juta sampai dengan Rp50 juta per hektar. Pendudukan sudah berlangsung selama dua bulan,” jelasnya.

Kabag Pertanahan dan Teknologi Informasi PTPN VII, Nugraha menambahkan, lahan milik PTPN VII yang dipermasalahkan warga memiliki alas kepemilikan yang sah.

Nugraha mengatakan, ada beberapa kejanggalan yang dilaporkan warga tersebut. “Dari laporan BPN Provinsi ke BPN Pusat tertanggal 20 Juni 2023, poin 2-C disebutkan bahwa mereka membuat surat jual-beli waris atas nama H. Abdurroni bertahun 1907 menggunakan aksara Lampung dan mata uang rupiah. Sedangkan zaman itu belum ada mata uang rupiah. Kalau tidak salah, kita menggunakan mata uang rupiah itu mulai 1946. Selain itu, ada beberapa kejanggalan lain seperti tidak disebutkan objek lokasi lahan, dan sebagainya,” jelasnya.

Ia menerangkan, kepemilikan lahan PTPN VII tersebut adalah hasil nasionalisasi dari Pemerintahan Hindia Belanda. Bukti-bukti tersebut menguatkan legalitas kepemilikan PTPN VII terhadap obyek lahan yang disengketakan.

Terkait tuduhan PTPN VII tidak membayar pajak atas objek tersebut, Nugraha menyatakan siap menunjukkan bukti bayar pajak. Jika dibutuhkan dan sesuai prosedur hukum yang berlaku, pihaknya akan menggelar semua bukti perpajakan yang telah dibayarkan PTPN VII kepada negara.

“Pada tahun 2023, PTPN VII sudah menyetorkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ke negara sebesar Rp2.256.920.162. Tahun 2021 sebesar Rp2.227.407.547 dan 2022 sebesar Rp2.194.617.643,” jelasnya.

Nugraha menerangkan, terkait tuduhan penyewaan lahan kepada pihak ketiga, itu adalah kebijakan direksi PTPN VII berkaitan dengan program optimalisasi aset. Program ini adalah mandatori dari Direksi Holding Perkebunan Nusantara (PTPN Group) dalam rangka peningkatan pendapatan perusahaan dari luar bisnis utama dan konsolidasi kepastian hak atas lahan yang sah.

Nugraha menjelaskan, kerjasama dengan pihak ketiga ini diatur dalam Peraturan Direksi PTPN III (Holding) Nomor Dirjper/15/2021 tentang SOP Kerjasama Optimasi Aset Tetap di Lingkungan PTPN Group. “Jadi semua standar pengelolaan dan pemanfaatan dari hasil kerja sama itu juga sangat jelas,” imbuhnya. (*)

Berita ini telah terbit di Website Kupastuntas.co, dengan judul “Tanggapi Laporan FMPB ke Polda Lampung, Bambang Hartawan: PTPN VII Punya Bukti Cukup dan Sah"

Editor Sigit Pamungkas