Berdikari.co, Bandar Lampung - Konflik lahan
PTPN VII Unit Way Berulu dengan warga Taman Sari hingga kini belum ada titik
temu. Warga menutup akses dan menduduki lahan seluas 239 hektar di Way Berulu.
Dampaknya, lahan itu kini tidak bisa produksi dan PTPN VII mengalami kerugian
mencapai Rp30 juta sampai Rp50 juta per hektar.
Kedua belah pihak baik warga maupun PTPN VII
pun saling lapor ke Polda Lampung buntut dari konflik lahan tersebut.
Sekelompok orang mengatasnamakan Forum Masyarakat Pesawaran Bersatu (FMPB)
melaporkan PTPN VII ke Polda Lampung, Sabtu (5/8) lalu.
Mereka menuduh Holding Perkebunan Nusantara
(PTPN Group) melakukan dugaan penyerobotan lahan seluas 239 hektar di Unit Way
Berulu, penggelapan pajak, legalitas lahan, dan pemanfaatan lahan yang tidak
semestinya.
Sebelumnya, PTPN VII juga sudah melaporkan sebanyak
lima warga Taman Sari ke Polda Lampung pada 28 Juni 2023 dengan tuduhan
pelanggaran tindak pidana kejahatan perkebunan yakni melanggar UU No. 39 Tahun
2014. Salah satu yang dilaporkan adalah Kades Taman Sari Febian.
Laporan PTPN VII tersebut telah diterima oleh
Polda Lampung dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor:
STTLP/B/272/VI/2023/SPKT/Polda Lampung.
Sekretaris Perusahaan PTPN VII, Bambang
Hartawan mengatakan menghargai langkah hukum yang diajukan FMPB. Menurutnya,
PTPN VII patuh dan tunduk kepada undang-undang dan hukum yang berlaku.
“PTPN VII tunduk dan patuh terhadap peraturan
hukum yang berlaku pada semua aspek bisnis. Terhadap laporan yang
mengatasnamakan warga Taman Sari, kami hormati,” kata Bambang, Senin (7/8).
Bambang menerangkan, PTPN VII memiliki bukti
yang cukup dan sah di hadapan hukum. Bambang mengungkapkan, sebelumnya PTPN VII
juga sudah melaporkan sebanyak lima warga Taman Sari ke Polda Lampung pada 28
Juni 2023 dengan tuduhan pelanggaran tindak pidana kejahatan perkebunan yakni
UU No. 39 Tahun 2014. “Yang dilaporkan ada lima orang termasuk Kades Taman Sari
Febian,” jelasnya.
Bambang menjelaskan, akibat pendudukan lahan
seluas 239 hektar oleh warga berdampak pada terhentinya produksi. “Kerugian
yang PTPN alami sekitar Rp30 juta sampai dengan Rp50 juta per hektar.
Pendudukan sudah berlangsung selama dua bulan,” jelasnya.
Kabag Pertanahan dan Teknologi Informasi PTPN
VII, Nugraha menambahkan, lahan milik PTPN VII yang dipermasalahkan warga
memiliki alas kepemilikan yang sah.
Nugraha mengatakan, ada beberapa kejanggalan
yang dilaporkan warga tersebut. “Dari laporan BPN Provinsi ke BPN Pusat
tertanggal 20 Juni 2023, poin 2-C disebutkan bahwa mereka membuat surat
jual-beli waris atas nama H. Abdurroni bertahun 1907 menggunakan aksara Lampung
dan mata uang rupiah. Sedangkan zaman itu belum ada mata uang rupiah. Kalau
tidak salah, kita menggunakan mata uang rupiah itu mulai 1946. Selain itu, ada
beberapa kejanggalan lain seperti tidak disebutkan objek lokasi lahan, dan
sebagainya,” jelasnya.
Ia menerangkan, kepemilikan lahan PTPN VII
tersebut adalah hasil nasionalisasi dari Pemerintahan Hindia Belanda.
Bukti-bukti tersebut menguatkan legalitas kepemilikan PTPN VII terhadap obyek
lahan yang disengketakan.
Terkait tuduhan PTPN VII tidak membayar pajak
atas objek tersebut, Nugraha menyatakan siap menunjukkan bukti bayar pajak.
Jika dibutuhkan dan sesuai prosedur hukum yang berlaku, pihaknya akan menggelar
semua bukti perpajakan yang telah dibayarkan PTPN VII kepada negara.
“Pada tahun 2023, PTPN VII sudah menyetorkan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ke negara sebesar Rp2.256.920.162. Tahun 2021
sebesar Rp2.227.407.547 dan 2022 sebesar Rp2.194.617.643,” jelasnya.
Nugraha menerangkan, terkait tuduhan penyewaan
lahan kepada pihak ketiga, itu adalah kebijakan direksi PTPN VII berkaitan
dengan program optimalisasi aset. Program ini adalah mandatori dari Direksi
Holding Perkebunan Nusantara (PTPN Group) dalam rangka peningkatan pendapatan
perusahaan dari luar bisnis utama dan konsolidasi kepastian hak atas lahan yang
sah.
Nugraha menjelaskan, kerjasama dengan pihak
ketiga ini diatur dalam Peraturan Direksi PTPN III (Holding) Nomor
Dirjper/15/2021 tentang SOP Kerjasama Optimasi Aset Tetap di Lingkungan PTPN
Group. “Jadi semua standar pengelolaan dan pemanfaatan dari hasil kerja sama
itu juga sangat jelas,” imbuhnya. (*)
Berita ini telah terbit di
Website Kupastuntas.co, dengan judul “Tanggapi
Laporan FMPB ke Polda Lampung, Bambang Hartawan: PTPN VII Punya Bukti Cukup dan
Sah"