Logo

berdikari HUKUM & KRIMINAL

Selasa, 22 Agustus 2023

Kerugian Negara Kasus Mark Up DPRD Tanggamus 9 Miliar, DPRD Sudah Kembalikan 5 Miliar

Oleh ADMIN

Berita
Kantor DPRD Tanggamus Lampung. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Hasil perhitungan (audit) kerugian negara dalam kasus mark up biaya hotel DPRD Tanggamus tahun 2021 sebesar Rp9 miliar lebih. Angka ini lebih besar dibandingkan potensi kerugian negara yang pernah disampaikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung senilai Rp7,7 miliar.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Lampung, Ricky Ramadhan mengatakan telah dilakukan penghitungan riil kerugian negara atas kasus mark up biaya hotel yang dilakukan oleh anggota DPRD Tanggamus tahun anggaran 2021.

"Iya sudah dilakukan audit secara independen, dimana kerugian negara itu sebesar Rp9 miliar lebih. Secara detailnya saya lupa," kata Ricky saat ditemui usai melaksanakan salat Asar di masjid Kejati Lampung, Senin (21/3).

Ditanya pengembalian uang kerugian negara dalam kasus tersebut, Ricky mengatakan hingga saat ini jumlah uang yang telah dikembalikan bertambah menjadi Rp5 miliar.

"Sampai hari ini jumlah kerugian negara yang telah dikembalikan bertambah. Kalau kemarin itu Rp4,5 miliar, dan sekarang sudah jadi Rp5 miliar," katanya.

Ricky menjelaskan, saat ini penyidik Kejati Lampung sudah memeriksa sebanyak 17 saksi. Namun, ia mengaku belum mengetahui informasi lebih lanjut apakah akan ada pemeriksaan lanjutan.

"Kalau untuk saksi diluar 17 orang kemarin saya belum tahu informasi lebih lanjutnya," imbuhnya.

Sekadar mengingatkan, pimpinan dan anggota DPRD Tanggamus diduga melakukan mark up biaya perjalanan dinas yang berasal dari APBD  tahun anggaran 2021 yang terealisasi sebesar Rp12 miliar.

Dugaan mark up yang dilakukan masuk dalam komponen biaya penginapan pada anggaran belanja perjalanan dinas paket meeting luar dan dalam kota sekretariat DPRD Kabupaten Tanggamus.

Paket tersebut berupa biaya penginapan di dua hotel di Bandar Lampung, dua hotel di Jakarta, tujuh hotel di Sumatera Selatan dan 12 hotel di Jawa Barat.

Adapun modus yang dilakukan dengan penggelembungan biaya kamar hotel dan dilampirkan di Surat Perjalanan Dinas (SPJ).

Selanjutnya, dengan cara menambah atau melebihkan harga kamar hotel yang tidak sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pihak hotel, serta melakukan tagihan fiktif hotel pada SPJ dimana nama yang dilampirkan tidak pernah menginap berdasarkan data yang ada di komputer masing-masing hotel. (*)

Editor Sigit Pamungkas