Berdikari.co, Bandar Lampung - Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Lampung membentuk tim terpadu untuk penanganan pembersihan
limbah hitam yang mencemari pesisir pantai Kabupaten Pesisir Barat (Pesibar)
dan Lampung Selatan (Lamsel).
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
Provinsi Lampung, Murni Rizal mengatakan tim terpadu tersebut terdiri dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
kabupaten terdampak, TNI Angkatan Laut dan Polairud.
"Kita akan lakukan penanganan segera. Tim
terpadu sudah kita dibentuk untuk menangani limbah secepat mungkin. Karena yang
penting sekarang adalah penanganannya," kata Murni, Kamis (24/8).
Murni mengungkapkan, hingga kini pihaknya
belum mengetahui darimana ceceran limbah hitam tersebut berasal. Selain
melakukan pembersihan, pihaknya juga akan melakukan uji laboratorium terhadap
sampel limbah.
"Untuk limbahnya sendiri belum tahu darimana?
Kita minta bantuan PHE OSES untuk melakukan penanganan. Kita mulai turun besok
sekalian uji laboratorium supaya tahu asal limbahnya," jelasnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
Lampung, Emilia Kusumawati menerangkan saat ini daerah yang melaporkan tercemar
limbah hitam adalah Kabupaten Lampung Selatan dan Pesisir Barat.
"Ini kita belum tahu dari mana asalnya.
Untuk mengidentifikasi sumber limbahnya darimana tentunya harus ada
fingerprint. Kita cek dulu sumber limbahnya. Tapi yang utama dari sisi
lingkungan kita bersihkan dulu," kata Emilia.
Ia menjelaskan, jika nanti ditemukan ada yang
menyalahi aturan dan ceceran minyak mentah tersebut akibat dari faktor
kesengajaan, kebocoran atau kelalaian dari pelaku usaha, maka dapat dikenakan
sanksi sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 dan UU No. 6 Tahun 2010.
"Nanti kita lihat, kalau memang menyalahi
kan ada aturan yang mengatur. Apabila ini memang sesuai dengan aturan, akan
kita tindaklanjuti sesuai dengan aturan," jelasnya.
Emilian mengatakan, pihaknya tidak bisa
menuduh pihak yang melakukan pembuangan limbah tersebut. Hal tersebut lantaran
ada beberapa perusahaan minyak di Lampung seperti PT Pertamina, PHE OSES dan
beberapa perusahaan swasta.
"Hari ini setelah rapat kami akan
mengecek ke lokasi seperti apa kondisinya. Kalau terkait minyak di situ pasti ada
Pertamina ada PHE OSES dan swasta, jadi kita tidak bisa menuduh siapa. Karena
mereka bilang tidak ada kebocoran," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Lampung,
Arinal Djunaidi mengatakan jika nanti di lapangan sudah ditemukan bukti yang
cukup, pihaknya akan mengambil langkah tegas dan meminta pelakunya untuk
bertanggung jawab.
"Lampung harus kita jaga Selat Sundanya,
jangan sampai terkontaminasi akibat pembuangan limbah yang tidak bertanggung
jawab. Kalau datanya lengkap, kita akan lakukan penegakkan hukum. Makanya saya
akan menurunkan tim," kata Arinal, Rabu (23/8).
Arinal menegaskan, pesisir pantai tidak boleh
dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah. Karena hal tersebut dapat merugikan
nelayan serta merusak ekosistem laut.
"Prinsipnya bahwa laut itu tidak boleh
dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah. Ada beberapa perusahaan dan BUMN
yang melakukan hal itu, dan saya akan ingatkan. Tapi nanti kita cari tahu
dulu," tegas Arinal.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan tumpahan minyak mentah sudah kerap
kali terjadi, dan ini bukan kali pertama ada di Lampung.
"Tumpahan minyak mentah bukan kali ini
saja terjadi tapi sudah beberapa kali. Dan ini bukan hanya di wilayah pasir
pantai Kabupaten Lampung Selatan, tetapi terjadi juga di wilayah pantai
timur," kata Irfan.
Irfan mengungkapkan, penyebab seringnya minyak
mentah mencemari pantai di Lampung lantaran adanya pembiaran, serta tidak
adanya tindakan tegas dari pemerintah daerah.
Menurut Irfan, selama ini pemerintah tidak
pernah melakukan upaya penegakan hukum dan pemberian sanksi yang tegas terhadap
pelaku. Sehingga kejadian seperti ini terus terulang. “Bisa saja tumpahan
minyak kali ini pelakunya sama dengan tahun lalu," ungkap Irfan.
Irfan juga mengkritik selama ini pemerintah
daerah hanya turun ke lapangan untuk mengambil sampel, namun hasilnya tidak
pernah disampaikan kepada masyarakat luas.
"Pemerintah ketika terjadi hal seperti
ini hanya turun ke lapangan mengambil sampel, tapi setelah itu tidak ada
kejelasan tindak lanjutnya seperti apa. Karena peristiwa ini tentu sangat
merugikan masyarakat dan nelayan," tegasnya. (*)