Berdikari.co, Bandar Lampung - Selama dua
periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 2014 hingga 2024,
pemerintah selalu melakukan impor beras. Jumlah beras yang diimpor berkisar 301
ribu ton hingga 3,5 juta ton per tahun.
Selama ini Indonesia dikenal dengan julukan
negara agraris karena mampu menghasilkan produk pertanian dalam jumlah yang
besar. Sayangnya, produksi beras yang dihasilkan belum mampu memenuhi kebutuhan
seluruh rakyat. Terbukti, pemerintah selalu melakukan impor beras selama 10
tahun terakhir atau selama era kepemimpinan Presiden Jokowi sejak 2014-2024.
Berdasarkan data dihimpun, di awal masa
jabatannya tahun 2014, Presiden Jokowi mengimpor beras sebanyak 1,8 juta ton.
Tahun 2015 pemerintahan Jokowi mengimpor beras 861.601 ton atau senilai US$
351,6 juta. Kemudian, di tahun 2016, impor beras pemerintah melonjak menjadi
1.283.178 ton atau seharga US$ 531,8 juta.
Setahun kemudian, di 2017 angka impor beras
sempat menurun menjadi 305.274 ton atau setara US$ 143,6 juta. Namun penurunan
tersebut tidak terulang `di tahun berikutnya, ketika Indonesia mengimpor beras
lagi sebanyak 2.253.824 ton di tahun 2018. Jumlah tersebut setara dengan US$
1,037 juta.
Usai naik drastis, jumlah beras yang diimpor
pemerintah kembali menurun di tahun 2019, lagi-lagi memasuki masa Pemilu.
Sepanjang 2019, Indonesia mengimpor beras sebanyak 444.508 ton atau setara
dengan US$ 184,2 juta.
Pada tahun 2020, pemerintah kembali impor
beras sebanyak 356.000 ton. Tahun 2021, pemerintah impor beras 407.741 ton,
2022 ada beras Impor 301.000 ton, tahun 2023 ada beras Impor 2.000.000 ton, dan
2024 ini beras impor diperkirakan mencapai 3.500.000 ton.
Dibandingkan pemerintahan era Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), impor beras era Presiden Jokowi lebih banyak. Saat
Presiden SBY, impor beras paling banyak terjadi tahun 2011 sebanyak 2.750.476
ton. Sedangkan impor beras paling banyak saat Presiden Jokowi terjadi pada
tahun 2024 mencapai 3,5 juta ton.
Rincian impor beras era Presiden SBY adalah
tahun 2006 sebanyak 438.108 ton atau setara 132,6 juta dolar AS. Lalu 1.406.847
ton di 2007 atau setara 467,7 juta dolar AS.
Di 2008, Indonesia hanya impor beras 289.689
ton atau setara 124,1 juta dolar AS, dan di tahun 2009 kembali menurun menjadi
250.473 ton atau senilai 108,1 juta dolar AS.
Pada tahun 2010, pemerintahan SBY mengimpor
beras 687.581 ton atau senilai 360,7 juta dolar AS. Di 2011, angka impor beras
Indonesia kembali melonjak menjadi 2.750.476 ton atau setara dengan 1,5 miliar
dolar AS.
Di 2012, angka impor beras Indonesia turun
menjadi 1.810.372 ton atau 945,6 juta dolar AS. Selanjutnya, di 2013 impor
beras Indonesia turun ke angka 472.664 ton atau senilai 246 juta dolar AS. Pada
masa akhir kepemimpinan Presiden SBY dan memasuki awal periode Presiden Jokowi,
di tahun 2014 impor beras Indonesia mencapai angka 844.163 ton atau senilai
388,1 juta dolar AS.
Pengamat Pertanian dari Universitas Lampung
(Unila), Teguh Endaryanto mengatakan, Indonesia sebagai negara agraris kini
sudah mengalami pergeseran menjadi negara industrialisasi.
“Indonesia memerlukan 1 juta ton beras untuk
konsumsi, namun ketersediaan hanya 1 juta ton maka pemerintah harus melakukan
impor untuk pemenuhan cadangan pangan. Karena dalam kerangka regulasi ada yang
namanya stok beras itu harus ada 10 persen dari cadangan. Pemerintah harus
impor untuk mengatasi kekurangan," kata Teguh, Selasa (24/10/2023).
Teguh menyarankan kepada pemerintah tidak
melakukan impor beras bersamaan dengan petani yang tengah memasuki masa panen.
"Yang penting adalah menjaga jangan sampai impor beras berbarengan dengan
panen yang bisa menyebabkan permintaan dalam negeri bergeser. Jangan sampai ada
kejadian petani lagi panen tapi ada impor," paparnya.
Teguh mengatakan, pemerintah harus menjadikan
banyaknya impor beras ini sebagai tantangan untuk dapat meningkatkan produksi
padi atau gabah di tingkat petani.
"Ini tantangan bagi pemerintah agar ada
pembinaan terhadap petani, kelembagaan petani dan memperkuat varietas unggul
yang tahan terhadap hama termasuk memperbaiki cara budidaya," imbuhnya.
Menurutnya, saat ini produksi hasil pertanian
di Indonesia masih minim termasuk beras. Sehingga harus ada perbaikan agar
produksi pertanian bisa ditingkatkan.
"Jika saat ini produksi padi masih lima
ton dalam satu hektar, bagaimana caranya bisa dinaikan. Sehingga kedaulatan
pangan dapat diwujudkan. Kalau impor beras terus dilakukan ini bisa mengancam
kedaulatan pangan," jelasnya. (*)