Berdikari.co, Bandar Lampung - Pembangunan infrastruktur yang masif selama era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), ternyata belum berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan pertumbuhan ekonomi nasional cenderung menurun dibandingkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Saat awal Jokowi menjabat presiden atau masa peralihan dari era pemerintahan SBY pada tahun 2014, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi berada di angka 5,01 persen.
Satu tahun berikutnya atau pada 2015, pertumbuhan ekonomi justru merosot ke angka 4,88 persen. Lalu, pada 2016 pertumbuhan ekonomi mulai naik menuju 5,03 persen.
Pada tahun keempat pemerintahan Presiden Jokowi di 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus naik menuju ke angka 5,07 persen dan mencapai ke level 5,17 persen pada tahun 2018.
Memasuki periode kedua pemerintahan Jokowi atau pada 2019, pertumbuhan ekonomi terpantau melambat ke level 5,02 persen. Saat pandemi Covid-19 menghantam Indonesia pada 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot signifikan ke minus 2,07 persen.
BPS mencatat, pada tahun 2021 Indonesia mulai bangkit dengan pertumbuhan ekonomi menyentuh 3,7 persen. Pada 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia rebound ke 5,31 persen. Selanjutnya, pada 2023 pertumbuhan ekonomi menyentuk angka 5,17 persen.
Dibandingkan era Presiden SBY, pertumbuhan ekonomi yang dicapai Presiden Jokowi masih lebih rendah. Sejak periode awal SBY menjabat presiden atau pada 2004, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai angka 5 persen.
Tahun-tahun berikutnya pertumbuhan ekonomi terpantau cukup stabil. Memasuki tahun 2005, pertumbuhan ekonomi terjaga di level 5,7 persen dan pada 2006 ke angka 5,5 persen.
Baru pada tahun 2007, pertumbuhan ekonomi Indonesia menyentuh level 6,3 persen dan tahun berikutnya 2008 ke angka 6 persen. Dampak krisis ekonomi di AS, juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2009 bertahan di level 4,6 persen. Pada 2010, ekonomi Indonesia berhasil bangkit ke angka 6,2 persen.
Dua tahun sebelum berakhirnya pemerintahan SBY, tercatat pertumbuhan ekonomi tertinggi mencapai angka 6,5 persen pada tahun 2011. Tahun 2012 mengalami tren penurunan ke 6,2 persen dan 5,78 persen di tahun 2013. Sementara di masa peralihan presiden SBY ke presiden Jokowi tahun 2014, tercatat pertumbuhan ekonomi di level 5,01 persen.
Pengamat Ekonomi Central for Urban and Regional Studies (CURS), Erwin Oktavianto mengatakan, masing-masing periode kepemimpinan antara Presiden Jokowi dan Presiden SBY memiliki permasalahan sendiri.
Erwin menjelaskan, Presiden SBY dengan berbagai paket kebijakan ekonominya mampu mendorong laju pertumbuhan lebih terarah. Sehingga target-target pertumbuhan ekonomi dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
"Pada saat itu kita berbicara pertumbuhan ekonomi dan kualitas, peningkatan tenaga kerja juga cukup baik yakni naik 1 persen atau setara dengan menyerap sekitar 500.000 tenaga kerja,” kata Erwin, Rabu (25/10/2023).
Erwin mengatakan, memasuki era Presiden Jokowi terjadi perubahan yang mendasar. Terdapat beberapa kebijakan yang lebih mengarah kepada peningkatan infrastruktur secara masif seperti pembangunan jalan tol dan yang terbaru yaitu kereta cepat.
"Terlepas dari aspek problematika seperti munculnya pandemi Covid-19 di periode kedua Presiden Jokowi, pertumbuhan pembangunan di era Jokowi yang cukup masif tersebut malah membawa dampak sangat rendah bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Erwin, seperti dikutip dari kupastuntas.co
"Bahkan kalau kita lihat kualitas pertumbuhan ekonominya justru cenderung menurun dan memperbesar utang negara. Sampai sejauh ini 200-300 ribu pekerja saja yang dapat terserap. Padahal, dalam setiap pembangunan tentu diharapkan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun yang ada saat ini belum memiliki dampak signifikan,” lanjutnya.
Erwin mengungkapkan, faktor penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dikarenakan infrastruktur yang sudah terbangun belum punya rencana turunan.
"Contohnya pembangunan jalan tol, mungkin saja pendapatannya dari setiap mobil yang masuk tol masih rendah. Lalu, apakah dengan pembangunan tol sudah bermunculan kawasan-kawasan ekonomi baru di pinggir tol, ternyata belum ada,” jelasnya.
Erwin juga mengingatkan janji Jokowi saat akan menjadi presiden yang menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 7 persen. Sayangnya, hingga saat ini janji tersebut tidak pernah tercapai.
"Janji itu akan selalu diingat oleh masyarakat. Ketika itu tidak tercapai, maka akan menjadi catatan buruk di kepemimpinan Jokowi,” tegasnya.
Menurutnya, persoalan ini harus menjadi evaluasi pemimpin berikutnya, bagaimana produk pembangunan mercusuar kedepan harus berdampak bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Jadi harus berpengaruh signifikan terhadap sektor-sektor ekonomi dan harus bisa meningkat setiap tahunnya,” paparnya. (*)
Artikel ini telah terbit pada Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Kamis, 26 Oktober 2023 dengan judul "Dua Periode Pemerintahan Presiden Jokowi"