Berdikari.co, Lampung Selatan - Ketua Komisi
IV DPR RI, Sudin, menghadiri acara Sosialisasi dan Bimbingan Teknis (Bimtek)
Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di Desa Taman Sari, Kecamatan
Ketapang, Lampung Selatan, Selasa (31/10/2023).
Pada kesempatan ini, Sudin juga memberikan
bantuan sembako dan bibit tanaman alpukat siger sebanyak 500 batang kepada masyarakat
yang hadir.
Dalam sambutannya, Sudin mengajak semua
masyarakat yang hadir dalam kegiatan bimtek untuk menjaga hutan dengan cara
melakukan penanaman pohon produktif.
"Menjaga hutan adalah tanggung jawab kita
semua, bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja. Keberadaan hutan sangatlah
penting karena di beberapa wilayah saat terjadi musim hujan pasti longsor dan
banjir. Itu karena banyak penebangan hutan," kata Sudin.
Ia mengatakan, banyaknya tanaman hutan yang
ditebang oleh masyarakat menimbulkan banyak dampak negatif seperti banjir dan
tanah longsor saat hujan, serta kekeringan ketika musim kemarau terjadi.
"Kalau bukan kita siapa lagi yang akan menjaga alam, karena kebanyakan masyarakat kita ini berfikir sesaat. Tebang hutan dapat uang, tapi tidak berfikir anak dan cucunya. Ada contoh seperti di Tanggamus ada Bendungan Batutegi debitnya kini berkurang. Itu karena hutan di atasnya banyak pohon ditebang," katanya.
Sudin mengungkapkan, ia memberikan bantuan
bibit tanaman produktif kepada masyarakat dengan harapan dapat meningkatkan
nilai perekonomian warga serta menjadi penghijauan di daerahnya.
"Dulu itu masyarakat dibantu tanaman
pohon kayu, kalau begitu tidak mungkin ditengok dan disiram. Tapi kalau pohon
buah-buahan paling tidak seminggu sekali ditengok dan disiram," ungkapnya.
Ia berharap, bibit alpukat siger yang akan
ditanam masyarakat nanti dalam jangka waktu 2 hingga 3 tahun sudah menghasilkan
buah dan bisa menambah pendapatan masyarakat.
Sedangkan kalau menanam bibit kayu puluhan
tahun baru bisa ditebang. “Belum lagi kalau ditangkap polisi hutan. Karena
harus buat surat asal kayu dan itu ribet," imbuhnya.
Sudin mendorong masyarakat didorong agar
menanam pohon produktif seperti alpukat, kelengkeng hingga jengkol yang bisa
berbuah cepat dan bisa menjadi penghijauan serta serapan air.
Sudin juga mengingatkan bahwa abrasi atau
pengikisan pesisir pantai yang disebabkan oleh ombak dan arus laut di pantai
Kabupaten Lampung Selatan cukup tinggi.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menekan abrasi adalah dengan menanam pohon mangrove.
"Untuk penanganan abrasi setiap tahun kami ada rehab pantai. Lampung
Selatan paling banyak karena disinilah ombaknya besar. Kalau di Pesawaran tidak
terlalu besar ombaknya, jadi abrasinya juga tidak besar," jelasnya.
Sudin minta kepada masyarakat agar menjaga ekosistem mangrove dengan cara melakukan rehabilitasi dan mencegahnya dari kerusakan "Ekosistem mangrove memiliki banyak fungsi dan manfaat. Ekosistem mangrove yang sehat salah satunya berfungsi sebagai pencegah abrasi," ucapnya.
Ia menerangkan, saat ini sudah ada beberapa
hutan mangrove di Lampung dijadikan tempat wisata. "Jadi setiap tahun kita
lakukan rehabilitasi, dan terakhir di Pulau Pasaran,” imbuhnya.
Sementara, Kepala Balai Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (BPDAS) Way Seputih-Way Sekampung, Idi Bantara mengatakan,
Lampung Selatan memiliki peluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
karena berada di daerah perlintasan.
"Jadi kalau masyarakat menanam pohon
produktif nanti kalau sudah berbuah bisa dijual dipinggir jalan. Alpukat siger
ini mempunyai banyak keunggulan seperti ukuran buah, berat buah, genjah atau
cepat berbuah, rasa enak, biji kecil dan adaptif atau bisa beradaptasi dengan
kondisi tanah,” paparnya.
Ia mengungkapkan, pohon alpukat siger
merupakan hasil seleksi dari puluhan varietas unggul lokal yang sudah teruji
dan tidak ada penyimpangan dari pohon indukannya walau sudah diturunkan ke
beberapa generasi .
"Sampai sekarang sudah ditanam kurang lebih pada 2.000 hektar lahan. Jadi Lampung bisa jadi pusat alpukat siger. Alpukat ini isinya kuning, buah banyak dan asli Lampung. Alpukatnya berbodi dan di dunia hanya ada satu yaitu di Lampung," katanya.
Sementara itu Kepala Balai Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (BPDAS) Way Seputih - Way Sekampung, Idi Bantara mengatakan, jika
setiap tahun pihaknya menyiapkan puluhan ribu bibit mangrove.
Idi juga mengatakan, pada tahun 2023 ini,
pihaknya sudah menyalurkan sebanyak 40 ribu batang bibit mangrove ke
masyarakat.
"Bantuan mangrove setiap tahun ada dan
diberikan gratis. Tahun ini 40 ribu sudah habis, ini dari KLHK ada juga dari
KKP," katanya.
Ia menerangkan, pola tanam mangrove di Lampung
adalah rumpun berjarak dimana jarak tanaman dalam rumpun sekitar 10 cm x 10 cm
hingga 15 cm x 15 cm.
Dengan pola rumpun berjarak tersebut, dalam
satu rumpun akan terdapat bibit tanaman mangrove sekitar 200 hingga 500 batang.
Sistem rumpun berjarak berfungsi mengokohkan dan menjerat unsur hara.
“Keberadaan tanaman mangrove akan melindungi
garis pantai dan penghalang alami terhadap badai dan banjir, mencegah abrasi
dan membantu mengurangi dampak bencana alam,” imbuhnya.
Selanjutnya, Sudin menghadiri kegiatan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Perhutanan Sosial dalam Rangka Penyelesaian Penguasaan Tanah dan Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH) di Aula Sebuku Rumah Dinas Bupati Lampung Selatan, Selasa (31/10/2023).
Dalam arahannya, Sudin mengajak kepada seluruh
masyarakat yang hadir untuk menjaga kawasan hutan dengan tidak melakukan
penebangan secara ilegal.
"Kawasan hutan itu perannya sangat
penting, kita punya hutan harus dijaga dengan baik. Karena kalau rusak akan
terasa seperti saat ini terjadi El Nino, dan ketika hujan akan mudah terjadi
longsor dan bajir," katanya.
Sudin menjelaskan, berdasarkan aturan luas
kawasan hutan harus dipertahankan minimal 30 persen dari luas daerah aliran
sungai (DAS).
"Kawasan hutan di Lampung ini konon
katanya masih di atas 30 persen. Tapi kalau 25 persen saja masih alhamdulillah.
Alam butuh keseimbangan, alam itu kalau sudah rusak memulihkannya sulit,"
ujarnya.
Namun, lanjut Sudin, beratnya menjaga kawasan
hutan saat ini karena tidak didukung anggaran memadai. Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) hanya mendapatkan anggaran Rp8 triliun.
"APBN yang diberikan ke KLHK itu kecil
hanya Rp8 triliun termasuk gaji pegawai, belanja barang dan pengawasan. Maka
saya selalu protes ke Gubernur Lampung karena hutan lindung di bawah
pengawasan provinsi tapi uang jaganya tidak dikasih," paparnya.
Sudin mengimbau kepada masyarakat jangan mudah
percaya dengan iming-iming oknum yang mampu mengurus izin perhutanan sosial.
"Banyak oknum baik itu dari pemerintah
daerah, lembaga, caleg yang janjinya manis sekali. Jangan percaya sama oknum
yang bilang bisa urus perhutanan sosial. Karena ada syaratnya, sampai pusat pun
akan konsultasi dulu dengan komisi IV," tegasnya.
Menurut Sudin, pemerintah selalu konsisten
dalam mengurus perhutanan sosial, serta dapat diurus dan diakses oleh
masyarakat secara luas.
"Tapi ada mekanisme yang harus dilalui.
Pemerintah tidak mau rakyatnya susah. Dan harus tetap berpedoman terhadap
kelestarian hutan," ungkapnya.
Sementara, Bupati Lampung Selatan, Nanang
Ermanto mengatakan, permasalahan tanah sangat krusial dan kerap kali
menimbulkan konflik seperti tumpang tindih.
"Persoalan tanah ini memang sangat
krusial kadang sering tumpang tindih yang akhirnya ribut dan berantem.
Berbatasan saja bisa menimbulkan konflik yang besar," kata Nanang.
Nanang minta kepada masyarakat yang hadir
dalam bimtek agar dapat mengikuti dengan seksama. "Nanti kalau ada yang
ingin ditanyakan silahkan bertanya karena para narasumber yang hadir disini.
Mereka merupakan orang yang berkompeten di bidangnya," katanya. (*)