Berdikari.co, Way Kanan - Seratusan anggota Serikat Pekerja
Perkebunan Nusantara (SPPN) VII menggelar aksi damai di halaman kantor
Pengadilan Negeri Blambangan Umpu, Way Kanan, Rabu (22/11/2023).
Massa menuntut Pengadilan Negeri Blambangan Umpu membatalkan
rencana kegiatan konstatering (pengukuran pencocokan), sita, dan eksekusi atas
aset lahan milik PTPN VII seluas 320 hektar di Unit Bungamayang atas klaim PT
Bumi Madu Mandiri (BMM) yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis (23/11/2023).
Massa berasal dari perwakilan karyawan beberapa Unit Kerja PTPN
VII Wilayah Lampung dipimpin Ketua SPPN VII Sasmika Dwi Suryanto.
Hadir pada pengerahan massa itu, Pengurus Pusat SPPN VII, dan
beberapa Pengurus Cabang SPPN VII. Sedangkan I Made Aditya Ardhana bertindak
sebagai Kordinator Lapangan dan Jhon Iwan Kurniawan sebagai orator aksi.
Sebanyak 30 anggota Polres Way Kanan mengawal demo tersebut.
Usai berorasi, empat perwakilan massa SPPN VII diterima Echo
Wardoyo selaku hakim yang juga juru bicara Pengadilan Negeri Blambangan Umpu
didampingi Kompol Jono selaku Kabag Ops Polres Way Kanan.
Dalam pertemuan ini, perwakilan massa I Made Aditya Ardhana
mengatakan, SPPN VII menolak rencana konstatering yang akan dilakukan
Pengadilan Negeri Blambangan Umpu atas aset lahan seluas 320 hektar yang sampai
saat ini masih tercatat dalam laman Portal Aset BUMN sebagai aset negara pada
PTPN VII.
“Lahan tersebut merupakan tempat karyawan yang juga anggota SPPN
VII mencari nafkah dan penghidupan. Kementerian BUMN sebagai pemegang saham
tidak pernah melepaskan aset tanah tersebut, apalagi kepada pihak swasta PT
Bumi Madu Mandiri. Perkara ini diduga kental keterlibatan mafia tanah,” kata
Made.
“Logikanya sangat jelas, hingga saat ini PTPN VII memiliki alas
hak yang kuat secara hukum untuk lahan yang akan dieksekusi tersebut. Lahan itu
didapat oleh PTP XXXI (sejak 1996 melebur menjadi PTPN VII) pada 1984 melalui
mekanisme yang sah. Lahan itu bagian dari lahan seluas 4.650 hektar yang lebih
dahulu dikelola namun kemudian diserobot PT BMM. Oleh karena itu, kami akan
pertahankan aset lahan tersebut tempat kami bekerja,” lanjut Made.
Sekjen SPPN VII, Yohanes Siagian menuntut Pengadilan Negeri
Blambangan Umpu membatalkan rencana konstatering tersebut. “Kami hormat dengan
keputusan hukum karena Indonesia adalah negara hukum. Namun, dalam konteks ini,
kami tidak bisa terima karena kami yakini bahwa hak kami atas lahan itu belum
lepas. Lebih dari itu, Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) selaku
pemegang saham, telah mengajukan PK (Peninjauan Kembali) atas keputusan PN
Blambangan Umpu ini,” katanya.
Yohanes mengatakan, ada seribuan anggota SPPN VII saat ini sudah
berada di lokasi lahan 320 hektar tersebut. Hal itu dilakukan sebagai
antisipasi penolakan secara fisik atas rencana konstatering oleh Pengadilan
Negeri Blambangan Umpu.
Menanggapi tuntutan itu, Echo Wardoyo meminta maaf karena Ketua PN
Blmabangan Umpu tidak bisa menemui pendemo. Ia menampung semua aspirasi yang
disampaikan, tetapi tidak berani mengambil keputusan.
“Semua aspirasi kami terima, tetapi mohon maaf Pak Ketua (Ketua PN
Blambangan Umpu) tidak bisa hadir. Nanti akan segera saya kordinasikan.
Mudah-mudahan jam 13.00 WIB sudah ada keputusan dan segera saya informasikan
kepada bapak-bapak,” kata Echo.
Nanum, hingga pukul 17.00 WIB, pihak PN Blambangan Umpu maupun
Echo Wardoyo belum juga memberi konfirmasi. (*)