Berdikari.co, Bandar
Lampung - Untuk menjaga eksistensinya di tengah era digitalisasi saat ini,
media cetak atau koran harus mengadopsi strategi yang responsif terhadap
perubahan tren dan kebutuhan pasar. Media cetak masih memiliki pangsa pasarnya
sendiri, meskipun telah mengalami penurunan signifikan.
Ketua Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) Bandar Lampung, Dian Wahyu mengatakan, era digitalisasi memang
telah menghadirkan tantangan besar bagi media cetak, tetapi bukan berarti koran
tidak dapat bertahan atau berkembang.
"Media cetak bisa
mengambil langkah taktis diantaranya harus melakukan transformasi digital dalam
produksi, distribusi, dan penyajian konten. Investasi dalam teknologi modern
seperti sistem manajemen konten, platform online, dan analisis data dapat
membantu meningkatkan efisiensi dan relevansi," kata Wahyu, Minggu
(3/12/2023).
Menurut Wahyu, salah
satu kelemahan atau kekurangan media cetak untuk menjaga eksistensinya di era
digitalisasi adalah keterlambatan dalam penyebaran informasi. Proses produksi
dan distribusi media cetak memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan
media digital.
Hal inilah yang
membuat media cetak terkadang kurang responsif terhadap berita atau peristiwa
yang berkembang cepat. Namun, media cetak bisa membuat tulisan yang lebih
mendalam dibandingkan dengan media daring.
Selain itu, media
cetak cenderung kurang interaktif dibandingkan dengan media digital. Pembaca
tidak dapat berpartisipasi secara langsung atau memberikan umpan balik secara
instan seperti yang dapat dilakukan pada platform digital.
Lalu, ruang untuk
konten terbatas dan tidak fleksibel pada media cetak. Hal ini dapat membatasi
kedalaman dan keragaman informasi yang dapat disampaikan kepada pembaca.
"Harus diakui,
produksi dan distribusi media cetak membutuhkan biaya yang tinggi, terutama
terkait dengan pencetakan, distribusi fisik, dan pengelolaan persediaan. Biaya
ini bisa menjadi beban tambahan, terutama jika pendapatan iklan atau penjualan
fisik menurun," ujarnya.
Wahyu menyarankan,
media cetak harus fokus pada kualitas konten. Pembaca sering mencari informasi
yang mendalam, akurat, dan berkualitas. Media cetak juga harus menjaga standar
jurnalisme yang tinggi untuk membangun kepercayaan pembaca.
“Media cetak juga
dapat memperkaya kontennya dengan menawarkan berbagai format termasuk video,
podcast, dan infografis. Diversifikasi konten dapat membantu menjangkau audien
yang lebih luas,” imbuhnya.
Wahyu melanjutkan,
media cetak juga harus dapat memanfaatkan keberadaan media sosial untuk
mempromosikan kontennya. Aktif di platform seperti Facebook, Twitter,
Instagram, dan LinkedIn, dapat membantu meningkatkan visibilitas dan
meningkatkan keterlibatan audien.
“Meskipun kini
perkembangan media digital telah mempengaruhi industri media cetak, dan
menyebabkan penurunan sirkulasi dan pendapatan. Namun tidak ada yang dapat
memastikan bahwa media cetak akan sepenuhnya mati atau berakhir,” paparnya.
Untuk tetap memiliki
pangsa pasar pembaca yang signifikan, media cetak perlu mengambil berbagai
langkah strategis yang mencakup pengembangan, inovasi, dan respons terhadap
kebutuhan pembaca.
Media cetak perlu
melakukan transformasi digital dengan membangun keberadaan online yang kuat.
Sediakan platform digital seperti situs web dan aplikasi seluler yang
responsif, user-friendly, dan menawarkan pengalaman membaca yang baik.
“Kemudian yang tak
kalah penting adalah bangun keterlibatan dengan pembaca melalui platform online
dan media sosial. Tanggapi komentar, pertanyaan, dan umpan balik pembaca.
Inisiatif seperti kuis, jajak pendapat, dan kontes dapat membangun komunitas
pembaca yang aktif,” imbuhnya.
Solusi lainnya,
tawarkan langganan digital yang memberikan akses eksklusif atau keuntungan
tertentu kepada pelanggan. Pertimbangkan model bisnis yang fleksibel, seperti
langganan bulanan atau tahunan.
“Sampai saat ini,
media cetak masih mempertahankan pangsa pasarnya sendiri, meskipun telah
mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Media cetak tetap
memiliki sejumlah pembaca setia yang menyukai pengalaman membaca fisik dan
mendalam, serta memiliki keakuratan dan keandalan berita yang disajikan,”
ungkapnya.
Ia menambahkan, banyak
media cetak yang terus berupaya beradaptasi dengan era digital dengan
menawarkan edisi online, mengembangkan platform digital, dan memanfaatkan media
sosial untuk menjaga dan menjangkau pembaca baru.
‘Memang, beberapa
outlet media cetak mungkin memiliki pangsa pasar yang lebih kecil, tetapi masih
relevan dan berharga bagi sebagian pembaca dan pengiklan," tandasnya.
Sementara, Ketua
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Lampung, Wirahadikusuma mengatakan,
saat ini media cetak tengah dihantam oleh badai bernama disrupsi digital.
Dampaknya, tidak sedikit media cetak tutup, dan yang masih beroperasi mulai
goyah.
"Untuk itu,
pengelola media cetak harus cepat melakukan proses adaptasi. Perkembangan
teknologi harus cepat dipelajari. Karena bukan yang kuat yang bertahan, tapi
yang cepat beradaptasi itulah yang bertahan," kata Wira.
Wira mengingatkan,
dalam beradaptasi terhadap kemajuan teknologi tersebut, media cetak harus tetap
memegang teguh ruh jurnalistik. Seperti konten tulisan, foto, video dan
semua produk jurnalistik, harus bisa dipertanggungjawabkan.
"Harus ada proses
cepat bagi perusahaan media dan wartawannya bertransformasi mengikuti apa yang
sudah terjadi dalam perubahan media massa saat ini," katanya.
Menurut Wira, media
cetak tidak boleh menganggap media sosial sebagai kompetitor atau lawan.
Justru, keberadaan media sosial bisa dimanfaatkan sebagai wahana distribusi
pemasaran. Ia mengimbau kepada perusahaan media cetak untuk mulai membentuk
divisi media sosial.
Ia menjelaskan, divisi
media sosial bisa menjadi pengganti dari divisi pemasaran yang bertugas
menyebarluaskan berita kepada pembaca. Karena, saat ini pembaca dalam
mengkonsumsi berita sudah melakukannya secara online lewat handphone.
“Kita tidak boleh
kalah dengan kemajuan zaman. Kita harus beradaptasi dengan kemajuan itu, dengan
tidak merubah ruh jurnalistik. Serta harus taat terhadap kode etik, UU Pers dan
peraturan Dewan Pers lainnya. Ini bukan kelemahan dari media cetak, tapi kemajuan
teknologi yang harus diikuti guna melakukan perubahan dalam penyampaian
informasi. Kalau informasinya hanya dari koran, maka orang tidak akan punya
waktu lagi. Karena kemajuan teknologi juga mempengaruhi perilaku
pembaca," paparnya.
Wira mengungkapkan,
saat ini oplah media cetak di Lampung tidak ada lagi yang mencapai angka 5.000
eksemplar, dan akan terus mengalami penurunan seiring dengan adanya
perkembangan teknologi.
Ia menerangkan, bisa
saja media cetak akan mengalami gulung tikar. Namun, koran hanyalah sebuah
media tempat menyampaikan informasi, sementara informasinya tidak akan pernah
mati. “Saya sering mengatakan koran boleh mati, tapi jurnalistik tidak boleh
mati," ujarnya.
Wira menjelaskan,
salah satu yang menyebabkan koran masih bertahan hingga kini karena pemda
menyiapkan iklan sehingga masih bisa bertahan. “Saya yakin kalau sudah tidak
ada iklannya dan krannya ditutup oleh pemda, semua akan tutup seperti di kota
besar lainnya," tegas Wira.
Plh Kepala Dinas
Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi Lampung, Achmad
Saefulloh mengatakan, media cetak memiliki banyak tantangan di tengah maraknya
media online yang terus bergerak maju.
Namun, lanjut
Saefulloh, keberadaan media cetak masih dibutuhkan oleh sebagian orang yang
memang tidak merasa puas jika hanya membaca berita media online.
"Ada beberapa
masyarakat yang memang masih membutuhkan informasi secara fisik. Karena
orang-orang itu merasa kurang puas jika hanya membaca di media online,”
katanya.
Saefulloh berharap,
pemilik perusahaan media massa tetap mempertahankan media cetak, namun
harus melakukan inovasi baik dari segi tampilan maupun isi atau konten berita
yang disajikan.
"Tampilkan
informasi yang menarik dan informasikan hasil-hasil pembangunan. Tetap
memberikan kritik, namun harus membangun. Sajikan berita yang aktual dan
berimbang, baik pembangunan, ekonomi, sosial, hingga politik," sarannya.
Menurutnya, kelebihan
media cetak yang disukai oleh pembaca adalah dari segi tampilan yang
terstruktur sehingga dapat memudahkan para pembaca menelaah isi beritanya.
Ia menerangkan,
kelemahan media cetak adalah penyebarannya yang kurang maksimal sehingga tidak
menjangkau masyarakat secara luas. "Kalau di kota besar banyak ruang untuk
penyebaran koran karena banyak kios kecil dan penjual koran di lampu merah.
Sedangkan di kabupaten atau daerah sangat sulit mendapatkan koran yang dijual
bebas,” ujarnya.
Saefulloh mengatakan,
media cetak masih memiliki pangsa pasarnya sendiri, sehingga masih tetap eksis
ditengah perkembangan media online yang sangat pesat.
"Pangsa pasar
masih ada, karena saya sendiri walaupun baca media online tapi masih senang
baca secara fisik. Tentu semua ada kelebihan dan kekurangannya, tapi saya yakin
media cetak masih punya kelebihan," imbuhnya.
Pengamat Komunikasi
Universitas Lampung, Andy Corry Wardhani mengatakan, untuk mempertahankan media
cetak agar tetap eksis diperlukan adanya sesuatu yang berbeda dibandingkan
media online.
"Kalau media
cetak masih mau dipertahankan, maka harus ada sesuatu yang unik disitu, yang
tidak dipunyai oleh media online. Salah satunya dalam pemberitaannya mengangkat
indepth reporting atau laporan mendalam dibandingkan media online,” katanya.
Lalu, beritanya harus
update atau terbaru. Sehingga bisa bersaing dengan media online karena di media
cetak lebih lengkap. “Kadang-kadang banyak berita di media online tidak bisa
dipercaya. Oleh karena itu orang lalu beralih mencari informasi ke media
cetak,” ungkapnya.
Menurutnya, saat ini
banyak diskonfirmasi dan hoax yang berseliweran di media online. Terutama,
media online yang tidak ada dasar hukumnya atau asal dibuat saja. “Karena
banyak hoax tersebut, maka pembaca beralih ke media cetak yang bisa lebih
dipercaya. Karena media cetak inikan jelas dasar hukumnya," tandasnya. (*)